Nasib Ferdy Sambo Jika Belum Dieksekusi Mati Saat KUHP Baru Berlaku

Nasib Ferdy Sambo Jika Belum Dieksekusi Mati Saat KUHP Baru Berlaku

Foto: Ferdy Sambo (Dok. Istimewa)

Jakarta - Aturan pidana mati dalam UU No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disorot usai mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis pidana mati. Bagaimana nasib Sambo jika dieksekusi mati saat KUHP baru ini berlaku?

Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo divonis bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat. Sambo divonis mati.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersama-sama," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2).

Baca juga: Kejagung Siap Hadapi Upaya Hukum Ferdy Sambo Dkk

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati," imbuhnya.

KUHP Baru

Aturan mengenai pidana mati yang disorot itu tertuang dalam Pasal 100 KUHP baru. Dalam KUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022 itu, pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat.

Selain itu, KUHP memberikan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana untuk berbuat baik di penjara. Bila selama 10 tahun ia berbuat baik, hukumannya dapat diubah menjadi penjara seumur hidup.

"Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung," demikian bunyi Pasal 100 ayat 4 KUHP baru yang dikutip, Selasa (14/2/2023).

Baca juga: Bripka Ricky Rizal, Eks Ajudan Ferdy Sambo Divonis 13 Tahun Penjara

Ada dua hal yang diperhatikan untuk dapat mengubah pidana mati menjadi seumur hidup sebagaimana tercantum dalam Pasal 100 ayat 1 KUHP. Berikut bunyinya:

(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau

b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.

Namun, jika selama masa percobaan terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Secara lengkap begini isi Pasal 100 dan Pasal 101 KUHP baru yang memuat mengenai aturan hukuman mati:

Pasal 100

(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau

b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.

(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

(5) Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.

(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Pasal 101

Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama l0 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden.

Selajutnya: Pandangan pakar hukum..

 

Ahli hukum pidana yang juga juru bicara (jubir) KUHP baru, Albert Aries, memberikan penjelasan. Untuk saat ini vonis Sambo itu belumlah berkekuatan hukum tetap atau inkrah karena Sambo maupun penuntut umum masih bisa mengajukan upaya hukum selanjutnya yaitu banding dan kasasi.

"Secara umum, bagi terpidana mati yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) sebelum awal Januari 2026 nanti (daya laku KUHP Nasional), tetapi masih belum dilaksanakan eksekusinya, maka berlakulah ketentuan pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo), yang menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama 'menguntungkan' bagi pelaku," ucap Albert kepada detikcom, Selasa (14/2/2023).

"Hal ini didasarkan pada paradigma pidana mati dalam KUHP nasional sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif (pasal 67 KUHP Nasional) untuk menjadi jalan tengah bagi kelompok yang pro (retentionis) dan kontra (abolitionis) terhadap pidana mati," imbuhnya.

Berdasar pada itu, Sambo yang divonis mati dan belum dieksekusi sebelum berlakunya KUHP baru yaitu Januari 2026 akan ditentukan aturan baru itu. Namun nantinya pemerintah akan mengatur lebih rinci melalui aturan turunan.

"Oleh karena itu, terhadap para terpidana mati yang belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional akan berlaku ketentuan 'transisi' yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung 'masa tunggu' yang sudah dijalani dan juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut," ucap Albert.

"Sehingga ketentuan ini, jangan dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus ya, karena segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui asesmen yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Di samping itu, saat KUHP Nasional berlaku nanti membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada presiden. Jikalau permohonan grasi terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup (Pasal 101 KUHP)," imbuhnya.

Selanjutnya: Tanggapan Anggota DPR Komisi III...

 

Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan vonis mati dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk Ferdy Sambo saat ini masih mengacu pada aturan dalam KUHP lama. Namun dia menyebut ada peluang KUHP baru akan berlaku jika nantinya vonis mati itu inkrah setelah KUHP baru berlaku.

"Putusan PN Jaksel yang menjatuhkan vonis pidana mati terhadap FS tentu harus kita hormati. Di sisi lain FS juga punya hak hukum untuk banding, yang ini juga harus kita hormati haknya. Putusan ini dijatuhkan atas dasar KUHP yang masih berlaku saat ini, bukan KUHP baru yang disahkan pada awal Desember lalu," kata Arsul saat dihubungi, Selasa (14/2/2023).

Meski begitu, Arsul menyebut vonis mati terhadap Ferdy Sambo ini masih akan melalui proses panjang, bahkan sampai grasi. Karena itu, dia mengatakan masih terbuka kemungkinan KUHP baru berlaku.

"Tetapi karena ini baru putusan tingkat pertama, maka terbuka ada proses banding, kasasi, peninjauan kembali, bahkan sampai permohonan grasi. Nah, proses itu bisa memerlukan waktu yang panjang, bisa jadi sampai pada waktu di mana KUHP baru akan berlaku," ucap Waketum PPP ini.

Lebih jauh, Arsul menyebut, jika Ferdy Sambo tetap divonis mati sampai KUHP baru berlaku, ketentuan lain akan berlaku. Menurutnya, ketentuan itu yakni terpidana mati bisa menjadi pidana penjara seumur hidup setelah masa pemidanaan 10 tahun.

"Jika proses sampai dengan KUHP baru berlaku, kemudian FS tetap mendapat vonis pidana mati dan belum dieksekusi, maka bisa jadi berlaku ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHP baru, yakni di mana seorang terpidana mati akan berubah hukumannya menjadi pidana penjara seumur hidup setelah melewati masa pemidanaan di lapas selama 10 tahun," ujar dia.

"Jadi meski pada akhirnya FS tetap divonis mati, maka terbuka kemungkinan nanti pidananya berubah menjadi pidana penjara seumur hidup," tambahnya.
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews