Tarif Baru UWTO Menuai Polemik

Abidin Hasibuan Batalkan Kerja Sama 87 Juta Dolar AS Gara-gara Tarif UWTO

Abidin Hasibuan Batalkan Kerja Sama 87 Juta Dolar AS Gara-gara Tarif UWTO

Pengusaha Abidin Hasibuan melakukan salam komando pada saat menghadiri undangan Hari Kemerdekaan Singapura di Batam belum lama ini (Foto: Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Tarif baru UWTO BP Batam menuai polemik di kalangan investor. Owner PT Sat Nusapersada Tbk., Abidin Hasibuan, bahkan harus membatalkan rencana bisnis senilai 87 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 1,1 triliun (kurs Rp 13.000 per dolar).

“Saya sangat kecewa dengan keluarnya aturan baru BP Batam,” ujar Abidin dari rilis yang diterima batamnews.co.id, Kamis (20/10/2016) malam.

Menurut Abidin, sebelum tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) itu keluar, ia sempat mengajukan permohonan 20 hektare lahan.

“Saya terpaksa membatalkan investasi 87 juta US Dollar,” ujar Abidin yang juga Ketua Dewan Kehormatan Apindo Kepri.

Menurut Abidin, ada dua hal yang membuat pembatalan itu terjadi. Termasuk soal kepastian regulasi dan investasi jangka panjang.

Terutama soal regulasi dari penerapan tarif UWTO tersebut. Yang paling krusial, kata dia, tarif UWTO hanya berlaku 5  tahun. 

“Artinya tidak ada kepastian di sini. Jelas ini sangat memberatkan investor. Investor sudah terlanjur investasi lalu UWTO kemudian berubah lagi, ini kan tidak betul,” ucapnya.

Kemudian, tidak ada yang tahu berapa UWTO yang akan diterapkan setelah 5 tahun kemudian.

“Yang kedua, aturan itu kok berlaku surut. Mana ada aturan yang berlaku surut?” cetusnya.

Abidin menambahkan, data dari Apindo, ada pemilik lahan yang sudah membayar UWTO 30 tahun. 

Kondisinya, lahan itu sudah 2 tahun belum dibangun, tahun ketiga saat hendak membangun dan mengajukan izin ke BP Batam, ternyata terkena tarif baru.

“Kok dikenakan tarif baru. Ini juga tidak benar. Tidak ada aturan yang berlaku surut. Kalau ini diteruskan siapa yang berani investasi di Batam?” ucapnya.

Mengenai kegagalannya dalam bekerja sama investasi dengan nilai 87 dolar US Dollar, kata Abidin, berawal pada 13 Juli 2016, ia ajukan permohonan lahan 20 hektare tersebut.

“Lahan akan digunakan untuk membangun industri laptop. Saya ajukan lahan yang berdekatan dengan pelabuhan udara dan pelabuhan laut,” ujar dia.

Menurut dia, Satnusa sudah komitmen bekerja sama dengan perusahaan Taiwan yang bergerak bidang teknologi laptop itu. 

“Perusahaaan ini memegang 60 persen pasar laptop dunia. Sudah komitmen akan buka investasi di Batam. Dengan investasi 87 juta US dolar, asumsinya bisa menyerap 15 ribu tenaga kerja,” ujar dia.

Kesepakatan itu terpaksa ia batalkan, setelah polemik dari UWTO tersebut.

“Tidak berani investasi karena tidak adanya kepastian UWTO. Saya mohon maaf kepada masyarakat batam. Investasi saya fokus di Satnusa di Pelita (saja),” ujar dia.

Abidin pun berpesan agar BP Batam melakukan evaluasi untuk menghindari ketidaknyamanan investasi.

“Apalagi banyak laham yang UWTO habis dalam waktu satu dua tahun. Investor jangan dipatok aturan yang tidak jelas,” tegasnya.

Bahkan, kata Abidin, ia sudah mengajukan mengenai container cost, namun, sejauh ini tetap saja tidak ada kejelasan. 

“Padahal jelas pelabuhan itu ranahnya BP Batam. Seharusnya itu yang diurus, bukan masalah lahan,” kata dia.

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews