Singapura Eksekusi Terpidana Mati Kasus Narkotika

Singapura Eksekusi Terpidana Mati Kasus Narkotika

Ilustrasi. (Foto: ist)

Singapura - Seorang pengedar narkoba di Singapura dieksekusi mati. Hukuman mati ini, merupakan pertama yang dilakukan negara itu sejak 2019.

Banding dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok hak asasi manusia lokal dan internasional agar terdakwa diberikan amnesti tidak digubris oleh pemerintah Singapura.

Kelompok aktivis khawatir tentang gelombang hukuman mati dan setelah seorang pria Malaysia yang cacat mental juga gagal dalam banding terakhirnya untuk hukuman mati baru-baru ini.

Menurut Kirsten Han, seorang aktivis terkemuka Singapura yang menentang hukuman mati, Abdul Kahar Othman, 68, yang divonis hukuman mati pada tahun 2015, menjalani hukuman pada Rabu (30/3/2022).

"Beristirahatlah dengan tenang. Kita semua seharusnya malu dengan apa yang telah dilakukan pemerintah kepada kita hari ini," katanya melalui Twitter, dilansir Berita Harian mengutip AFP.

Seorang anggota kelompok pendukung untuk keluarga yang dijatuhi hukuman mati di Singapura mengkonfirmasi kepada AFP bahwa hukuman mati telah dilakukan.

Dia menolak untuk disebutkan namanya, mengatakan bahwa pihaknya sedang menunggu mayat untuk dimakamkan di salah satu pemakaman Islam di republik.

Sementara itu, pihak berwenang Singapura belum memberikan konfirmasi apa pun hingga saat ini.

Menurut Layanan Penjara Singapura, pada tahun 2019, republik melakukan hukuman mati pada empat pelanggar.

Singapura memiliki beberapa undang-undang terkait narkoba yang paling ketat di dunia, tetapi menghadapi tekanan dari kelompok hak asasi manusia untuk menghapuskan hukuman mati.

Pihak berwenang, bagaimanapun, bersikeras bahwa hukuman mati tetap menjadi pencegah yang efektif untuk perdagangan narkoba, sehingga membantu menjaga Singapura sebagai salah satu tempat teraman di Asia.

Menurut Transformative Justice Collective, sebuah kelompok Singapura yang berkampanye menentang hukuman mati, Abdul Kahar dihukum karena perdagangan heroin pada 2013 dan dijatuhi hukuman mati dua tahun kemudian.

Menurut kelompok itu, Abdul Kahar pertama kali dimasukkan ke penjara pada usia 18 tahun dan menghabiskan sisa hidupnya pergi ke dan dari penjara karena pelanggaran terkait narkoba.

Kantor hak asasi manusia PBB kemarin mendesak pihak berwenang untuk tidak melanjutkan hukuman gantung, tetapi diabaikan.

"Kami khawatir tentang lonjakan hukuman tahun ini," katanya melalui Twitter.

Sebelumnya, Nagaentran K Dharmalingam, seorang warga Malaysia cacat mental yang dihukum karena penyelundupan heroin, akan menghadapi hukuman mati dalam waktu dekat setelah gagal dalam banding terakhirnya.

Selain itu, tiga pria lain yang dijatuhi hukuman mati karena pelanggaran narkoba juga ditolak banding mereka pada awal Maret. 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews