Beda Hasil Pembangunan China dan Jepang

Beda Hasil Pembangunan China dan Jepang

Kereta cepat China (kiri) dan Jepang.

JELANG pertemuan puncak G20 di Osaka, program infrastruktur Jepang mendapatkan dukungan luas di forum tersebut. Program Jepang berupaya mendorong fokus pada kualitas infrastruktur ketimbang kuantitas.

Dilaporkan The Japan Times, program investasi berkualitas ini merupakan antitesis dari program Jalur Sutera Baru milik China (Belt and Road Initiative) yang lebih mementingkan kuantitas. Serta, programnya dinilai lebih inferior meski harganya murah.

Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso, menyebut dukungan program infrastruktur berkualitas itu muncul ketika bertemu pemimpin keuangan dunia di Fukuoka awal bulan ini. Ini menandakan program infrastruktur berkualitas Jepang sudah diakui dunia.

"'Infrastruktur berkualitas tinggi' adalah ungkapan yang Jepang ciptakan dan promosikan. Kami memulai ini empat tahun lalu ketika hanya ada sedikit pemahaman mengenai apa makna konsep tersebut," ujar Aso.

Salah satu prinsip dari program infrastruktur berkualitas itu adalah pembangunan yang bertahan melawan bencana alam. Faktor lain adalah perihal meminjamkan utang yang bisa dikelola.

Masalah utang itu juga melawan praktik Jalur Sutra China yang dituding sering meminjamkan utang pembangunan yang tak bisa dikelola. Salah satu contohnya ketika Sri Lanka harus menyerahkan pelabuhan strategis Hambantota ke BUMN China karena gagal bayar utang.

Infrastruktur menjadi salah satu topik yang paling dibahas oleh negara-negara G20 mengingat kebutuhannya di Asia sedang meroket. Pihak Jepang pun berharap infrastruktur berkualitas ini bisa semakin dirangkul oleh masyarakat internasional.

 

Hasil Pembangunan China Cepat Rusak

Ekonom eksekutif dari Nomura Research Institute, Takahide Kiuchi, menyebut program Jepang ini memiliki unsur politis dari Jepang dan Amerika Serikat (AS). Dua negara itu dipandang sedang menahan laju geopolitik China.

Meski disebut berkualitas rendah, utang China lebih gampang diminta. Alhasil, negara-negara berkembang yang membutuhkan lebih gampang mendapatkan pinjaman.

Profesor keuangan internasional dari Universitas Tokyo, Masahiro Kawai, berkata harga utang dari Jepang memang lebih mahal sehingga utang China lebih menarik. Namun, dia menyebut dalam jangka panjang utang Jepang bisa lebih murah.

Itu disebabkan karena faktor kualitas. Lantaran, infrastruktur China yang murah tetap butuh biaya tambahan jika rusak.

"Argumen Jepang adalah infrastruktur China hanya murah dalam investasi awal, dan itu bisa membebankan peminjam dengan biaya perbaikan yang besar di tahun-tahun ke depan ketika mereka harus membayar berbagai perbaikan," ujarnya.

Kawai belum bisa memastikan bagaimana ketertarikan negara berkembang ke program infrastruktur berkualitas ini. Tetapi dia menyebut program ini membawa pesan simbolik bahwa Jepang memiliki program jangka panjang yang didukung G20.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews