Cerita Pengusaha Laundry Batam Pakai Gaslink: Tak Khawatir Kehabisan Gas

Cerita Pengusaha Laundry Batam Pakai Gaslink: Tak Khawatir Kehabisan Gas

Abdul Maliq di dekat cradle PGN yang digunakan untuk menyimpan gas alam bagi usaha laundry-nya. (Foto: Diah/batamnews)

Batam - Pemerintah menyalurkan gas bersubsidi bagi kalangan miskin. Namun dalam pelaksanannya, gas bersubsidi justru banyak dinikmati oleh kalangan yang seharusnya tidak menerima alias tidak tepat sasaran.

Banyak ditemukan berbagai jenis usaha ataupun industri rumahan yang sebetulnya mampu menggunakan gas nonsubsidi, namun masih menggunakan gas subsidi.

Ada pelaku usaha yang menggunakan gas subsidi itu demi keuntungan, namun ada juga yang memang tidak mengetahui di mana mereka bisa memperoleh gas nonsubsidi.

PT Perusahaan Gas Negara, tbk (PGN) memberikan solusi dengan menghadirkan Gaslink, melalui anak usahanya PT Gagas Energi Indonesia.

Keberadaan Gaslink, selain untuk menyuplai gas nonsubsidi yang harganya masih ekonomis bagi pengusaha, juga sebagai bagian dari upaya distribusi gas subsidi bisa tepat sasaran.

Abdul Maliq, pengusaha laundry di kawasan Sungai Panas, Kota Batam mengakui hal ini. Sebelum menggunakan Gaslink, laundry Kla Wash pernah memakai gas subsidi untuk mendukung operasional usahanya.

"Ada perasaan ketika warga saya keliling cari gas, saya tersiksa , tapi kalau saya pakai 12 kg atau gas industri saya ga sanggup. Karena harga laundry murah dan harga gas 12 kg sangat mahal," kata Maliq, Jumat (1/11/2019). 

Saat menggunakan gas melon tersebut, setiap hari Maliq bisa menghabiskan 40 tabung untuk mencuci 1 ton kain. Sudah sejak lama dirinya ingin menggunakan gas alam untuk bahan bakar, namun lokasi usahanya yang tidak terlewati jalur gas menjadi kendala.

Dengan adanya program Gaslink dari PGN, Maliq mengaku senang karena bisa beralih dari gas LPG. Walaupun diakui, biayanya sedikit lebih mahal dari gas 3 kg, namun dirinya tidak keberatan karena masih lebih murah dari gas 12 kg, bahkan 50 kg. 

Selisih biaya produksi gas LPG 3 kg dengan Gaslink perbulannya hanya Rp 2 juta. Perbedaan itupun diakuinya karena ada penggunaan yang tidak terkontrol.

"Kami ingin naik grade-nya skala industri. Namun di daerah sini belum ada jalur pipa gas bumi. Alhamdulilah, Gagas mau kerja sama dan suplai gas kita melalui Gaslink," ujarnya. 

Mulai Maret 2019, proses produksi Kla Wash sudah tidak lagi menggunakan gas LPG. Sejak berlangganan gaslink, dirinya tidak perlu was-was harus mencari puluhan tabung gas saat gasnya habis, terutama saat gas bersubsidi tersebut langka. 

Abdul Maliq di depan usaha laundry miliknya yang kini tengah menggunakan Ganlink. (Foto: Diah/batamnews)

Selain itu, produksi Kla Wash bisa dilakukan 24 jam tanpa khawatir keamanannya maupun gas habis. 

"Kalau dulu kita pakai gas LPG rada was-was. (Gaslink) Ini dari keamanan lebih aman, safety dari operasional lebih bagus. Sekali pernah waktu awal-awal penggunaan, saya di luar anggota tidak bisa menebak kapan gas habis sehingga mati produksi. Terus saya telepon untuk minta suplai, ternyata hanya butuh waktu 1 jam, karena memakan waktu perjalanan dan pengisian kan," paparnya. 

Area Head PT Gagas Energy Indonesia, Tria Siswandi mengatakan hadirnya Gaslink memang untuk menjangkau pelanggan industri maupun komersil yang tidak terlewati jalur pipa. 

Adapun syarat menjadi pelanggan Gaslink cukup minimal penggunaan 1.000 meter kubik perbulan. Pelanggan bisa melakukan pendaftaran dengan langsung datang ke SPBG Batam Centre.

"Untuk berlangganan Gaslink cukup mengisi formulir berlangganan. setelah mengisi form akan dilakukan kunjungan untuk survei lokasi penempatan peralatan. Saat ini kita melayani pelanggan dengan minimum 1.000m3 perbulan," pungkasnya. 

(das)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews