Predator Anak asal Mojokerto yang Pertama Dihukum Kebiri Kimia di Indonesia

Predator Anak asal Mojokerto yang Pertama Dihukum Kebiri Kimia di Indonesia

Aris saat diwawancara wartawan di Lapas Klas IIB Mojokerto

Sidoarjo - Mojokerto mengukir sejarah baru di bidang penegakan hukum. Yakni adanya predator anak yang dihukum kebiri kimia. Vonis kebiri kimia ini menjadi yang pertama di Indonesia.

Sejarah baru penegakan hukum di Indonesia ini diukir Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada 2 Mei 2019. Saat itu majelis hakim menghukum Muhammad Aris (20) dengan 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, serta pidana tambahan kebiri kimia.

Karena tukang las asal Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini telah memerkosa 9 anak dalam kurun waktu 2015-Oktokber 2018. Vonis majelis hakim PN Mojokerto ini dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 18 Juli 2019.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto Erhammudin mengatakan, kejahatan yang dilakukan Aris tergolong sangat serius. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, 9 korban rata-rata masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).

Menurut dia, predator anak ini memilih korbannya secara acak dengan keliling perumahan dan sekolah-sekolah. Saat bertemu korban di tempat sepi, Aris langsung membekap dan memerkosanya. Hasil visum menunjukkan para korban mengalami robek dan pendarahan pada alat vitalnya.

"Ini kejahatan yang sangat serius dan harus diberikan efek jera, juga supaya menjadi pelajaran bagi masyarakat," kata Erhammudin kepada wartawan di kantor PN Mojokerto, Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko, Senin (26/8).

Oleh sebab itu, lanjut Erhammudin, majelis hakim memberikan hukuman tambahan kebiri kimia terhadap Aris. Pidana tambahan tersebut menggunakan dasar UU RI No 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ia menjelaskan, Pasal 81 ayat (5) dalam undang-undang tersebut mengatur hukuman bagi Aris bisa lebih berat dari 15 tahun penjara menjadi 20 tahun, seumur hidup, atau hukuman mati. Karena tukang las asal Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Mojokerto itu lebih dari sekali memerkosa anak-anak.

"Apabila ketentuan Pasal 81 ayat 5 diberlakukan, maka terdakwa bisa dikenai pidana tambahan kebiri kimia seperti yang diatur dalam Pasal 81 ayat 7. Untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, itulah putusan terbaik dari majelis hakim," cetus Erhammudin.

Sebelum ditahan akhir Oktober 2018, Aris bekerja sebagai tukang las di Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko. Penghasilannya rata-rata Rp 280 ribu sepekan. Penghasilan yang minim tersebut menjadi alasan bagi Aris untuk tidak melampiaskan nafsunya terhadap wanita dewasa.

"Saya tidak punya uang (untuk berhubungan dengan wanita dewasa)," ujar bujangan yang sudah ditinggal mati ibunya itu kepada wartawan di Lapas Klas II B, Mojokerto, Jalan Taman Siswa, Senin (26/8/2019).

Aris mengaku kekerasan seksual terhadap anak-anak yang dia lakukan, salah satunya terpengaruh video porno. Tukang las ini pun menolak dihukum kebiri kimia.

"Kalau suntiknya (kebiri kimia) saya tolak. Karena kata temam saya efeknya seumur hidup. Saya pilih mati saja daripada disuntik kebiri," ujarnya.

Keluarga Aris juga tidak terima dengan vonis kebiri kimia dari para hakim. Kakak kandung Aris, Sobirin (33) menyebut, adiknya tidak memerkosa semua korban yang dituduhkan polisi maupun jaksa penuntut umum. Khususnya seorang anak TK yang juga tetangganya di Dusun Mengelo. Menurut dia, saat korban diperkosa di kamar mandi masjid Desa Sooko sekitar bulan Juli 2018, Aris sedang bekerja di bengkel las Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko.

"Adik saya dituduh tanpa bukti apapun. Saat dipertemukan korban dengan adik saya dan pelaku lain di Balai Desa Sooko, korban menunjuk orang itu, tidak adik saya. Pelakunya orang Mengelo sendiri. Murni, bersih bukan adik saya, tapi setelah itu pelakunya dilepas," kata Sobirin kepada wartawan di rumahnya, Rabu (28/8).

Tiga bulan setelah itu, atau sekitar Oktober 2018, lanjut Sobirin, Aris diringkus polisi. Karena tukang las ini terekam kamera CCTV usai memerkosa seorang anak di sebuah perumahan Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto.

"Yang bikin saya pusing, kasus yang di Mengelo juga diakui adik saya. Dan ada kasus-kasus lain yang juga diakui adik saya. Itu benar-benar dia pelakunya atau bukan? Saya orang tak punya, minta bantuan pengacara juga tidak bisa," terangnya.

Sobirin berdalih, Aris mengaku telah memerkosa anak-anak di Kabupaten dan Kota Mojokerto diduga karena mendapatkan tekanan dari polisi. Dugaan ini salah satunya dia dengar dari pemilik bengkel las tempat adiknya bekerja.

"Saat itu saya menjenguk adik saya di tahanan polisi, saya tanya sama dia kenapa mengakui banyak kasus, katanya karena ditekan," ungkapnya.

Ketika publik dibuat penarasan dengan pelaksanaan hukuman kebiri kimia terhadap Aris, pemerintah justru belum siap melakukan eksekusi. Ternyata Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur petunjuk teknis eksekusi kebiri kimia belum disahkan. Ditambah lagi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutornya.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono mengatakan, pihaknya menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung untuk mengeksekusi Aris. Dia berpendapat, eksekusi kebiri kimia bisa dijalankan saat hukuman penjara Aris tinggal 2 tahun. Pendapatnya itu sesuai ketentuan UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Dua tahun sebelum pidananya habis, dikebiri, kemudian disembuhkan. Jaksa yang memulihkan dengan meminta tolong teman-teman medis untuk memulihkan sesuai keadaan sebelum dia dikebiri," kata Rudy saat dihubungi detikcom, Senin (2/9).

Aris juga diadili karena memerkosa 1 anak di wilayah hukum Polres Mojokerto Kota. Dia divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh PN Mojokerto pada 20 Juni 2019. Vonis ini baru diterapkan terhadap Aris setelah dia menjalani hukuman dalam vonis pertama. Yaitu 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, serta pidana tambahan kebiri kimia.

Tidak hanya soal eksekusi kebiri kimia, pemerintah juga dibebani tanggung jawab untuk memastikan hak restitusi 10 korban dipenuhi. Hak restitusi bagi para korban diatur dalam Pasal 71D ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak. Sementara petunjuk teknisnya diatur dalam PP nomor 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana.

Kerugian materi maupun nonmateri yang dialami para korban dikonversi dalam rupiah untuk diajukan keluarganya ke PN Mojokerto. Ganti rugi tersebut akan dibebankan kepada Aris setelah melalui putusan pengadilan. Persoalannya, Aris tergolong warga kurang mampu sehingga tidak akan sanggup membayar hak restitusi para korban. Lantas siapa yang akan membayarnya?


(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews