Penyebab Warga Mudah Percaya Isu Kiamat di Ponorogo

Penyebab Warga Mudah Percaya Isu Kiamat di Ponorogo

Ilustrasi.

Ponorogo - Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur dihebohkan dengan isu kiamat. Akibat isu tersebut sebanyak 52 warga Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, memilih keluar dari desa mereka.

Pindahnya warga desa menjadi viral di media sosial karena mudah percaya isu tersebut. Berikut rangkuman penyebab warga bisa percaya isu kiamat di Ponorogo:


1. Percaya akan Ada Perang

Warga yang percaya isu kiamat diduga sudah terpapar paham Thoriqoh Musa. Warga diminta untuk menjual semua aset yang dimiliki untuk bekal akhirat. Uang hasil penjualan aset dibawa dan disetorkan ke ponpes. Selain itu, jemaah juga diharuskan salat 5 waktu di masjid pondok di Malang.

Kemudian mereka juga percaya pada Ramadhan tahun ini akan ada huru-hara atau perang. Untuk itu setiap warga diminta untuk membeli pedang seharga Rp 1 juta. Sementara jemaah yang tidak membeli pedang diharuskan menyiapkan senjata di rumah, sehingga meresahkan masyarakat sekitar. Kemudian jemaah juga diminta berlindung di pondok.

2. Dengan Mudah Percaya dan Yakin

Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni juga mengaku prihatin dengan doktrin kiamat yang menimpa warganya, sehingga memilih pindah dan berlindung ke Ponpes Miftahul Falahil Mubtadi'in di Kabupaten Malang.

"Mereka percaya akan ada kiamat dan kalau di pondok itu enggak ikut kiamat. Sesungguhnya kita sudah melakukan pembinaan sekaligus memberikan pemahaman, tapi ya sulit, mereka terlanjur percaya dan meyakini," katanya.

Ipong berharap, semua pihak terkait ikut turun tangan untuk memberikan pembinaan. "Jadi harus ada upaya yang serius dari Ormas-Ormas keagamaan, MUI, Pemprov, Pemkab Malang," kata Ipong.

3. Salah Referensi

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang ikut angkat bicara dan heran dengan doktrin kiamat tersebut tanpa klarifikasi lebih dulu oleh si penerima informasi. "Itu kerentanan masyarakat ketika menerima informasi-informasi yang mereka tidak sempat tabayyun, tidak sempat klarifikasi atau mereka salah referensi," kata Khofifah.

Jadi, lanjutnya, warga yang menerima informasi tanpa tabayyun itu sudah punya ketaatan, kepercayaan, ketundukan kepada orang tertentu. "Sehingga ketika orang yang merasa menjadi top reference dalam hidupnya itu menyampaikan sesuatu, ya sudah mereka langsung percaya, dianggap kebenaran," jelasnya.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews