Kock Meng Didakwa Suap Nurdin Basirun SGD11 Ribu

Kock Meng Didakwa Suap Nurdin Basirun SGD11 Ribu

Pengusaha Kock Meng menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Detikcom)

Jakarta - Sidang kasus suap reklamasi kepada Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (6/12/2019).

Adalah Kock Meng, sosok pengusaha yang didudukkan di kursi pesakitan sebagai terdakwa. Dia didakwa jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan uang suap ke Nurdin Basirun sebesar Rp 45 juta dan SGD 11 ribu. 

Uang suap itu bertujuan agar Nurdin membantu Kock Meng memberikan izin usahanya di laut Kepri. Demikian dilansir detikcom.

"Terdakwa bersama-sama dengan Abu Bakar dan Johanes Kodrat melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut memberi sesuatu berupa uang sejumlah Rp 45 juta dan SGD 11 ribu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri agar menandatangani surat izin prinsip pemanfaatan laut," kata jaksa KPK Yadyn saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2019).

Jaksa mengatakan pada awalnya Kock Meng berniat membuka restoran dan penginapan terapung di daerah Tanjung Piayu Batam dan meminta bantuan kepada rekannya, Johanes Kodrat untuk membantu mengurus izin usaha itu. Kemudian, Johannes memperkenalkan Kock Meng kepada Abu Bakar yang merupakan nelayan di Kepri.

Abu Bakar lantas setuju untuk membantu Kock Meng mendapatkan izin dan memperkenalkan Kock Meng dengan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri bernama Budy Hartono. Dari situlah rangkaian suap terjadi.

Kock Meng dan Abu bertemu dengan Budy untuk mengajukan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut. Kock Meng mengajukan permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan yang berlokasi di Tanjung Piayu, Batam seluas 50.000 m2, sedangkan Abu Bakar mengajukan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Perairan Kelurahan Sijantung Jembatan.

Menurut jaksa, Budy saat itu meminta agara Kock Meng menyiapkan uang Rp 50 juta jika mau surat izin itu ditandatangani Gubernur Kepri Nurdin Basirun. Kock Meng pun menyetujui itu lalu memerintahkan orang kepercayaannya, Johanes Kodrat, memberikan Rp 50 juta ke Abu untuk kemudian diteruskan ke Budy.

Namun oleh Abu, uang itu dipotong Rp 5 juta sebagai biaya operasional sehingga Budy menerima Rp 45 juta.

Urusan uang pelicin itu membuat mulus perizinan lantaran Abu langsung menerima surat izin prinsip pemanfaatan laut atas permohonan Kock Meng seluas 50 ribu m2 dan seluas 20 ribu m2 untuk Abu di Perairan Kelurahan Sijantung Jembatan Lima Barelang, Batam. Surat itu ditandatangani Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Edy Sofyan dan Nurdin Basirun selaku Gubernur Kepri.

Jaksa menyebut penyerahan uang Rp 45 juta yang dilakukan Abu ke Budy itu berlangsung di kediaman Edy. Setelahnya Budy memberikan uang itu ke Edy.

"Edy kemudian menggunakan uang sejumlah Rp 45 juta pemberian terdakwa untuk kepentingan Nurdin Basirun pada saat melakukan kunjungan ke pulau-pulau yang dilanjutkan dengan makan bersama dengan rombongan. Edy melakukan pembayaran untuk pengeluaran kegiatan tersebut atas sepengetahuan Nurdin," kata jaksa.

Tak berhenti di situ, Kock Meng kembali meminta bantuan Budy melalui Abu Bakar untuk menerbitkan surat izin prinsip pemanfaatan ruang laut yang berlokasi di di Tanjung Piayu, Batam seluas 10,2 hektare. Sembari menyerahkan permohonan itu, Abu menitipkan uang di dalam amplop ke Budy. Uang itu disebut jaksa berasal dari Kock Meng.

Amplop itu berisi uang senilai SGD 5 ribu. Budy lalu memberikannya ke Edy, yang kemudian menyerahkannya ke Nurdin. Setelahnya urusan izin pemanfaatan ruang laut kembali mulus.

"Keesokan harinya pada tanggal 31 Mei 2019, Budy Hartono setelah mendengar penyampaian bahwa surat tersebut (izin pemanfaatan ruanh laut) sudah ditandatangani oleh Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepri, kemudian Budy Hartono berangkat menuju Batam dengan menyiapkan satu nomor surat yang akan digunakan untuk penomoran Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut yang dimohonkan oleh terdakwa," jelas jaksa.

Urusan 2 izin telah tuntas, Kock Meng disebut jaksa berencana melakukan reklamasi. Untuk itu Kock Meng kembali memerintah Abu menemui Budy atas rencana Kock Meng. Namun Budy menyampaikan reklamasi tidak dapat dilakukan karena tidak masuk dalam Rencana Perda RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil) Kepri.

Singkat cerita melalui rapat pembahasan dokumen final RZWP3K dengan dinas-dinas terkait, diketahui lokasi yang dimintakan Kock Meng melalui Abu belum terdaftar. Untuk dapat masuk ke daftar, Budy meminta uang ke Kock Meng yang disampaikannya melalui Abu untuk pengurusan dokumen.

"Pada keesokan harinya Budy menyampaikan ke Abu Bakar untuk pembuatan data dukung ada biaya Rp 75 juta, di mana sejumlah Rp 25 juta akan diserahkan ke Budy kepada Nurdin melalui Edy Sofyan. Selanjutnya Abu Bakar sampaikan ke Johanes Kodrat, kemudian Johannes sampaikan ke terdakwa mengenai biaya tersebut berjumlah Rp 300 juta yang akan diberikan ke Nurdin dimana terdakwa menyetujuinya," kata jaksa.

Jaksa mengatakan Kock Meng memberikan uang SGD 28 ribu ke Johanes dan Abu. Jaksa menguraikan uang SGD 28 ribu itu tidak sepenuhnya diberikan ke Nurdin melalui Edy. Uang itu dipotong oleh Johanes untuk dirinya dan Abu. Nurdin, kata jaksa, hanya diberikan sesuai kesepakatan yaitu SGD 6 ribu.

Johanes memisahkan uang SGD 9 ribu dan memberikan kepada Abu, dimana SGD 6 ribu untuk Nurdin, dan SGD 3 ribu untuk Abu Bakar. Sedangkan sisanya SGD 19 disimpan oleh Johannes untuknya.

Setelah pembagian selesai, Abu Bakar lantas memberikan amplop cokelat yang berisi SGD 6 ribu kepada Budy untuk diberikan ke Nurdin melalui Edy sesuai kesepakatan. Abu ditemani Budy menuju ke Tanjungpinang untuk memberikan uang itu ke Edy, tetapi sudah lebih dulu ditangkap KPK.

Atas perbuatannya, Kock Meng didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo pasal 64 ayat (1) KUHP pidana.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews