KPK Soroti Kasus 5 Mahasiswa Korupsi Dana Bansos hingga Joki Skripsi

KPK Soroti Kasus 5 Mahasiswa Korupsi Dana Bansos hingga Joki Skripsi

ilustrasi

Jakarta - KPK mengungkap perilaku koruptif di dunia pendidikan. KPK membeberkan kasus mahasiswa mengkorupsi dana bantuan sosial hingga kasus joki skripsi.

Hal itu disampaikan Deputi bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana dalam kegiatan pendidikan antikorupsi di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Kalimantan Barat. Dia mengungkap jumlah uang yang dikorupsi para pelaku itu mencapai Rp 350 juta.

"KPK pernah menangani kasus lima orang mahasiswa melakukan korupsi dana bantuan sosial sebesar Rp 350,5 juta. Hal ini menunjukkan bagaimana korupsi tidak hanya menyasar para petinggi di negeri ini saja, tapi juga sudah masuk ke lingkungan pendidikan, yang seyogianya merupakan zona integritas," kata Wawan Wardiana dalam keterangannya, Jumat (11/11/2022).

Baca juga: Ketua KPK Tiba-Tiba Bicara Kasus Kardus Durian

Tak hanya itu, Wawan menyebut tindakan korupsi lainnya yang pernah dilakukan para mahasiswa adalah penggunaan joki tugas atau jasa pengerjaan tugas. Dengan menggunakan joki itu, mahasiswa telah melakukan kebohongan dan tidak jujur dalam dunia pendidikan.

"Dengan menggunakan joki, mahasiswa sudah melakukan kebohongan dan tidak jujur atas apa yang diperbuat. Sekarang yang terjadi nggak usah capek sekolah karena dapat gelar gampang (dengan jasa joki)," ucap dia.

Wawan juga mengungkap jasa joki itu juga menyasar tugas akhir mahasiswa, yakni tesis dan skripsi. Dia menyebut kata kunci 'joki skripsi' marak ditemukan dalam mesin pencarian Google.

Baca juga: Imigrasi Batam Raih Penghargaan Terbaik 1 Pengelolaan BMN dari KPKNL

"Fenomena pembuatan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi oleh pihak ketiga atau joki kian marak ditemui. Hanya dengan menggunakan kata kunci 'joki skripsi' di mesin pencarian Google, masyarakat akan mudah mendapatkan seluruh informasi, lengkap dengan biaya yang harus dikeluarkan," ungkapnya.

Wawan menilai, secara tak sadar perilaku mahasiswa itu merupakan tindakan yang koruptif. Menurutnya, mahasiswa tak lagi memandang tugas akhir atau skripsi merupakan hal yang penting.

"Tanpa disadari, fenomena tersebut merupakan bibit-bibit perilaku tindak pidana korupsi. Karya akademis yang seharusnya dibuat sebagai tolok ukur pemahaman mahasiswa kini tidak lagi dianggap menjadi hal krusial yang harus dikerjakan sendiri.

Berkaca dari kasus suap penerimaan mahasiswa yang menyeret Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani, dia menilai bibit korupsi di dunia pendidikan tersebut kian masif dan terstruktur. Dia menyebut adanya kelemahan pada sistem yang membuat sistem pendidikan berpotensi menjadi ladang koruptif.

"Dalam beberapa kasus yang ditangani, KPK menemukan adanya kelemahan sistem yang kemudian rawan menjadi celah korupsi. Misalnya, kasus penerimaan mahasiswa baru mandiri (tanpa mekanisme dan aturan yang jelas) membuat salah seorang rektor terseret dalam kasus korupsi," sebut Wawan.

Dia menegaskan, perilaku koruptif di lingkungan perkuliahan antara lain dengan melakukan tindakan seperti mencontek, menitip absen, meniru tugas, membuat proposal palsu, memberi gratifikasi kepada dosen hingga melakukan mark up uang buku dan menyalahgunakan dana beasiswa. Oleh sebab itu, jika perbuatan itu terus dilakukan dia yakin tindak pidana korupsi bukan tidak mungkin bakal terjadi di masa depan.

"Kalau hal ini dibiarkan dalam kehidupan sehari-hari tentu akan berkembang menjadi suap dan gratifikasi di masa depan. Dua kasus itu memiliki persentase 80 persen dari kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK," pungkas Wawan.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews