Ratusan Warga Nongsa Batam Blokir Pekerjaan Cut and Fill, Emak-emak Turun Tangan

Ratusan Warga Nongsa Batam Blokir Pekerjaan Cut and Fill, Emak-emak Turun Tangan

Pada hari ini, Senin (3/7/2023) sekitar pukul 11:00 WIB tadi, pekerjaan reklamasi oleh PT Raja Sakti Cemerlang pada beberapa titik di kawasan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), dihentikan oleh warga.

Batam, Batamnews - Pada hari ini, Senin (3/7/2023) sekitar pukul 11:00 WIB tadi, pekerjaan reklamasi oleh PT Raja Sakti Cemerlang pada beberapa titik di kawasan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), dihentikan oleh warga.

Ada sekitar 100 warga yang terdiri dari lelaki dan perempuan datang dari Kampung Terih, Kelembak, Sambau dan Dapur Arang, menyetop pekerjaan perusahaan dan protes akan hal itu.

Alat berat ditahan oleh masyarakat dan akhirnya berhenti beraktifitas. Perusahaan berjanji mau mendatangi warga di sana pada pukul 13:00 WIB, akan tetapi ditunggu sampai jam 15:00 WIB, juga tidak muncul.

Pada akhirnya, perusahaan meminta waktu hingga hari Rabu untuk bertemu dengan warga. Masyarakat di lokasi kini menutup pintu masuk supaya tidak ada aktivitas pekerjaan dari alat berat.

Baca juga: Nelayan Kampung Terih Protes Proyek Reklamasi di Nongsa: Jangan Ada Penimbunan, Biarkan Hutan Bakau Tumbuh

Irma Damayanti (50), warga Kampung Kelembak, mengatakan jika keadaan semakin rumit. Pasalnya, nelayan di daerah itu bergantung pada hasil laut.

“Kalau sekarang sudah sulit. Yang jelasnya kita minta pada pemerintah untuk mengatasi hal-hal seperti ini karena kalau nelayan ini, kan, pada umumnya memenuhi kebutuhan hidup dengan mencari hasil laut. Kalau begini bagaimana kita membiayai kelangsungan hidup sampai sekolah anak-anak kita," ujarnya.

Masalah kompensasi, kata dia, tidak sesuai dengan apa yang telah dirusak oleh perusahaan. Dampak atau efek kerusakan lingkungan berlangsung lama.

"Sebenarnya masalah kompensasi tidak sesuai dengan yang dirusak, karena kompensasi kan sebentar saja habis. Sedangkan dampaknya memakan jangka waktu yang lama. Kami puluhan tahun hidup di sini, selama ini kami lancar saja. Cuma dalam kurun waktu akhir-akhir ini, kok, jadi kayak gini? Kita tak melarang pembangunan, asal jangan menganggu komunitas nelayan atau masyarakat pesisir," ujar Irma.

Baca juga: Daftar Bangunan Tertinggi di Batam Mengungkap Pesona Kemajuan Kota

 

Hasil laut pun makin hari kian menipis. Tangkapan nelayan sudah tak seperti dulu. Irma menyebut semua itu imbas dari kerusakan lingkungan yang dilakukan secara sengaja.

"Kalau udang jangan harap lagi, kerusakan pesisir sudah dari dulu tapi sekarang dampaknya semakin parah lantaran air lautnya keruh. Udang, ikan, dan kepiting susah dicari. Kalau ada pun susah nangkapnya karena nelayan mencari udang di malam hari, keruhnya pantai membuat senter ataupun lampu sulit menangkap buruan," terangnya.

Dari segi penghasilan, ia mencontohkan jika dahulu nelayan bisa mendapat 20 kilogram kupang (salah satu jenis siput laut yang ditangkap). Sementara saat ini, tangkapan nelayan turun drastis di bawah 10 kilogram saja.

“Sedangkan harga barang naik semua. Bagaimana kami bisa menghidupi keluarga?," katanya.

Permintaan Irma tak muluk-muluk, dia cuma ingin pemerintah turun tangan menyelesaikan masalah yang menyangkut lingkungan di daerah mereka agar tak terjadi lagi pengerusakan oleh perusahaan.

"Kita mohon kepada pemerintah, kalau salah, ya ditindaklanjuti bagaimana caranya atau jalan keluarnya. Tolong lestarikan laut, hutan bakau jangan ada lagi penebangan liar dimana-mana. Kasihanilah kami yang ada di pesisir ini. Semoga suara kita didengar pemerintah karena kita tidak pernah melarang pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Gimana mencari solusi untuk seluruh masalah masyarakat di pesisir pantai. Ini suara masyarakat, bukan suara saya sendiri," jelas dia.

Sementara itu, Founder Akar Bhumi Indonesia (ABI), Hendrik Hermawan menduga jika pemotongan bukit di kawasan itu tak memiliki izin dari pemerintah. Artinya, perusahaan sedang melakukan pekerjaan ilegal.

"Izin cut and fill itu, kalau tidak salah sempat ditanyakan dan itu tidak ada. Jadi semuanya salah," kata dia.

Ia juga menyesalkan peran pemerintah yang hingga saat ini belum terlihat. Misalnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam yang terkesan diam atas aktivitas yang dilakukan oleh PT Raja Sakti Cemerlang itu.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews