Curhat Pedagang Baju Bekas Impor di Batam: Kami Cuma Cari Makan

Curhat Pedagang Baju Bekas Impor di Batam: Kami Cuma Cari Makan

Salah satu pasar pakaian bekas di Kota Batam. (Foto: Arjuna/Batamnews)

Batam, Batamnews - Tak sedikit pengusaha atau penjual pakaian seken dan impor atau thrifting di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), yang komplain dan tak setuju dengan kebijakan larangan impor pakaian bekas.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melarang bisnis baju bekas impor karena dianggap mengganggu industri tekstil dalam negeri. Itu disebut merugikan pengusaha tekstil dalam negeri dan mengakibatkan kerugian negara hingga miliaran rupiah dan menurunkan tingkat ekspor.

Jokowi juga telah menginstruksikan jajarannya yang terkait untuk mengusut serta mencari akar permasalahan dari maraknya bisnis baju bekas impor atau thrifting yang masuk ke Indonesia.

Baca juga: Polda Kepri Soal Pakaian Impor Bekas: Tindak Tegas Jika Ada Importir Bandel

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun turut menginstruksikan jajarannya untuk menindak tegas penyelundupan baju bekas impor sesuai arahan Presiden.

Akan tetapi, pasar seken di Batam sudah menjadi semacam industri sendiri. Bahkan masyarakat luar Batam pun kerap menjajal pasar seken ketika berkunjung ke Bandar Dunia Madani.

Itu sudah jadi salah satu ciri khas Batam yang dikenai sebagai kota industrinya. Termasuk juga untuk barang-barang bekas dari luar negeri.

Baca juga: 5 Alasan Baju Bekas Selalu Digemari: Harga Murah, Kualitas Oke

Di Batam yang diperjual tak cuma pakaian saja, namun lengkap dengan sepatu, barang-barang elektronik, hingga bahkan perabotan seken pun banyak dijual.

Para penjual barang seken ini bukanlah datang dari perusahaan kelas wahid. Mereka cuma pengusaha kecil yang membuka lapak ukuran sedang nan sederhana.

Aktivitas jual beli di pasar seken hampir saban hari terjadi. Mulai dari pagi, sampai malam. Untung yang didapat pun taklah besar. Per helai pakaian yang dijual cuma dapat surplus sekitar Rp 10-20 ribuan.

 

Azik, salah seorang pedagang pakaian bekas di Batam ngeluh dengan perintah Presiden soal larangan bisnis pakaian bekas. Baginya, thrifting tidak menghancurkan bisnis tekstil dalam negeri, melainkan ikut membantu perekonomian rakyat.

"Kami di sini hanya pengusaha kecil. Pedagang kecil. Dapat untung juga kecil. Apa cuma kami yang usahanya diganggu?," ujarnya.

Barang-barang seken di Batam ini kebanyakan datang dari negara tetangga khususnya Singapura. Harganya pun bervarian, sesuai dengan grade dari barang tersebut.

Untuk balpres, harga ditaksir mulai Rp 2 juta ke atas. Ada juga yang diambil pakai karung, yang harganya lebih murah, yakni di bawah Rp 1 juta.

Kebanyakan, penjual barang seken di pasar-pasar seperti Jodoh, Bengkong dan Taras, hanya mengambil per karung. Penjual dapat memastikan keuntungan yang didapat dalam satu karung itu, bahkan tak jarang ada yang merugi.

"Kalau dalam satu karung itu ada yang bagus, ya, itulah untung kita. Tapi kalau barangnya tak ada yang baru, sudah pasti zonk," kata dia.

Sementara itu, salah seorang pedagang barang seken lain, Neli menyebut bahwa ia bertumpu pada jualan pakaian seken di pasar. Jika larangan Jokowi diterapkan, maka ia bakal kesulitan mencukupi kebutuhan.

"Saya di sini cari makan, bukan cari kaya. Coba liat, lah, di luar sana banyak pengusaha nakal yang untungnya miliaran. Kami yang berpenghasilan kadang tak sampai Rp 100 ribu jangan diganggu. Pak Presiden tolong, lah, dengar keluh kesah kami ini," kata dia.

Banyak kontra dari para pedagang barang seken di Batam soal perintah Presiden tersebut. Mereka merasa sekarang terancam dan sudah mulai diganggu, bukan dari oknum namun dari pemerintah.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews