Fahri Hamzah Minta PN Jaksel Sita Gedung DPP PKS

Fahri Hamzah Minta PN Jaksel Sita Gedung DPP PKS

Fahri Hamzah. (Foto: Merdeka.com)

Jakarta - Politikus Fahri Hamzah melalui pengacaranya Mujahid A Latief meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menyita Kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Permintaan itu dikeluarkan setelah PKS tidak memenuhi panggilan PN Jaksel untuk menyerahkan ganti rugi immaterial senilai Rp30 miliar. 

"Hari ini sampai dengan jam sekarang belum datang yang tadi kita sudah konfirmasi kepada juru sita bahwa jam 12.00 WIB sekarang ini adalah batas terakhir. Berarti para terduga para termohon tidak menggunakan haknya untuk datang," ujar pengacara Fahri, Mujahid A Latief dilansir CNN Indonesia, Rabu (26/6/2019).

Putusan ganti rugi Rp30 miliar berujung penyitaan ini merupakan imbas gugatan Fahri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas pemecatannya oleh PKS.

Para tergugat dalam kasus ini antara lain Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS Abdul Muiz Saadih, Ketua Majelis Tahkim PKS Hidayat Nur Wahid, anggota Majelis Tahkim PKS Surahman Hidayat, anggota Majelis Tahkim PKS Abdi Sumaithi, dan Presiden PKS Sohibul Iman.

Mereka divonis bersama-sama membayar ganti rugi kepada Fahri sebesar Rp30 miliar, namun tak kunjung dibayarkan hingga hari ini.

Mujahid mengatakan karena ketidakhadiran para tergugat itulah pihaknya akan segera mengajukan permohonan penyitaan sejumlah aset untuk ganti rugi Rp30 miliar.

"Kami sudah punya list beberapa aset dimiliki tergugat antara lain kantor DPP PKS kemudian juga rumah milik antara lain misalnya HNW, Sohibul Iman dan saya kira itu sudah cukup," tuturnya. 

Pengacara Fahri yang lain, Slamet, menjelaskan prosedur penyitaan tersebut. Slamet menuturkan pengajuan tersebut karena pihak tergugat tidak datang dan memenuhi panggilan untuk melakukan ganti rugi kepada Fahri. 

Slamet memperkirakan pekan depan sudah memasukkan daftar aset yang dapat disita oleh pengadilan. Nantinya, setelah surat permohonan eksekusi masuk ke pengadilan, maka akan diteliti oleh ketua Pengadilan untuk dipertimbangkan. 

Setelah dipertimbangkan dan diterima, Slamet mengatakan ketua Pengadilan akan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Daerah untuk memblokir gedung tersebut. Setelahnya, barang sitaan pun akan dilelang. 

"Kalau misalkan gedung DPP yang di Simatupang, maka pengadilan akan bersurat ke BPN, yang sertifikat tanah itu terdapat di situ. Untuk diblokir, disita," tuturnya. 

Jika sudah ditetapkan pengadilan, kata Slamet, gedung tersebut juga akan dipasang plang yang menuliskan gedung tersebut telah disita. 

"Iya, kalau sudah ada penetapan, bisa saja nanti juru sita itu datang ke gedung DPP, menaruh plang bahwa gedung ini disita berdasarkan penetapan nomor sekian-sekian. Kalau rumah, nanti rumahnya dipasang plang," ujarnya. 

Alasan gedung DPP yang diajukan sebagai bahan sitaan, Slamet menjelaskan karena berkaitan dengan jabatan tergugat di PKS. Kelima tergugat merupakan pejabat utama partai PKS. 

Pengacara Fahri lainnya, Amin Fahrudin, mengatakan kantor DPP PKS cukup untuk memenuhi Rp30 miliar. Bahkan kantor yang berada di tanah seluas 2.500 meter persegi itu disebutnya melebihi nilai Rp30 miliar. Luas bangunan pun mencapai 2 ribu meter persegi. 

"Saya rasa kalau nilai dari kantor DPP PKS kalau kita cek luas tanah hampir sekitar 2500 meter persegi, luas bangunan 2 ribu meter persegi. Saya rasa kalau NJOP di sekitar situ, saya rasa lebih dari cukup," ujarnya. 

Opsi lainnya, kata Amin jika penyitaan DPP PKS tidak diterima maka akan diajukan harta kekayaan bergerak maupun tidak bergerak. Dalam hal ini contohnya rumah milik HNW dan Sohibul serta tiga tergugat lainnya.

Pihak PKS enggan berkomentar soal permintaan penyitaan kantor PKS oleh Fahri. Hidayat Nur Wahid selaku salah satu pihak tergugat menyerahkan persoalan ini kepada kuasa hukum yang sudah ditunjuk.

"Silakan ditanyakan ke tim hukum. Mereka yang akan berikan jawaban," kata Hidayat.

Pengacara Sohibul, Feizal Syahmenan saat diminta keterangan justru menyarankan bertanya langsung ke majelis hakim.

"Kita sudah kirim surat semuanya jelas sekali ke Ketua PN Jaksel, supaya jelas dan tidak simpang siur sebaiknya menghubungi beliau," kata Feizal. 

(*)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews