Sosok di Balik Pelaku Dugaan Korupsi Pesawat ATR Garuda Indonesia

Sosok di Balik Pelaku Dugaan Korupsi Pesawat ATR Garuda Indonesia

Garuda Indonesia

Jakarta, Batamnews - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir melaporkan dugaan kasus korupsi PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) ke Kejaksaan Agung, Jakarta. Dugaan korupsi ini terindikasi dari pengadaan pesawat jenis ATR dilakukan Garuda Indonesia.

Erick Thohir menjelaskan, dalam proses pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 lising dari Garuda Indonesia, ada indikasi dengan merek yang berbeda-beda. Ini terungkap dari hasil audit investigasi yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Baca juga: Erick Thohir Jabarkan Penyebab Sebenarnya Garuda Indonesia Bangkrut

Lantas siapa sosok di balik pengadaan pesawat jenis ATR tersebut?

Jaksa Agung, ST Burhanuddin menjelaskan, pengadaan pesawat ATR 72-600 lewat leasing sebetulnya merupakan pengembangan kasus lama. Ini terjadi pada zaman eks Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.

"Untuk ATR 72-600 ini zaman ES, dan ES sekarang masih ada di dalam tahanan. Zaman dirutnya adalah ES," katanya dalam konferensi pers, Selasa (11/1/2022).

Dia menyebutkan, pihaknya memang tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pembelian pesawat di PT Garuda Indonesia. Setelah mendapat laporan dari Erick, kasus tersebut akan didalami lebih lanjut.

"Yang kedua adalah laporan Garuda Indonesia untuk pembelian ATR 72-600, dan juga ini adalah utamanya kami mendukung kementerian BUMN dalam rangka bersih-bersih," kata Burhanuddin kepada wartawan, Selasa (11/1/2022).

Baca juga: Penyebab Utang Garuda Indonesia Terus Menggunung

Dia menyebutkan, pembahasan dengan Erick Thohir dilakukan sebagai bentuk dukungan aparat penegak hukum untuk membuat BUMN menjadi lebih bersih dan baik. Burhanuddin meyakinkan, pihaknya bakal terus mendukung kebijakan Erick Thohir dalam rangka melakukan bersih-bersih perusahaan pelat merah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi.

Namun demikian, hingga saat ini belum diketahui lebih lanjut mengenai pokok perkara yang dilaporkan dan kini diselidiki oleh Kejaksaan Agung.

"Kalau pengembangan (perkara) pasti. Dan InsyaAllah tidak akan berhenti di sini," jelasnya

Selanjutnya: Emirsyah Satar Pidana Penjara 12 Tahun...

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar pidana penjara 12 tahun denda Rp10 miliar subsider 8 bulan kurungan. Tuntutan itu diberikan JPU setelah Emirsyah Satar dinilai menerima suap terkait pengadaan sejumlah pesawat di Garuda Indonesia.

"Agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memutuskan terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Jaksa Ariawan saat membacakan tuntutan, Kamis (23/4/2022).

Baca juga: Bangkrut, Kerugian Garuda Indonesia Terbesar dalam Sejarah

Selain menjatuhkan pidana penjara, jaksa juga menuntut Emirsyah membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Uang pengganti harus dibayar Emir selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. 

Jika dalam jangka waktu tersebut Emirsyah tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Baca juga: Garuda Indonesia Makin Melorot di Ajang Maskapai Terbaik Dunia

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 5 tahun," kata Jaksa.

Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa menilai hal yang memberatkan, yakni Emirsyah Satar tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Emir juga tak mengakui perbuatannya.

Selanjutnya: Dakwaan Jaksa...

 

Dalam dakwaan jaksa, Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar didakwa menerima suap dari Soetikno Soedarjo, pemilik PT Mugi Rekso Abadi sebesar Rp5,8 miliar, USD 884.200, EUR 1 juta, SGD 1 juta. Penerimaan suap terkait pengadaan sejumlah pesawat di Garuda Indonesia.

Disebutkan bahwa pengadaan barang di Garuda Indonesia oleh Emirsyah Satar hingga berbuntut penerimaan suap yakni; total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Trent 700; pengadaan pesawat Airbus A330-300/ 200; pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; pengadaan pesawat Bombardier CRJ1.000; dan pengadaan pesawat ATR 72-600.

Penerimaan pertama, berasal dari Rolls-Royce melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International. Perusahaan tersebut milik Soetikno.

Pihak Rolls-Royce mendekati Emirsyah Satar melalui Soetikno untuk menawarkan perawatan mesin dengan metode TCP untuk pesawat maskapai pelat merah itu. Peran Soetikno digunakan sebab dia merupakan penasihat bisnis bagi perusahaan asal Inggris tersebut.

Baca juga: Komisaris Garuda, Peter F Gontha Minta Pembayaran Gajinya Dihentikan

Dalam proses pendekatan tersebut, Soetikno cukup aktif melobi Emirsyah agar Garuda Indonesia mau menggunakan perawatan mesin Rolls-Royce dengan metode TCP.

Setelah beberapa kali pembahasan, kesepakatan kontrak pun tercapai. Dokumen total care agreement (TCA) kemudian ditandatangani pada 29 Oktober 2008 untuk 15 unit mesin RR Trent 700 pada 6 unit pesawat Airbus A330-300 milik PT Garuda Indonesia.

Dari kontrak itu, Emirsyah menerima USD 500 ribu yang dikirim oleh Soetikno ke rekening Woodlake International Ltd, perusahaan Emirsyah di Singapura.

Mantan petinggi Matahari Mall itu kembali menerima uang sejumlah USD 180 ribu atas kontrak TCP untuk 4 unit pesawat Airbus A330, antara Garuda Indonesia dengan Rolls Royce.

"Bahwa akibat intervensi dari Emirsyah Satar yang mengarahkan penggunaan metode TCP untuk perawatan mesin RR Trent 700 atas 6 unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 serta 4 unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan ILFC, Emirsyah Satar memperoleh uang sejumlah USD 680 ribu," kata jaksa KPK.

Penerimaan kedua berasal dari komisi pembelian pesawat Airbus A330. Emirsyah menerima komisi sebesar EUR 1 juta. Uang ditransfer ke rekening Woodlake International Ltd. Kemudian, penerimaan ketiga oleh Emirsyah berasal dari pembelian 21 unit pesawat Airbus A320 Family. Pesawat itu kemudian diperuntukan untuk PT Citilink Indonesia yang menginginkan pesawat dengan single aisle.

"Fee tersebut diterima Emirsyah Satar dalam bentuk pelunasan pembayaran 1 unit rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK No.7-8 berikut biaya pajak dengan jumlah keseluruhan Rp5,7 miliar," ucap jaksa.

Emirsyah juga disebut menerima fee terkait pengadaan pesawat 6 unit pesawat CRJ 1.000NG dari Bombardier. Fee kemudian diberikan Soetikno kepada Emirsyah dalam bentuk investasi sejumlah USD 200 ribu melalui HMI dan Summervile Pasific Inc di Mcquaire Group Inc.

Kemudian, Emirsyah menerima komisi atas pengadaan pesawat jenis ATR 72 seri 600, senilai SGD 6.470 dan SGD 975. Selain itu ia juga menerima fasilitas dari Soetikno untuk menginap di vila di Bali senilai Rp70 juta, jamuan makan malam di Four Season Hotel, dan penyewaan jet pribadi Bali ke Jakarta senilai USD 4.200.

Selain itu, Satar telah melakukan pencucian uang yang didapat dari hasil tindak pidana korupsinya. Hal itu dilakukan dengan cara mentransfer sebagian hasil korupsi tersebut, menggunakan rekening atas nama Woodlake International di UBS Singapura, untuk dikirim ke rekening Mia Badilla Suhodo. Adapun uang yang dikirim Satar senilai SGD 480 ribu.

Selain mentransfer, Satar juga menitipkan uang sejumlah USD 1,4 juta di rekening Soetikno Soedardjo di Standard Chartered Bank. Dia juga mempergunakan uang itu untuk melunaskan utang kredit di UOB Indonesia.

Satar juga mempergunakan uang tersebut untuk merenovasi kediaman mertuanya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Untuk merenovasi rumah itu, Satar mentransfer uangnya kepada beberapa pihak.

Tak hanya itu, Satar juga menggunakan uang tersebut untuk membayar satu unit apartemen unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne, Australia, sebesar 805.000 dolar Australia. Dia juga menjaminkan sebuah rumah di kawasan Grogol Utara, Jakarta Selatan, untuk memperoleh kredit dari Bank UOB Indonesia sebesar 804 dolar Amerika Serikat.

Satar juga disebut telah mengalihkan kepemilikan satu unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore, 449306 kepada Innospace Invesment Holding.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews