Dunia Was-was Inflasi Gila-gilaan di China

Dunia Was-was Inflasi Gila-gilaan di China

Dunia Was-was Inflasi Gila-gilaan di China

Jakarta, Batamnews - China kini tengah dilanda berbagai krisis. Tak cuma Covid-19 yang kembali merajalela, negeri itu juga dilanda krisis lain dari properti, harga sayuran hingga panic buying.

Kini biaya barang yang keluar dari pabrik-pabrik China pun melonjak drastis hingga mencetak rekor baru. Biro Statistik Nasional China mengatakan, Indeks Harga Produsen melonjak 13,5% pada Oktober, naik jika dibandingkan dari tahun lalu atau meningkat dari 10,7% pada September.

Menurut Eikon Refinitiv, peningkatan itu termasuk yang tercepat sejak pemerintah China mulai merilis data pada pertengahan 1990-an. Indeks Harga Konsumen China naik 1,5% pada Oktober atau naik dua kali lipat dari bulan sebelumnya dan laju kenaikan tercepat sejak September 2020.

"Kami khawatir tentang peralihan dari harga produsen ke harga konsumen," kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom Pinpoint Asset Management yang berbasis di Hong Kong, dikutip dari CNN, Kamis (11/11/2021).

"Perusahaan berhasil menggunakan persediaan input mereka sebagai penyangga untuk menghindari beban biaya yang lebih tinggi kepada pelanggan mereka sebelumnya, tetapi (sekarang) persediaan mereka telah habis," sambungnya.

Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan China pada pekan lalu mengeluarkan pemberitahuan agar pemerintah daerah mendorong masyarakat 'menimbun' makanan dan kebutuhan sehari-hari karena cuaca buruk, kekurangan energi, dan pembatasan Covid-19 mengancam akan mengganggu pasokan.

Peringatan tiba-tiba itu memicu panic buying di supermarket hingga e-commerce Alibaba. Pihak berwenang mengaitkan kenaikan inflasi konsumen ini dengan melonjaknya biaya sayuran dan gas.

 

Ahli Statistik Senior untuk NBS, Dong Lijuan mengatakan, kenaikan harga sayuran hingga 16% pada Oktober lalu disebabkan karena curah hujan yang tinggi dan naiknya biaya transportasi.

Dia mengatakan, cuaca ekstrem telah merusak tanaman, dan pihak berwenang telah mengakui bahwa biaya transit lintas wilayah dapat meningkat imbas dari pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19 di China.

Harga bensin dan solar, kata Dong, naik lebih dari 30%. Krisis energi yang saat ini melanda berbagai negara juga merupakan kontributor utama kenaikan inflasi harga produsen, karena biaya penambangan dan pemrosesan batubara telah meningkat.

Meningkatnya inflasi China juga memicu kekhawatiran global. Inflasi produsen dengan harga yang melonjak akan mendorong tekanan inflasi global.

Kepala Strategi Valuta Asing untuk Mizuho Bank mengatakan, hal itu terjadi karena mengingat peran China sebagai pabrik dunia dan termasuk dalam rantai pasokan global. Dia memprediksi kondisi tersebut akan terjadi selama musim dingin.

"Inflasi produsen juga mungkin tetap tinggi untuk sementara, kemungkinan sepanjang musim dingin," tuturnya.

Dia menambahkan, harga energi juga dapat terus meningkat. Selain itu, pihaknya memperkirakan inflasi konsumen pun dapat terus merangkak naik.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews