Sebuah Novel `Pilu Membiru` di Tangan Harry Sigit Pramana

Sebuah Novel `Pilu Membiru` di Tangan Harry Sigit Pramana

Harry Sigit Pramana dengan novel perdannya "Dua hari sebelum satu bulan". (Foto: Yogi/Batamnews)

"Tidak banyak dari kita yang tetap bersyukur ketika terpuruk dalam keadaan paling bawah. Banyak yang putus asa kemudian mengakhiri semuanya. Berbeda dengan Harry Sigit Pramana, pria bertato ini berhasil menerbitkan buku dari keterpurukan yang semestinya dia syukuri,"

Harry terlihat bahagia sore itu bertemu dengan kawan-kawannya. Dia datang tidak sendiri, tetapi membawa sebuah buku yang masih bersampul plastik, dan mengabarkan akan segera launching.

Harry tidak tampak seperti remaja lainnya. Di bagian tangannya penuh tato, baik tangan kiri maupun kanan.

"Ini buku baru kau ya wak," ujar salah seorang temannya membuka plastik buku yang dibawa Harry tersebut. Harry tidak meng-iya-kan pertanyaan itu. Tetapi jelas sekali di sampul buku tertulis nama lengkap Harry Sigit Pramana.

Ia terlihat ramah. Tidak sangar seperti tattoo yang tergambar dilengannya itu.  Siapa sangka pria suka musik rock ini menerbitkan buku.

Tidak semua orang bisa menulis panjang dan menjadikan itu sebuah buku bacaan, apalagi dalam sebuah novel. Harry bercerita bagaimana karyanya tersebut bisa dibaca. Prosesnya penuh duka, seperti yang dia alami dalam kesehariannya.

 

Kisahnya

 

Harry merupakan warga Batam, ia tumbuh dan besar di kota ini. Kisah hidupnya tidak sesenang orang pikirkan, ia bercerita sejak kecil dirinya selalu dirundung pilu.

Terutama kehilangan orang-orang yang ia cintai. Bahkan sejak kecil, Harry sudah berpisah dengan sang ayah. Meskipun ada kesempatan berjumpa tetapi itu hanya di sebuah pemakaman.

Harry besar bersama nenek. Tentu ia tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua sepenuhnya. Bahkan kepergian kembali ia alami ketika sang nenek juga berpulang.

"Jika kepergian menjadi rutinitas, apakah kamu masih sanggup melewatinya?" tulis Harry di halaman pertama dalam bukunya yang berjudul "Dua Hari Sebelum Satu Bulan" itu.

Buku ini memang berisikan tentang kisah pilu Harry. Ia selalu melepas kepergian seseorang yang diharapkannya. "Itu yang saya alami sejak kecil," cerita Harry.

Keresahan itulah yang membuatnya berkeinginan menjadikan cerita itu sebuah buku. Didukung teman-teman sekelilingnya, Harry mencoba memulai membuat buku tersebut 10 bulan yang lalu. Sampai akhirnya buku dengan sampul dirinya sendiri itu diterbitkan.

 

Sering tak pede ketika menulis

Menulis buku dengan ratusan halaman tidaklah mudah. Apalagi menceritakan kisah diri sendiri yang sebenarnya tidak diharapkan Harry.

Harry mengaku kadang ia terpaksa berhenti menulis. Seperti ketika ia menulis kisah dirinya bertemu dengan sang ayah. Harry terpaksa menutup lembaran tulisannya, dan berusaha menenangkan diri.

"Ketika itu saya down, satu minggu nggak nulis, kalau ingat kisah lama jadi melow, kendalanya disana," katanya.

Tetapi sepertinya setiap kesedihan itu, Harry selalu menguatkan dirinya sendiri. Tidak hanya kendala perasaan, menulis buku juga melelahkan bagi Harry. Apalagi jika ada masalah teknis.

Suatu ketika ia terpaksa mengulang menulis sembilan halaman karena komputernya error.

Novel Harry dimasukan dalam kategori romansa. Ia tidak hanya melulu bercerita kepiluan tersebut. Tetapi ada kisah cintah bersama sang kekasih, yang menjadi pengobat masa lalunya.

Pria penggemar novelis Pidie Baik itu mengaku tidak memiliki dasar menulis. Namun, sudah sejak lama ini sering membuat kata-kata quotes sendiri, begitu juga beberapa kalimat puitis.

Kesehariannya pria bertato ini bekerja sebagai fotografer wedding organizer di Kota Batam. Hasil kerjaanya itu menjadi modal penerbitan novel tersebut.

Bahkan ke depan, buku ini kata Harry, akan diterbitkannya dalam beberapa seri.

Ia tidak berharap keuntungan dari penerbitan buku perdana tersebut. Tetapi, menyampaikan keresahan diri dan mencoba bersyukur dalam sebuah buku adalah untung yang paling besar. Begitu dikatakannya.

Yogi Eka Sahputra


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews