China Sebut AS Berbohong Soal Xinjiang dan Tibet

China Sebut AS Berbohong Soal Xinjiang dan Tibet

Geng Shuang. (Foto: fmprc.gov.cn)

Kementerian Luar Negeri China mengatakan Amerika Serikat berbohong tentang kebijakan China terhadap wilayah Xinjiang dan otonomi Tibet. China juga menegaskan menentang keras kebohongan AS itu.

"Dengan mengabaikan kebenaran dan mengulang-ulang kebohongan, AS sudah kehilangan moral, kredibilitas, dan reputasinya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang, seperti dilansir laman China Daily, Senin (30/12/2019).

Geng menyampaikan pernyataan keras itu dalam jumpa pers harian setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo Sabtu lalu menulis kicauan di Twitter yang menyerang kebijakan China di Tibet dan Xinjiang. Kementerian Luar Negeri AS juga kemudian mencuit kicauan yang sama di hari yang sama.

"Fakta soal adanya stabilitas politik, ekonomi, pembangunan, persatuan etnis dan harmoni sosial di Xinjiang dan Tibet adalah bantahan paling kuat terhadap fitnah AS," kata Geng.

 

24.000 Masjid di Xinjiang

Menurut Geng, Xinjiang saat ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik, harmoni sosial, dan stabilitas, begitu juga dengan harmoni agama. Kehidupan masyarakat Xinjiang mengalami perbaikan dan budaya juga berkembang, kata dia.

Populasi etnis Uighur di Xinjiang kini meningkat menjadi 11.65 juta atau mencapai 46 persen dari keseluruhan penduduk.

Saat ini ada 24.000 masjid di Xinjiang dan itu artinya ada satu masjid untuk setiap 530 warga muslim di sana, kata Geng.

Menanggapi situasi di Tibet, Geng mengatakan, sejak pembebasan secara damai pada 1951, Tibet mengalami pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial, serta kebudayaan tradisional juga dilindungi dan didukung.

Di Tibet saat ini ada 1.700 lokasi kegiatan keagamaan dan 46 ribu biksu serta biarawati. Setiap tahun ada satu juta peziarah ke Ibu Kota Lhasa.

 

AS Mencampuri Urusan Domestik Negara Lain

Geng menegaskan, daripada mencampuri urusan domestik negara lain, AS harusnya memikirkan urusannya sendiri dan fokus menyelesaikan masalah rutinnya. Geng mengutip laporan kantor berita the Associated Press tentang data statistik penembakan massal di Negeri Paman Sam.

Dalam laporan yang dipublikasikan Sabtu lalu di katakan, saat ini ada lebih banyak penembakan massal terjadi di AS dibanding di era 1970-an.

Pada 2019 ada 41 kali pembunuhan massal, yaitu ketika empat atau lebih orang terbunuh, kecuali pelaku. Di 2019 juga ada 33 penembakan massal yang menyebabkan 210 orang tewas.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews