Belum Ada Presiden AS Dicopot karena Pemakzulan

Belum Ada Presiden AS Dicopot karena Pemakzulan

Presiden AS Donald Trump. (Foto: AP)

Washington - Presiden Donald Trump dimakzulkan DPR AS atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi tugas Kongres dalam meminta keterangan, Rabu (18/12/2019).

Namun demikian, Trump belum tentu dicopot dari jabatannya sebagai presiden negara Paman Sam itu. Sidang senat pada Januari 2020 mendatang akan menjadi penentu.

Menilik sejarah panjang Negeri Paman Sam itu, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia, Presiden Trump adalah presiden ketiga yang dimakzulkan dalam sejarah 243 tahun Amerika, setelah Andrew Johnson tahun 1868 dan Bill Clinton tahun 1998.

Namun, dalam 243 tahun sejarah AS, belum ada satupun presiden yang dicopot dari jabatannya lewat pemakzulan.

Dikutip dari Reuters, pemakzulan presiden di AS membutuhkan dua pertiga suara mayoritas dari 100 anggota Senat. Artinya, pendukung pemakzulan Trump harus mengumpulkan 20 suara dari Partai Republik untuk bergabung dengan Partai Demokrat melawan Trump. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda Partai Republik akan berbuat demikian.

Trump, yang mengincar untuk kembali terpilih dalam pemilihan presiden pada November 2020, menyebut proses sidang pemakzulan sebagai "upaya kudeta" Partai Demokrat yang ingin menggagalkan kemenangannya pada pemilu 2016.

Sementara, anggota Senat senior Partai Republik, Mitch McConnell, memprediksi "tidak ada peluang" bahwa Senat akan memakzulkan Trump saat mereka menguasai sidang.

Dalam sesi pemungutan suara pertama pada Rabu malam waktu AS, Presiden berumur 73 tahun itu diduga telah menyalahgunakan kekuasaannya menekan Pemerintah Ukraina untuk menyelidiki Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat yang akan menjadi pesaing utama sang petahana.

Baca: DPR AS Sepakat Makzulkan Presiden Donald Trump

Tidak hanya itu, Trump diduga terlibat menyebarkan kabar bahwa Demokrat bersekongkol dengan Ukraina untuk ikut campur pada pemilihan umum 2016.

Partai Demokrat mengatakan Trump menahan dana bantuan keamanan senilai 391 juta US dolar bagi Pemerintah Ukraina untuk memerangi kelompok separatis yang didukung Rusia.

Trump juga diduga memaksa Kiev untuk ikut campur dalam pemilu 2020 dengan menyelidiki Biden.

Sementara itu, sesi pemungutan suara kedua menduga Trump telah menghalangi upaya penyelidikan Kongres dengan mengarahkan pejabat dan lembaga di bawah kekuasaannya agar tidak mematuhi panggilan DPR untuk memberikan kesaksian serta menyerahkan dokumen terkait dugaan pemakzulan.

Walaupun demikian, Trump menyangkal telah melakukan pelanggaran itu dan menyebut upaya pemakzulan terhadapnya sebagai tindakan yang dibuat-buat.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews