Praktisi Hukum: Reklamasi di Batam Melanggar Hukum, Pejabat Jangan Main-main

Praktisi Hukum: Reklamasi di Batam Melanggar Hukum, Pejabat Jangan Main-main

Reklamasi ilegal yang ada di depan mata penguasa Batam di Batam Centre. (foto: isk/batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Rumbadi Dalle, SH MH, seorang praktisi hukum dan juga pemerhati lingkungan hidup di Batam, Kepulauan Riau meminta pada pejabat terkait untuk tidak main-main terhadap proyek reklamasi yang melanggar aturan.

"Seandainya melanggar aturan, ada hukuman untuk pejabat yang melakukan penyalahgunaan wewenang yang membiarkan kerusakan lingkungan," ujar Rumbadi Dalle yang akrab disapa babe ini, Senin (13/6/2016).

Selain sanksi administratif yang harus dilengkapi oleh para pengusaha reklamasi, sanksi hukum pun tidak akan lepas apabila ditemukan melanggar aturan.
 
Menurutnya, reklamasi yang bila tujuannya untuk kepentingan publik, maka itu tidak ada persoalan, yang jadi soal adalah izinnya ada atau tidak. "Aturan dasar, reklamasi seluas 5 hektar lebih wajib memiliki Amdal. Kecuali di bawah lima hektar hanya UKL-UPL saja, ini tidak hanya Pemko/pemda, tapi juga Kementerian Lingkungan Hidup," ujar Wakil Dekan Fakultas Hukum Unrika ini.

Ia menambahkan, kegiatan reklamasi tidak bisa hanya mengantongi izin cut and fill. Masih banyak aturan yang harus diikuti dan itu sudah jelas melabrak hukum dan melanggar pasal 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.

Kasus reklamasi di Batam mulai mencuat setelah Ketua Komisi II DPRD Kota Batam, Yudi Kurnain melakukan sidak. Yudi menilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan dari retribusi dari galian C tidak signifikan dan diduga ada penyelewengan (gratifikasi) yang mengakibatkan kerugian negara hingga puluhan miliar.

"Selama 5 tahun ini saja cuma dapat sekitar Rp 8 miliar ke Pendapatan Asli Daersh (PAD), sementara lahan yang direklamasi mencapai belasan ribu hektare," ujar Yudi Kurnain beberapa waktu lalu.

Artinya, PAD yang dihasilkan dari galian C hanya berkisar Rp 1 miliar per tahun. Tercatat sebanyak 14 titik reklamasi yang dilakukan penyetopan aktifitasnya oleh tim 9 seluas 1.425 hektar. Kewajiban pengusaha reklamasi untuk membayar retribusi galian C sebesar Rp 1.000 per kubik dari material reklamasi yang diperolehnya.

Mirisnya, dari 14 perusahaan yang dilakukan penyetopan aktifitasnya hanya dua perusahaan yang mengantongi izin reklamasi, dan itu pun sudah kadaluarsa. Sementara selebihnya hanya mengantongi izin pematangan lahan atau cut and fill yang diperoleh dari BP Batam. Selain itu ada juga yang belum memiliki izin sama sekali sudah melakukan kegiatan reklamasi.  

(isk)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews