Lingkungan Sekolah dan Pendidikan Karakter

Lingkungan Sekolah dan Pendidikan Karakter

SDIT Al Muhajirin Dotamana, Batam. (Foto: Batamnews)

Oleh: Erni Sukmawati, S.Pd.I, M.M.*

DARI hal sangat penting yang harus dijawab oleh sekolah dasar adalah peletakan pondasi pendidikan karakter. Bila pendidikan karakter individu menjadi bagian dari proses oleh keluarga, sekolah lebih mungkin mengembangkan karakter yang berkait dengan interaksi dengan orang lain. 

Apa yang ditanam di keluarga kemudian dikembangkan di lingkungan sekolah. Maka bila dilihat dari gambar besar tersebut, penyelarasan pendidikan karakter antara rumah dan sekolah seharusnya menjadi prioritas. Tanpanya, proses pendidikan karakter akan terkotak-kotak dan kehilangan efektivitasnya. 

Untuk itu, sekolah harus mampu menemukan sumber-sumber daya yang tersedia dirumah dan disekolah untuk dimanfaatkan menjadi media penyelarasan. Kegiatan keagamaan, aktivitas rumah tangga dan kreativitas keluarga misalnya dapat dicari padanannya di sekolah. 

Padanan kegiatan tersebut kemudian dapat dikemas menjadi sebuah program yang menjadi jembatan atau media penyelarasan pendidikan karakter di rumah dan sekolah. Menurut Ki Hajar Dewantara, “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai dengan kodratnya. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat tersebut.”

Ketika progam atau media untuk menyelaraskan pendidikan karakter berhasil ditemukan, pertanyaan berikutnya adalah: apa rujukan pendidikan karakter yang tersedia atau yang harus digunakan oleh sekolah? 

Sekolah adalah kumpulan pendidik, siswa, tenaga kependidikan serta orang tua dengan latar sangat beragam. Sedemikian beragam, dapat dikatakan tidak ada sekolah yang sama. 

Masing-masing menghadapi situasi yang berbeda, memiliki sumberdaya yang berbeda dan menghadapi tantangan yang juga berbeda. Keberagaman yang unik tersebut sesungguhnya adalah potensi keunggulan yang unik pada setiap sekolah. 

Untuk mengelola keberagaman unik tersebut agar dapat mendukung pendidikan karakter, terlebih dahulu harus dihadirkan rujukan atau acuan. Tanpa rujukan, sekolah justru dapat disibukkan dengan memilah dan menentukan pendidikan karakter yang harus diambil. Rujukan tersebut membantu sekolah untuk fokus pada beberapa pilihan saja agar proses pendidikan karakter menjadi lebih terarah dan tajam.

Pemerintah menyediakan rujukan tersebut. Kurikulum Merdeka dengan visi misinya untuk mewujudkan atau menciptakan Profil Pelajar Pancasila membantu sekolah mengarahkan fokus pendidikan karakter dengan menyediakan 6 dimensi/elemen yang menjadi rujukan. Menggunakan rujukan tersebut, sekolah dapat segera memfokuskan upayanya sekaligus menyiapkan tolok ukur keberhasilan upaya tersebut.

Bagaimana sekolah dapat memanfaatkan rujukan tersebut? Sekolah perlu terlebih dahulu memahami sumberdaya yang dimiliki untuk kemudian menentukan mana saja dari 6 dimensi tersebut yang akan menjadi prioritas. Penentuan prioritas tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi yang menjadi latar belakang sekolah

SDIT Al Muhajirin Dotamana yang memiliki 29 rombongan belajar terletak di atas lahan seluas lebih dari 8.800 m2. Luasan tersebut membantu sekolah untuk memiliki ruang terbuka yang cukup luas. Ruang-ruang belajar sendiri didesain 2 lantai yang berada pada bagian tepi dari lahan. Fisik bangunan kelas mengelilingi ruang terbuka dibagian tengah.

Selain menjadi keunggulan, hadirnya ruang terbuka yang cukup luas juga menghadirkan tantangan utamanya terkait dengan pemeliharaan dan kerapihan. Menghadapi potensi dan tantangan tersebut, sekolah kemudian menjalankan program yang disiapkan untuk menjadi solusi sekaligus sebagai media penyelaras pada proses pendidikan karakter yaitu mewujudkan Profil Pelajar Pancasila

Green School adalah sebuah program dari SDIT Al Muhajirin Dotamana yang memanfaatkan kegiatan bercocok tanam untuk pendidikan karakter  siswa, pengenalan kewirausahaan, penguatan kreativitas serta penataan lingkungan. 

Program ini dipilih atas 2 pertimbangan utama, yaitu pertama adalah ketersediaan ruang terbuka serta cocok tanam yang dapat menjadi jembatan atau media penyelaras pendidikan karakter di sekolah dan di rumah.

Mengapa bercocok tanam dipilih menjadi media pendidikan karakter siswa? 

Bercocok tanam adalah sebuah proses. Mengenalkan cocok tanam adalah mengenalkan pada siswa sesuatu yang tidak instan. Bila dilakukan dengan benar, akan banyak hal positif yang dapat dipelajari oleh siswa. Penguatan karakter adalah salah satu keluaran yang sangat mungkin diperoleh.

Bercocok tanam mengharuskan siswa untuk dengan sabar melewati sebuah proses dan mempersiapkan dirinya melalui tahapan-tahapan dalam proses tersebut. Siswa didorong untuk  membayangkan hasil dari proses kemudian melakukan proses deduksi dan menyiapkan dari awal. Ini membantu siswa membangun konstruksi berfikir yang tepat dan bernalar kritis.

Bercocok tanam juga mengharuskan siswa melakukan pengamatan secara berkala dan merekam semua perubahan yang teramati. Siswa didorong untuk mengamati hal-hal yang lebih detil tanpa kehilangan gambar besarnya. Dengan alat bantu pengamatan yang tepat, siswa juga dapat memupuk rasa ingin tahu, kedisiplinan serta memecahkan masalah.

Bila dikerjakan secara bersama  (bergotong royong)  bercocok tanam dapat mendorong siswa untuk membangun komunikasi yang baik terhadap rekan. Bercocok tanam juga menjadi latihan mengelola tim, membagi tugas dan sikap bertanggung jawab terhadap agenda tim, selain tujuan pribadinya.

Cocok tanam juga dimanfaatkan untuk memperkenalkan kewirausahaan bagi siswa, melengkapi kegiatan-kegiatan lain yang sudah berjalan untuk tujuan serupa. Gagasannya adalah Green School mengajarkan siswa untuk memberi nilai tambah pada sesuatu yang tersedia disekitar mereka. Menumbuhkan nilai tambah adalah dasar dari kewirausahaan

Mengubah lahan-lahan tepi dan lahan sekitar kelas menjadi taman dan kebun tematik (tanaman toga, tanaman sayur, tanaman buah, tanaman hias dll), mendirikan greenhouse untuk fasilitas menanam sayuran berbasis hidroponik, pemanfaatan sampah daun menjadi kompos (eco enzim) untuk menunjang taman dan kebun tematik adalah contoh-contoh kegiatannya. Selain itu membuat batik taplak meja  dengan teknik eco-printing yang memanfaatkan dan menggunakan daun serta sampah daun adalah bentuk kegiatan edukasi berbasis kreativitas lainnya. 

Merdeka Berbudaya yang bertujuan membangun keberdayaan siswa melalui pengembangan budaya lokal dapat terwujud melalui program greenschool dengan semangat gotong royongnya serta siswa dapat mencintai dan mengembangkan budaya lokal melalui batik eco-printing.

Guru yang memainkan peran sebagai fasilitator kegiatan menstimulun dan mengarahkan siswa agar dapat mulai membangun kemandirian dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Secara perlahan siswa diberikan ruang yang lebih luas mulai dari perencanaan hingga pemanfaatan hasil.

Sekolah kemudian mulai mampu menerjemahkan Kurikulum Merdeka yang ditunjang oleh pembelajaran berdiferensiasi dalam kegiatan dan program yang bertumpu pada sumber daya sekolah serta latar belakang siswa dan sekolah. Meski masih dalam tahapan awal, program Green School telah memperlihatkan peluang pendidikan karakter dengan cara yang berbeda dan khas.

Masih banyak yang perlu diperbaiki dan ditambahkan, misalnya mengimbaskan cocok tanam pada kegiatan keluarga para siswa serta menyempurnakan alat bantu yang digunakan. Namun demikian dimensi Profil Pelajar Pancasila telah perlahan berhasil diwujudkan dalam proses belajar serta memperkuat pendidikan karakter yang memang dituntut dari sekolah. 

Selain itu kekayaan lain yang juga berhasil dimiliki oleh sekolah adalah kesadaran bahwa sekolah memiliki kemampuan dalam menemukan dan menyiapkan media penyelaras antara pendidikan karakter di sekolah dengan pendidikan serupa dirumah. Kesadaran itu membuka lebih banyak peluang mennerjemahkan Kurikulum Merdeka untuk memperkuat proses pendidikan yaitu mewujudkan Profil Pelajar Pancasila

*) Penulis adalah Kepala SDIT Al Muhajirin Dotamana Batam


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews