Bawaslu Bintan Awasi Apri Sujadi-Roby Kurniawan

Bawaslu Bintan Awasi Apri Sujadi-Roby Kurniawan

Ketua Bawaslu Bintan, Febriadinata (Foto:Ary/Batamnews)

Bintan - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bintan, akan selalu mengawasi proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Terutama bagi pasangan petahana, Apri Sujadi-Roby Kurniawan (Apri-Roby) yang secara resmi telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bintan.

Pengawasan-pengawasan yang akan dilakukan Bawaslu Bintan tak hanya saat pendaftaran saja, tapi melainkan juga hingga ke masa kampanye, pemilihan hingga penghitungan suara.

Ketua Bawaslu Bintan, Febriadinata mengatakan, Apri Sujadi yang merupakan calon bupati dari petahana wajib cuti selama 71 hari masa kampanye. Namun sebelum kampanye, Apri terlebih dahulu harus menyerahkan surat ijin cuti tersebut.

"Petahana yang tidak menyerahkan surat ijin cuti sampai dengan waktu yang ditentukan akan dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon di pilkada ini," ujar Febri kepada Batamnews, kemarin.

Selain wajib sertakan surat ijin cuti, cabup petahana juga dilarang keras menggunakan fasilitas pemerintah atau negara yang dibiayai oleh APBN maupun APBD selama masa kampaye. Seperti kendaraan dinas, gedung, kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah, radio daerah, telekomunikasi milik pemda dan sebagainya.

Apabila nantinya cabup petahana kedapatan menggunakan fasilitas negara atau daerah pada saat kampanye, Bawaslu Bintan tidak akan tinggal diam melainkan akan memprosesnya. Sebab itu merupakan pelanggaran dan bisa dikenakan sanksi pidana.

"Jika melanggar sesuai Pasal 187 ayat 3 Undang-undang Nomor 1 tahun 2015. Dimana, setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye pemilihan bupati/wali kota sebagaimana maksud dalam pasal 69 huruf (g), huruf (h), huruf (i) dan huruf (j) dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan atau denda paling sedikit Rp 100.000 dan paling banyak Rp 1.000.000," jelasnya.

Cabup petahan juga dilarang keras melakukan mutasi tanpa mengantongi izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sesuai SE Mendagri Nomor 273/487/SJ tertanggal 21 Januari 2020.

Mutasi juga diatur dalam amanat Pasal 71 UU 10/2016 disebutkan pergantian jabatan bisa dilakukan dengan persetujuan resmi dari Kemendagri. Jika ada yang melanggar maka akan dikenakan sanski administrasi dan pidana.

Adapun sanksi adsministrasi jika gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau kabupaten/kota.

Kemudian untuk sanksi pidananya dijerat dengan Pasal 188 berbunyi: setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp 6.000.000.

"Kalau Kemendagri perbolehkan ya silahkan. Tapi kalau petahana melakukan penggantian jabatan tanpa ijin Mendagri maka akan dikenai sanksi pidana Pasal 188," pungkasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews