Cerita Rani, Gadis Belia yang Jalani Derita Sel Tahanan TKI Ilegal

Cerita Rani, Gadis Belia yang Jalani Derita Sel Tahanan TKI Ilegal

Rani (tengah) usai dideportasi pihak Malaysia ke Indonesia via Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang. (Foto: Afriadi/Batamnews)

SORE itu, Kamis (22/8/2019), suasana aktivitas di Pelabuhan Internasional Sri Bintan Pura riuh-rendah. Sebuah kapal ferry memberi aba-aba akan bersandar. Suara klakson MV Gembira 3 itu pun terdengar keras.

Satu per-satu penumpang itu turun menginjakkan kakinya di ponton dermaga. Mereka tampak berbaris rapi menuju pemeriksaan imigrasi. Kapal itu baru saja datang dari Malaysia.

Ada penumpang sebanyak 160 orang. Namun mereka bukan wisatawan asal jiran Malaysia, melainkan para tahanan yang baru saja sampai usai dideportasi pemerintah negara tetangga. Mereka merupakan pekerja migran bermasalah atau ilegal.

Ada perasaan lega juga yang terpancar dari raut wajah mereka. Beberapa waktu di Malaysia mereka sempat menjalani masa tahanan imigrasi.

Salah satunya Rani, wanita muda diantara 40 rombongan TKI perempuan. Remaja berusia 15 tahun ini terlihat sedikit kelelahan. Sambil menenteng sebuah kantong plastik, ia menggiring travel bag berodanya itu membaur dengan rombongan lainnya.

Wanita berkulit sawo matang ini bersumpah tidak akan lagi bekerja di negeri Jiran. Ia beruntung karena masih berusia remaja dan tidak mendapat hukuman berat oleh mahkamah Malaysia.

Bagi wanita asal Semarang ini, mendekam dalam penjara di Pekan Nanas, Johor itu pengalaman terburuk dalam hidupnya. Sebulan berada di dalam ruangan yang berisikan 100 tahanan itu bak 'neraka'.

"Pagi kami disuruh berbaris hingga peggel badan ini, telapak kaki hitam, susah lah mau dijelaskan," ungkapnya.

Ia bercerita pengalamannya di dalam ruangan tahanan yang berdinding kawat besi kotak-kotak. Bermacam-macam perlakuan petugas yang ditemuinya. "Saya beruntung karena umur 15 tahun, yang lain sering dimarah-marahi, tak tahu yang lelaki seperti apa," ujarnya.

Selama sebulah ditahan, semua barang miliknya disita olah petugas. Ia hanya dibolehkan membawa dua pasang baju. "Kami nyuci baju seminggu sekali, tak boleh bawa baju lain, hanya dua itu aja sampai keluar," katanya.

Ia menuturkan, pada saat mandi semua tahanan disuruh berbaris, jika tidak rapi mendapat hukuman. "Air mata tak henti-henti lah, tidur dilantai tanpa alas, dingin. Makan pun tak menentu tak ada rasa," sebutnya.

Ia mengaku ditangkap petugas Malaysia pada saat bekerja di sebuah Restoran bersama tujuh orang lainnya. Ia pun sudah setahun bekerja. Namun ia hanya menggunakan paspor pelancong atau turis.

"Awalnya dulu ingin ketemu saudara, saudara udah lama bekerja di Malaysia, jadi langsung kerja, masuk melalui jalur resmi kok," katanya.

Karena putus sekolah disebabkan faktor ekonomi, membuat dirinya pergi merantau ke Negeri Malaysia.

"Ngak ada enaknya, uang habis gitu aja, namanya orang tak tahu, tapi ini cukup menjadi pelajaran," sebutnya.

Banyak calon TKI tidak paham betul caranya menjadi TKI yang resmi karena tingkat pendidikan yang rendah. Sebagian besar calon TKI hanya tamatan atau malah tidak tamat SD.

Itu sebabnya masih banyak sekali yang belum paham caranya menjadi TKI resmi. Apalagi birokrasi pemerintah sangat rumit sehingga untuk mendaftar bisa memakan waktu dan biaya besar.

Sedihnya, kesulitan dan ketidaktahuan masyarakat malah dimanfaatkan oleh oknum dan calo-calo tak bertanggungjawab untuk mengirim TKI secara ilegal.

Para calo ini mengiming-imingi calon TKI dengan gaji besar dalam mata uang dolar. Padahal mereka tidak sadar jika percaya, mereka justru akan diperdagangkan secara ilegal. Mereka tidak akan punya perlindungan hukum dari pemerintah saat bekerja di luar negeri.

Hal ini karena mengirim satu orang TKI saja ke Malaysia bisa bawa untung besar sekitar 25 juta lebih.

Penegakan hukum terhadap mereka masih terbilang ringan. Makanya mereka justru biasanya tidak pernah kapok untuk mengulanginya lagi.

(adi)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews