Polemik Penutupan Lokalisasi Prostitusi Terbesar di Kota Madani Batam

Polemik Penutupan Lokalisasi Prostitusi Terbesar di Kota Madani Batam

Sebuah cafe remang-remang di lokalisasi Sintai (Foto: Batamnews)

Batam - Kota Batam yang memiliki julukan Kota Madani ternyata memiliki lokasi prostitusi terbesar yang tersembunyi. Diperkiraan sekitar 1000 pekerja seks komersial beroperasi di Pusat Rehabilitasi Sosial Non Panti Telukpandan, Tanjunguncang, Batuaji, Batam, Kepulauan tersebut.

Kondisi ini cukup miris. Apalagi di Tanjunguncang juga terdapat lokasi Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah yang diklaim sebagai yang terbesar di Sumatera, mampu menampung puluhan ribuah jemaah.

Di lokalisasi prostitusi yang dahulunya panti rehabilitasi itu dua anak di bawah umur diperjualbelikan sebagai pelacur pada pekan lalu. 

Kota Batam selain dikenal sebagai kota industri, juga dikenal sebagai "Bandar Madani" yang artinya "Bandar" adalah kota sedangkan "Madani" adalah beradab dan visi Kota Batam itu sendiri adalah "Terwujudnya Kota Batam Sebagai Bandar Dunia Madani Yang Modern", visi sebagai Kota Batam sebagai Kota Madani bukan hanya sebagai julukan semata, pembangunan social dan keagamaannya di Batam juga cukup baik, meski mereka bukan daerah khusus daerah syariat Islam seperti di Aceh, tapi masyarakat melayu yang merupakan penduduk asli di kepulauan ini cukup religius.

Pemko Batam pun mengaplikasikan visi dan misi itu dalam berbagai momen dan kesempatan. Bahkan ikon-ikon tulisan Madani pun dipasang di setiap tempat. Mulai dari bundaran hingga jembatan.

Romo Paschal pun mendukung tutupnya lokasi tersebut. Rohaniawan yang aktif mengadvokasi korban trafficking itu berharap Wali Kota Batam segera menutup tempat maksiat tersebut. 

"Sintai itu tempat rehabilitasi non panti atau lokalisasi pelacuran yang dilegalkan," ujar Romo Paschal kepada Batamnews.

Lokasi ini sudah menjadi legend di Kota Batam sebagai pusat prostitusi kelas wahid. Perempuan-perempuan seks komersial dipasok dari berbagai daerah. Didominasi dari Jawa Barat.

Mereka sengaja didatangkan dari luar Batam oleh para mucikari. Kawasan ini sudah jauh dari peruntukan semula. Pemko Batam awalnya menjadikan lokasi tersebut sebagai Pusat Rehabilitasi Sosial non Panti. 

Jadi, setiap PSK yang sudah tobat, dibina dan dilatih keterampilan di sana sebelum dipulangkan atau dikembalikan ke masyarakat.

Alih-alih dibina, ternyata lokasi tersebut justru berkembang dan dikenal sebagai lokasi prostitusi. Akvitis anti-trafficking Rohaniawan Crisanctus Paschal Saturnus mengaku miris dengan lokasi tersebut.

Di lokasi tersebut sudah berkali-kali terjadi perdagangan manusia untuk dijadikan pemuas nafsu syahwat lelaki hidung belang. Namun belum ada tindakan apapun dari pemerintah setempat untuk menutup.

Menurut Romo Paschal, jika merujuk pada Perda Kota Batam nomor 6 Tahun 2002, pasal 8 (ayat 2c) seharusnya lokalisasi Sintai wajib ditutup.

Wali Kota Batam, HM Rudi menanggapi ringan terkait lokalisasi tersebut. Rudi justru mengatakan, lokasi tersebut memang ilegal.

“Apa yang mau ditutup? Izinnya tidak ada,” ujar Rudi menanggapi kasus yang terjadi di lokalisasi Sintai tersebut.

Justru Rudi merasa heran, lokasi yang seharusnya jadi panti rehabilitasi itu kini menjadi tempat prostitusi terbesar di Batam.

“Kan panti rehabilitasi, kenapa jadi prostitusi?” tanya Rudi.

Sebelumnya Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Aman meminta Pemerintah Kota Batam agar menutup lokasi ini.  “Dari dulu memang sudah kami minta agar kawasan tersebut ditertibkan,” ujar Aman, Sabtu (11/1/2020). 

Sebelumnya dua gadis belia usia 15 tahun diamankan dari sebuah bar di kawasan ini Selasa (7/1/2020) lalu oleh polisi. Ini bukan hal pertama terjadi.

Kedua gadis belia asal Depok, Jawa Barat itu diketahui berinisial L (15) dan A (15). Mereka dijadikan sebagai wanita penghibur sekaligus pekerja seks di Kawasan Sintai yang berisi bar-bar tempat hiburan malam.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews