Di Balik Marak Aksi Tipu-Tipu Rugikan Nasabah Bank

 Di Balik Marak Aksi Tipu-Tipu Rugikan Nasabah Bank

Ilustrasi shutterstock.com

Batam - Kepolisian Daerah Sumatera Selatan meringkus tiga dari enam pelaku penipuan dengan modus pembaharuan tarif transfer bank. Dua bulan beraksi, kawanan ini mampu menilap setengah miliar rupiah dari rekening korbannya.

 

Kriminolog dari Universitas Muhammadiyah Palembang Martini Idris menjelaskan, kasus penipuan dalam perbankan seperti ini sudah lumrah terjadi dan terus berulang.

Ironisnya, korban bukan hanya kalangan menengah ke bawah atau pedesaan, tetapi justru kebanyakan dari kelompok terdidik dan perkotaan.

"Sudah sering terjadi, tidak hanya di pedesaan, korbannya 99 persen dari perkotaan, bahkan banyak juga anggota kepolisian. Mereka baru sadar tertipu walaupun cakap tentang hukum," ungkap Martini, Sabtu (13/8/2022).

Menurut dia, mudahnya pelaku penipuan dalam perbankan disebabkan banyak faktor. Pada umumnya selama ini nasabah menggunakan fasilitas perbankan hanya untuk menyimpan dan menarik uang saja.

Kekinian terjadi kecenderungan peralihan dari tradisional ke modern dalam penyimpanan uang. Hal itulah dimanfaatkan pihak lain untuk menguras uang nasabah dengan berbagai modus.

"Biasanya dengan cara tradisional, yakni menyimpan uang bawah bantal atau lemari, sekarang dimodernkan sedikit dengan menyimpan uang di bank," ujarnya.

Kondisi ini diperparah jika nasabah tidak mengetahui produk-produk perbankan, semisal pinjaman dan transfer uang. Nasabah dengan mudah tertipu jika mendapat tawaran atau informasi dari orang yang sebenarnya bukan pegawai bank.

"Padahal fungsi bank itu sangat luas. Nasabah bisa menggunakan fasilitas lain di perbankan, semisal pinjaman dan transfer atau lainnya. Jika nasabah itu awam, bukan faktor pendidikan ya, mereka besar kemungkinan menjadi korban penipuan," ujarnnya.

Tidak kalah penting, penyebab lain semakin banyaknya aksi penipuan berkedok produk bank akibat infromasi perbankan itu sendiri. Perbankan dominan menutup diri terkait informasi penting atau imbauan keamanan kepada nasabahnya.

 

Menurut dia, perbankan bersifat melakukan pembatasan tugas di setiap jobdesk pegawai. Misalnya, teller hanya ditugaskan menerima uang tabungan, melayani tarikan, atau sebatas pengiriman uang dari nasabah.

Padahal, teller menjadi sangat penting karena nasabah lebih banyak berhubungan dengan teller. Selain tugas pokoknya, teller idealnya menyampaikan informasi terkait perbankan kepada masabah.

"Perbankan tidak mengimbau nasabah dalam segi itu, bagaimana keamanan simpanan uang nasabah, atau produk-produk lain perbankan, teller itu efektif menyampaikan komunikasi dengan nasabah. Artinya, penipuan itu diakibatkan kurangnya informasi, edukasi, bahkan sosialisasi perbankan ke masyarakat," tegasnya.

Penilaian ini cukup beralasan. Dari pengamatannya, korban penipuan perbankan sangat banyak kalangan terdidik, seperti PNS dan polisi. Namun kecerdasan mereka tidak otomatis juga mengetahui tentang perbankan atau produk-produknya sehingga tidak menutup kemungkinan menjadi korban kejahatan perbankan.

"Banyak PNS menyimpan uang untuk tabungan haji atau lainnya. Jika ada informasi dari bank, terkait kondisi tabungannya atau imbauan penipuan, pasti nasabah itu sangat bahagia," kata dia.

Kondisi diperparah dengan sulitnya nasabah mengakses informasi perbankan. Alur laporan ke perbankan berbelit-belit yang membuat nasabah langsung memilih melapor ke polisi ketika uang tabungan berkurang atau dikuras pelaku kejahatan.

"Perbankan selalu menyatakan tertutup atau tidak memberikan informasi, akhirnya mereka menutup diri. Padahal logikanya tidak begitu, nasabah berhak mengetahui informasi-informasi itu atau keamanan uang tabungannya," kata dia.

"Misalnya saja, call center bank 14000, angka itu tidak sampai ke pikiran nasabah yang awam. Begitu dihubungi nanti disambungkan ke operator-operator lain, belum lagi jika bank tutup, terpaksa menunggu buka dulu, lagi-lagi mau antre," sambungnya.

Perbankan Bisa Dituntut

Ketika dibuat pusing dengan pengurusan tabungan bermasalah di bank, nasabah akhirnya langsung melapor ke polisi. Sialnya, kepolisian tidak langsung menerima laporan dan menindaklanjutinya, tetapi mengimbau menuntut bank terlebih dahulu.

Arahan penyidik tersebut benar adanya. Nasabah dapat menuntut bank atas kecerobohannya yang membuat hilangnya uang tabungan hilang atau berpindah ke rekening pelaku penipuan.

Namun ketika dituntut, bank dengan mudahnya menyatakan tidak bertanggungjawab atas kehilangan uang nasabah tersebut. Kondisi ini membuat nasabah putus asa dan puncaknya mengikhlaskan uang tabungan habis dicuri pelaku kejahatan.

"Secara keperdataan, logikanya kita titipkan uang ke bank dengan jaminan aman. Sebelum ke polisi, kita menuntut bank dulu walaupun nanti dijawab tidak bertanggung jawab. Padahal itu adalah kewajiban bank menjaga tabungan nasabah, yang kita tuntut perbankan juga karena minimnya informasi" terangnya.

"Lagi-lagi kita sebagai nasabah tidak save. Nyimpan di lemari tidak aman, nyimpan di bank juga sama saja, tidak aman," kata dia.

 

Dengan banyaknya kasus pemindahan uang tabungan ke rekening penipu, juga tidak sedikit adanya campur tangan pegawai bank dengan pelaku kejahatan.

"Sampai detik ini, tidak ada sama sekali yang bertanggung jawab. Perbankan cuci tangan seribu persen," tegasnya.

Dengan kondisi pelik itu, dibutuhkan kecerdasan nasabah mencari bank untuk memenuhi pelayanan tabungan atau semacamnya. Dia menyarankan masyarakat mencari bank yang memberikan informasi seluas-luasnya terkait perbankan.

Masyarakat juga bisa saling memberi informasi tentang pengalaman dalam menyimpan uang atau produk-produk perbankan di bank-bank terpercaya dan bisa juga menggunakan bank BUMD yang aksesnya lebih cepat didapat dari bank lainnya.

"Intinya, penipuan itu terjadi karena minimnya informasi dan pendekatan perbankan dengan nasabah. Sekarang tinggal masyarakat sendiri yang bisa memilah mana bank yang aman dan nyaman untuk transaksi keuangan," pungkasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews