Polemik Naiknya Gaji Guru Honorer

Polemik Naiknya Gaji Guru Honorer

Guru. (Foto: Ilustrasi)

Pemerintah mengubah Penyaluran Dana BOS mulai 2020 dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) langsung ke Rekening Sekolah. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memangkas birokrasi, sehingga sekolah dapat lebih cepat menerima dan menggunakan Dana BOS tersebut untuk operasional di sekolah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, mengatakan penggunaan dana BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Selain itu, sekolah melalui Kepala Sekolah bisa menggunakan 50 persen dana BOS untuk membayar gaji guru honorer yang selama ini banyak dikeluhkan.

"Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan. Porsinya hingga 50 persen," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (10/2/2020).

Penyaluran Dana BOS dilakukan dalam 3 tahap yang semula dilakukan triwulanan. Tahapan penyaluran berubah dari sebelumnya 20 persen, 40 persen, 20 persen, 20 persen menjadi 30 persen, 40 persen, 30 persen dan mulai disalurkan paling cepat bulan Januari sesuai kesiapan masing-masing sekolah.

"Perubahan tahapan dan persentase penyaluran tersebut menjadi 70 persen di semester satu dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas bagi sekolah, dalam rangka mendukung konsep Merdeka Belajar," jelas Menteri Nadiem.

Kebijakan yang diluncurkan Nadiem tersebut, berbeda dengan kebijakan Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy, yang mengusulkan agar guru honorer digaji dari Dana Alokasi Umum (DAU).

Nadiem menambahkan hak kepala sekolah untuk menggunakan dana BOS tersebut. Angka 50 persen untuk gaji honorer tersebut merupakan angka maksimum. "Kalau bicara kualitas, kita kembalikan lagi apa itu definisi dari kualitas? Misalnya di daerah tertinggal dan mayoritas gurunya guru honorer, maka apa definisinya kalau bukan kesejahteraan dan keamanan guru honorer tersebut," terang Nadiem.

Nadiem menegaskan dengan gaji guru honorer yang minim tersebut, maka tidak akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran. Dalam hal itu, kepala sekolah yang lebih tahu kondisi sekolahnya dan mana prioritas penggunaan dana BOS tersebut.


Dana BOS meningkat

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan mulai tahun 2020 penyaluran dana BOS mencapai Rp54,32 triliun atau meningkat 6,03 persen dari tahun 2019 yang mencapai Rp49 triliun.

"Dengan peningkatan dana BOS ini maka dana yang disalurkan ke anak sekolah juga meningkat. Dana ini akan langsung ke transfer atau dikirim ke rekening sekolah masih-masing," terang Sri Mulyani.

Dengan peningkatan alokasi anggaran tersebut, maka satuan BOS per satu peserta didik untuk jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) mengalami peningkatan sebesar Rp100.000 per peserta didik.

Untuk SD yang sebelumnya Rp800.000 per siswa per tahun, sekarang menjadi Rp900.000 per siswa per tahun. Begitu juga untuk SMP dan SMA masing-masing naik menjadi Rp1.100.000 dan Rp1.500.000 per siswa per tahun. Untuk SMK yang sebelumnya Rp1.400.000 menjadi Rp1.600.000 per siswa. SMK dengan kekhususan atau pendidikan khusus sebesar Rp2.000.000 per siswa.


Gaji Guru Honorer Harusnya Bukan dari Dana BOS

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan, gaji guru honorer seharusnya bukan berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melainkan dari pos anggaran lainnya.

"Kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim ini serba kontradiktif. Sebelumnya pemerintah mengatakan akan mengangkat guru honorer menjadi PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tapi sekarang malah digaji dari dana BOS," ujar Ubaid dikutip dari Antara Jakarta, Senin (10/2).

Selain itu, dana BOS sangat mepet untuk operasional sekolah. Menurut dia, seharusnya guru honorer digaji dari dana yang berasal dari pos lainnya. "Gaji guru honorer harus dari pos yang lebih strategis, karena yang dialami guru honorer adalah statusnya yang tidak jelas," kata dia lagi.

 

Potensi Guru Honorer Bodong

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian meminta pemerintah untuk melakukan pencegahan agar dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak disalahgunakan dengan adanya guru honorer bodong.

"Pada dasarnya, saya mendukung dengan kenaikan batas maksimum penggunaan dana BOS hingga 50 persen, untuk gaji guru honorer. Namun harus ada mekanisme pencegahan agar hal tersebut tidak disalahgunakan, misalnya dengan adanya honorer bodong," ujar Hetifah di Jakarta, Senin.

Pada tahun sebelumnya, dana BOS hanya boleh digunakan maksimum 15 persen (untuk sekolah negeri) dan maksimum 30 persen (untuk sekolah swasta) untuk gaji guru honorer. Namun mulai tahun ini, pemerintah memberikan keleluasaan hingga 50 persen untuk gaji guru honorer.

Dia menambahkan keleluasaan tersebut, membuat sekolah lebih fleksibel dalam membelanjakan anggaran sesuai kebutuhannya, termasuk juga jika kebutuhannya tersebut adalah tambahan tenaga pengajar honorer.

"Transparansi harus dikedepankan, data penggunaan harus ditayangkan sehingga siswa, orang tua murid, dan masyarakat bisa memantau. Kemudian sediakan layanan yang bisa dihubungi jika ada penyalahgunaan dana BOS," terang dia.

Selain itu, menurut dia, keleluasaan itu juga jangan sampai membuat manajemen guru tidak efektif. Misalnya jika sebenarnya cukup dengan guru PNS, namun karena adanya ketersediaan dana diadakan guru honorer.

Hetifah meminta pemerintah mengantisipasi hal yang tidak diinginkan dan disiapkan solusinya. "Jangan pula sampai menomorduakan hal-hal yang lebih prioritas, misalnya pembangunan sarana dan prasarana," imbuh dia.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews