Kemenhub Tepis Hikmahanto soal 'RI Dikecoh Singapura': Kritik Harus Akurat

Kemenhub Tepis Hikmahanto soal

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati (Dok Kemenhub)

Jakarta, Batamnews - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menepis penilaian Guru Besar UI, Prof Hikmahanto Juwana, soal Indonesia dikecoh Singapura dalam perjanjian ruang udara atau FIR. Kemenhub mengatakan kritik dan saran terkait perjanjian ruang udara Indonesia dan Singapura harus berdasar.

"Terkait dengan komentar Prof Hikmahanto bahwa area di bawah ketinggian 37 ribu kaki didelegasikan ke Singapura hal ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan salah persepsi. Faktanya hanya 29% saja wilayah tersebut yang didelegasikan kepada operator navigasi Singapura, yakni area yang berada di sekitar Bandara Changi," kata Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, dalam keterangannya, Senin (31/1/2022).

Baca juga: Profesor UI: Singapura Cerdik, Kecoh Indonesia soal MoU Ruang Udara

"Dan hal ini harus dilakukan karena pertimbangan keselamatan penerbangan. Bahkan di 29% area yang didelegasikan tersebut, terdapat wilayah yang tetap dilayani oleh AirNav Indonesia untuk keperluan penerbangan di Bandara Batam dan Tanjung Pinang," tegasnya.

Adita Irawati juga menyampaikan bahwa Indonesia juga mengelola pelayanan navigasi penerbangan pada wilayah negara lain, seperti di Christmast Island dan Timor Leste.

"Pemerintah sangat terbuka terhadap masukan, saran, bahkan kritik terkait FIR. Namun tentunya kami berharap bahwa saran hingga kritik yang disampaikan harus didasari oleh informasi yang benar, analisa komprehensif dan akurat. Apalagi pemerintah berkepentingan untuk menjaga aspek keselamatan penerbangan dan compliance ke standar internasional yang selama ini selalu menjadi prioritas utama dan telah terbukti berhasil membawa Indonesia lepas dari daftar hitam penerbangan di Uni Eropa dan Amerika," ujarnya.

Perjanjian ruang udara Indonesia dan Singapura, kata Adita, merupakan hasil negosiasi dengan yang panjang dan tak mudah. Kemenhub mengingatkan seluruh pihak mendukung perjanjian ruang udara Indonesia dan Singapura.

"Kami sangat berharap semua pihak dapat bersama-sama mendukung upaya perjuangan sampai MoU ini efektif dan bisa kita rasakan manfaatnya sebagai bangsa yang berdaulat," imbuhnya.

Berikut pernyataan lengkap Juru Bicara Kemehub, Adita Irawati, menanggapi Hikmahanto Juwana:

1. Pengaturan atas sebagian wilayah ruang udara Indonesia oleh negara lain (dalam hal ini Inggris yang kemudian dilanjutkan Singapura), sudah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka. Ketika Indonesia mendapat pengakuan sebagai negara kepulauan, maka Indonesia terus melakukan berbagai upaya dan negosiasi untuk melakukan penyesuaian FIR. Upaya serius mulai dilakukan sejak dekade 90-an dan kian intens dikerjakan dalam setengah dasawarsa terakhir. Dengan berhasil ditandatanganinya MoU antara Indonesia (RI) dan Singapura (SIN) pada 25 Januari 2022, kita seharusnya patut bersyukur bahwa 249.595 km2 teritori Indonesia yang selama ini masuk ke FIR negara lain (Singapura), akan diakui secara internasional sebagai bagian dari FIR Indonesia.

Baca juga: Singapura Kecoh RI soal FIR, Legislator PD Desak Dokumen Kesepakatan Dibuka

Apalagi, upaya negosiasi yang dilakukan sudah berbasis pemikiran mendalam baik dari sudut pandang nasional maupun internasional, yang diiringi strategi matang dengan target yang terukur untuk kepentingan Indonesia.

2. Perjanjian Realignment FIR harus dipahami dari aspek nasional sekaligus internasional yang tidak dapat dipisahkan. Pengamatan komprehensif ini menjadi kunci, khususnya saat kita masuk dalam hal-hal teknis mengenai keselamatan dan kepatuhan terhadap standar penerbangan internasional, termasuk best practice secara internasional. Hasil perundingan penyesuaian ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna antara RI-SIN merupakan hasil yang maksimal dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip hubungan luar negeri yang harmonis dan saling menguntungkan, khususnya dengan negara tetangga; dan tentu saja manfaat yang lebih besar untuk RI.

3. Hasil yang diraih saat ini, merupakan bukti kesiapan aspek teknis operasional layanan navigasi baik peralatan, SDM dan prosedur yang dilakukan pemerintah. Ada banyak catatan di publik yang menunjukkan upaya pemerintah dalam menyiapkan aspek teknis operasional, termasuk beragam publikasi dan apresiasi internasional atas kerja nyata tersebut.

 

4. Sebagai informasi, sebelumnya seluruh pesawat udara yang terbang pada ruang udara di atas Kep. Riau dan Natuna harus mendapatkan clearance dari otoritas penerbangan Singapura. Apabila tidak segera diselesaikan, maka hal ini akan terus berlanjut dengan kerugian dari semua aspek bagi Indonesia. Karena itu, MOU RI-SIN tentang FIR Realignment telah membuka keuntungan lebih besar yang akan diperoleh RI dengan pengendalian ruang udara di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna baik aspek pengakuan ruang udara, keselamatan penerbangan, dukungan kerahasiaan dan keamanan kegiatan Pemerintah (TNI, Polri, Bea Cukai, dll) sekaligus memberikan manfaat dari sisi pemasukan negara dari biaya jasa pelayanan navigasi penerbangan untuk.

5. Terkait dengan komentar Prof Hikmahanto bahwa area di bawah ketinggian 37 ribu kaki didelegasikan ke Singapura hal ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan salah persepsi. Faktanya hanya 29% saja wilayah tersebut yang didelegasikan kepada operator navigasi Singapura, yakni area yang berada di sekitar bandara Changi. Dan hal ini harus dilakukan karena pertimbangan keselamatan penerbangan. Bahkan di 29% area yang didelegasikan tersebut, terdapat wilayah yang tetap dilayani oleh AirNav Indonesia untuk keperluan penerbangan di Bandara Batam dan Tanjung Pinang. Perlu diketahui bahwa Indonesia juga mengelola pelayanan navigasi penerbangan pada wilayah negara lain (Christmas Island, dan Timor Leste).

6. Pemerintah sangat terbuka terhadap masukan, saran, bahkan kritik terkait FIR. Namun tentunya kami berharap bahwa saran hingga kritik yang disampaikan harus didasari oleh informasi yang benar, analisa komprehensif dan akurat. Apalagi pemerintah berkepentingan untuk menjaga aspek keselamatan penerbangan dan compliance ke standar internasional yang selama ini selalu menjadi prioritas utama dan telah terbukti berhasil membawa Indonesia lepas dari daftar hitam penerbangan di Uni Eropa dan Amerika.

7. Jalan negosiasi untuk menyesuaikan FIR ini bukanlah jalan mudah dan pendek. Namun kecintaan akan Merah Putih dan kebanggaan akan tanah air Indonesia adalah motivasi utama seluruh pihak yang terlibat dalam negosiasi ini. Kami sangat berharap semua pihak dapat bersama-sama mendukung upaya perjuangan sampai MoU ini efektif dan bisa kita rasakan manfaatnya sebagai bangsa yang berdaulat.
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews