Berjuang Pulang Sekali 5 Tahun, Kisah PMI di Batam Lebaran di Kamar Karantina

Berjuang Pulang Sekali 5 Tahun, Kisah PMI di Batam Lebaran di Kamar Karantina

Aini dan Yati, PMI dari Malaysia saat menghabiskan merayakan Idul Fitri di Rusun BP Batam. (Foto: Margaretha/Batamnews)

Batam, Batamnews - Aini, Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) perempuan yang baru kembali ke Tanah Air dari Malaysia, Selasa (11/5/2021) malam, terlihat duduk di kamar rumah susun milik Badan Pengusahaan (BP) Batam. 

Pagi itu, Aini seharusnya bisa merayakan Idul Fitri 1442 Hijriah bersama anak semata wayangnya di rumah mereka di Sei Harapan. Namun harapan itu pupus karena Aini harus menjalani karantina selama 5 hari. 

Perempuan 46 tahun itu menceritakan moment lebaran ini sudah dinantikannya. Karena sejak 2017 ia tidak pernah pulang kampung ke Batam. Tahun ini, Ia meninggalkan Malaysia untuk selamanya. 

Karena sudah lama tidak ke Indonesia, Aini sempat tidak bisa menggunakan rupiah. Saat itu, Ia ingin membeli mie instan di Kapal, namun tidak dapat membedakan uang nominal Rp5 ribu atau uang nominal rupiah lainnya.

“Kemarin di kapal mau beli mi, sempat tak tahu uang mana yang mau diberikan,” katanya sembari tertawa mengingat kejadian itu.  

Ia mulai bercerita, sejak 2006 sudah mulai berkelana di Malaysia untuk bekerja. Ia akhirnya bekerja cukup lama menjadi buruh pengemas kayu di salah satu kilang di Gemas, Negeri Sembilan, Malaysia mulai tahun 2008 hingga 2021. 

“Kerja lama disana karena tokenya baik,” ujarnya saat ditemui Batamnews, Kamis (13/5/2021). 

Setiap 5 tahun sekali Aini bisa pulang ke Batam, untuk melihat putrinya. Jika bukan karena Covid-19, Aini bisa berkumpul dengan putrinya merayakan lebaran bersama. 

Hal itu yang membuatnya bersedih dan hanya bisa menangis di kamar. “Sedih, lebaran hanya bisa di kamar ini,” ucapnya. 

Pagi tadi putrinya sempat berkunjung, namun hanya untuk memberikan makanan. Mereka bertemu di depan pintu masuk rusun. 

 

Proses serah terima makanan juga dipantau oleh petugas. Aini hanya bisa menerima makanan dari putrinya, Ia juga sudah mewanti-wanti putrinya untuk tidak melakukan sentuhan fisik baik itu berjabat tangan ataupun berpelukan. 

“Mama ga bisa peluk ya, ini cuman bisa ambil makanan aja, begitu saya bilang, makanya kami cuman ketemu sebentar saja,” katanya. 

Selama 15 tahun bekerja di Malaysia, Aini mengaku cukup beruntung karena mendapat bos yang baik. Awal ke Malaysia, Ia sempat ditipu karena ternyata tidak mendapat pekerjaan yang dijanjikan.

Ketika itu, Aini hanya bermodalkan paspor untuk pelancong saja. Beruntung Ia bisa bekerja dengan bantuan bosnya, seperti mengurus permit bekerja.  “Jadi saya bisa bekerja secara resmi di Malaysia,” ujarnya. 

Dengan hasil jerih payahnya itu, Aini bisa membangun rumahnya di Batam, di kawasan Nagoya. Selama bekerja gajinya disimpan, kemudian jika ada waktu, Ia akan pulang ke Batam membeli bahan baku bangunan dan menunjuk tukang untuk membangun rumahnya. 

Perjuangan menjadi PMI di Malaysia juga tidak selalu berjalan mulus, Aini mengaku pernah pulang ke Batam melalui jalur tikus. Ia tidak mengingat dengan jelas lokasi pelabuhan tempat mereka bertolak dari Malaysia. 

Ia hanya mengingat, saat itu gelap dan begitu tiba di Batam, mereka langsung disuruh masuk ke dalam bus untuk menuju rumah  masing-masing.

“Pokoknya itu buat takutlah, saya tak mau pulang dengan cara begitu lagi, itu antara hidup dan mati,” kata dia. 

 

Saat ini, Aini memang sudah tidak berniat lagi bekerja di Malaysia. Suaminya yang sedang berada di Kalimantan tidak mengizinkan lagi dirinya bekerja di Malaysia.  “Besok, tanggal 17 suami saya ke sini (Batam), jadi bisa kumpul lagi,” katanya.

Di kamar Rusun itu, Aini tidak sendiri, Ia bersama dengan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang juga warga Batam, Yati. Mereka bertemu ketika di Kapal saat bertolak dari Malaysia. 

Yati juga sempat menjadi PMI, namun setelah itu Ia menikah dengan Warga Negara Malaysia. Pada saat lebaran ini, Ia memang sengaja pulang ke Batam untuk bertemu dengan anak dan cucunya. 

Berniat ingin memberikan kejutan, Yati malah tertahan di tempat karantina. Ia tidak tahu jika ada aturan yang mewajibkan mereka harus dikarantina selama 5 hari.

“Saya hanya tahu, kalau sampai di Batam tunjuk surat negatif Covid-19 bisa langsung pulang ke rumah, rupanya sampai sini harus karantina,” ujarnya. 

Ia mengaku kepulangannya ke Batam sudah direncanakannya sebulan lalu. Bagi mereka yang ingin pulang ke Indonesia wajib mendaftar dulu di website. 

Setelah itu, mereka akan diberikan jadwal oleh pihak Konsulat Indonesia di Johor. Dengan berbekal surat jalan dari Konsulat, mereka diperbolehkan untuk keluar dari Malaysia.

“Walaupun belum ketemu anak cucu, saya merasa senang sudah sampai Batam, tunggu beberapa hari lagi nanti pasti bisa ketemu,” katanya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews