Pelimpahan Kewenangan Malah Kerdilkan Potensi Batam

Pelimpahan Kewenangan Malah Kerdilkan Potensi Batam

Kawasan industri di Batam. (Foto: istimewa).

Batam - Pelimpahan kewenangan yang dimiliki Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada pemerintah daerah dinilai sebuah langkah mundur. Masa depan ekonomi Batam pun dipertanyakan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eny Sri Hartati berpendapat selama ini Batam memiliki potensi besar untuk kepentingan Indonesia.

"Makanya, dulu Otorita Batam (sekarang BP Batam) berada di bawah Presiden langsung," kata Eny, saat dihubungi Batamnews, Jumat (14/12/2018) malam.

Dari tangan Otorita Batam (BP Batam), datang sejumlah investor besar dan menanamkan modalnya dalam jangka waktu lama. Salah satu langkah membuat investor betah, pemerintah kemudian memberikan berbagai insentif ekonomi.

Menjadi sebuah pertanyaan besar, jika kemudian kewenangan yang selama ini dimiliki BP Batam dilimpahkan ke pemerintah daerah. Dia menyangsikan investor-investor besar kembali melirik Batam.

"Logikanya seperti itu, karena yang tangani cuma pemda (Wali Kota Batam), selamat tinggallah investor kelas kakap," kata dia.

Fasilitas insentif seperti bebas fiskal maupun kemudahan lainnya, menjadi sia-sia jika kemudian yang menanamkan modal di Batam hanyalah investor 'ecek-ecek'.

Padahal, adanya fasilitas khusus tersebut menandakan potensi Batam sangat besar. Meskipun kehilangan potensi penerimaan pajak, tetapi ada imbalan yang sepadan. 

"Jadi kalau di bawah pemko, investor masuk tetapi kita rugi di pajak, karena investor ecek-ecek," imbuh dia. 

Jika kebijakan peleburan tersebut terjadi, Eny menyebut pemerintah telah kufur nikmat.  "Potensi besar, tapi tidak kita berdayakan," ujar dia.  

Menurut Eny, jika urusan investasi diserahkan ke Pemko Batam maka investor akan berpikir ulang, karena yang mereka hadapi sudah tidak berdasar regulasi presiden lagi. 

"Kalau sekarang, investor percaya karena mereka berurusan langsung dengan presiden, lah kalau di bawah pemda?," katanya.

Bagi investor regulasi adalah harga mati. Ketika mereka bertemu dengan pemerintah yang lebih kuat, otomatis regulasi bagus dan mereka tidak khawatir. "Ketika mereka head to head dengan Pemko Batam, mereka akan khawatir," katanya. 

Bayangkan saja, lanjut Eny, ketika regulasi dan kewenangan ada di pemko maka akan turun pamor. "Logikanya kalau di pemko bisa dibatalkan gubernur, gubernur bisa dibatalkan lagi oleh menteri, celakalah buat investor," kata Eny. 

Jika seperti itu, kembali lagi dimana kepastian tersebut yang katanya menghilangkan dualisme. "Apakah yang kita lakukan untuk perbaikan, atau yang dilakukan pemerintah membuat kontraproduktif investor," ujarnya. 

"Jika kebijakan tersebut dilaksanakan, dan urusan BP Batam di bawah pemda. Lupakan, mimpi Batam menjadi lokomotif logistik. Lupakan Batam ingin bersaing dengan Singapura. Lupakan keinginan Batam untuk berdaya saing industri. Lupakan investor kakap masuk," kata Eny.

Kebijakan ini harus dipikirkan semua pihak, pasalnya tidak sesederhana itu. Apalagi soal pengalihan kewenangan BP Batam ke pemda. "Ini memang urusan ekonomi, ya ekonomi kuncinya kepastian, sekarang kebijakan itu memberikan kepastian atau tidak," katanya.

Jika memang berkembang berdasarkan kebijakan BP Batam di bawah Pemko Batam, itu hanya sekedar kepentingan daerah saja. "Walaupun berkembang, ya hanya sekadar saja," katanya.
 
Misalnya, jika ada ada investor properti berinvestasi di Batam cuma sampai di sana. "Karena mereka memang untuk kepentingan daerah," kata Eny. 

Idealnya, Batam itu menerima industri daerah lain yang tidak bisa mengolah bahan mentah mereka kemudian dikeluarkan dari Batam dalam bentuk produk. "Meskipun idealnya sekarang, belum optimal," ujar Eny. 

Selain itu, Batam dengan posisi strategis menjadi tempat masuknya apapun barang ekspor ke Batam. "Apapun masuk ke Batam, jadi ruang tamunya logistik Indonesia," kata dia. 

Seharusnya potensi Batam yang luar biasa harus dimanfaatkan namun yang terjadi malah dibonsai dan dikerdilkan sedemikian rupa. Jika kebijakan tersebut tetap berlangsung, maka pemerintah gagal paham memahami potensi Batam. "

Jika keputusan ini dijalankan, pemerintah gagal paham memahami potensi Batam. Gagal juga membangun Batam," katanya. 

Baca: Alih Kewenangan BP Batam, Indef: Pemerintah Galau

Jika alasan pemerintah mengatasi dualisme jabatan di Batam menurut Eny, menyelesaikan masalah dengan sederhana merupakan langkah yang sudah benar. "Tetapi terlalu sederhana seperti ini, juga tidak baik," katanya. 

Seharusnya, pemerintah mengatasi dualisme terletak pada ketegasan dalam pembagian kewenangan. Eny melihat, salah satu faktor tersebut muncul karena pemerintah daerah hanya menjadi sapi perah.

"Seharusnya pemerintah mendapat share. Kekhawatiran selama ini pemda hanya jadi sapi perah. Contoh, Freeport, Dumai," katanya. 

Beberapa daerah mengalami seperti itu, mereka tetap miskin meskipun di daerah itu ada lumbung minyak dan energi. "Seharusnya kekhawatiran itu perlu dijawab, sehingga daerah dapat proporsional. Tetapi potensi jangan dikerdilkan," katanya. 

Menurut Eny, pemerintah pusat yang harus menyelesaikan permasalahan ini. Terutama dalam mengeluarkan kebijakan publik harus dipersiapkan dan dibahas dengan matang. 

"Ini sudah berulang kali kebijakan galau. Baru satu jam ditetapkan nanti dianulir lagi, pemerintah kacaulah yang membuat kebijakan seperti ini," kata dia.

(tan)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews