Imunisasi MR: Antara Kontroversi Halal-Haram dan Target Pemerintah

Imunisasi MR: Antara Kontroversi Halal-Haram dan Target Pemerintah

Seorang siswa sebuah sekolah dasar negeri di Batam sedang disuntik imunisasi MR, belum lama ini. (Foto: Yogi/batamnews)

BEBERAPA pekan terakhir, masyarakat Indonesia termasuk Provinsi Kepri diimbau untuk mengikuti imunisasi Measless dan Rubella (MR). Program pemerintah ini menarget sekitar sekitar 32 juta anak usia 9 bulan dengan 15 tahun untuk diimunisasi.

Terhitung sejak 1 Agustus 2018, 28 provinsi di luar Jawa telah melaksanakan imunisasi. Dari program ini, pemerintah berharap anak-anak Indonesia bisa terbebas dari dampak difabel hingga mematikan yang muncul dari penyakit campak dan rubella ini.

Dalam perjalanannya, imbauan pemerintah ini tak mulus. Berbagai kontroversi muncul, mulai dari efek yang ditimbulkan setelah anak diimunisasi hingga kehalalan vaksin yang digunakan.

Seperti kegalauan yang dirasakan Isti (35), ibu dari seorang siswa yang menempuh pendidikan di SDN 009 Batam Kota. Dia merasakan keraguan, apakah anaknya harus diimunisasi atau tidak.

"Aman tak ya, bagaimana dengan kehalalannya," tukas Isti kepada sesama orang tua siswa, pekan lalu.

Keraguan dan kekhawatiran Isti cukup beralasan. Berbekal informasi yang didapatnya dari sejumlah situs berita nasional, dia mengaku tak tega jika anaknya harus mengalami demam tinggi atas dampak imunisasi itu.

"Bahkan ada yang sampai tak bisa bergerak, itu saya baca di internet," kata Isti sambil menunjukkan sebuah berita dari situs terkemuka melalui ponselnya.

Selain dampak kesehatan, Isti juga merujuk pada pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan vaksi MR masih diragukan kehalalannya. 

Lembaga yang menjadi representasi para ulama ini, dalam surat edarannya menyatakan virus MR yang diproduksi Serum Institute of India itu haram karena mengandung babi. 

Meski demikian, Isti tetap mencoba berbaik sangka. "Saya pikir tidak mungkinlah perintah memberikan sesuatu yang merusak kepada warganya," kata Isti bercerita kepada Batamnews.co.id. 

Ia pun mencoba bertanya kepada puskesmas terdekat dan pada akhirnya penjelasan tersebut ia yakini bahwa imunisasi MR itu sangat perlu. "Dokter bilang sangat penting, karena penyakit ini tidak bisa diobati dan sudah banyak yang kena, makanya saya serahkan anak saya untuk diimunisasi," katanya. 

Tidak banyak orang tua siswa yang seperti Isti. Informasi bertubi-tubi mengenai kontroversi vaksin MR terus membanjir di tengah masyarakat. Sekali lagi, tak semuanya bisa menyaring dan menerima informasi dengan bijak.

Adalah perempuan berinisial S, ibu muda yang anaknya menempuh pendidikan usia dini di sebuah taman kanak-kanak di kawasan Bengkong. Dia berpendapat kehalalan sebuah vaksin menjadi syarat utama sebelum disuntikkan ke anaknya.

"Halal itu utama. Sebelum ada imbauan (MUI), saya sebenarnya ikut saja. Tapi munculnya imbauan itu membuat saya berpikir ulang," kata S.

 

Halal-haram Munculkan Keraguan

Perdebatan di tengah publik semakin ramai. Bahkan pro dan kontra semakin menajam terkait imunisasi MR ini.

Akibatnya, banyak orang tua yang enggan mengimunisasikan anak mereka.  

Penolakan warga terhadap pemberian vaksin tersebut berawal sejak awal program nasional itu dijalankan di luar pulau jawa. Saat itu surat edaran MUI pusat turun kepada provinsi masing-masing. Termasuk Kepri yang sangat cepat mengeluarkan imbauan agar umat Muslim menunda pelaksanaan imunisasi MR.

Surat edaran yang tepat keluar 30 Juli 2018 tersebut lantas tersebar. Beberapa kalangan kewalahan terutama Dinas Kesehatan karena banyak warga yang menolak. Dinkes khawatir program imunisasi MR untuk masa depan anak tidak mencapai target.

Tidak hanya sampai di situ, sejumlah pemerintah kabupaten di Kepri menyatakan menunda pelaksanaan imunisasi MR yang sedianya dijadwalkan dimulai awal Agustus. Penundaan ini terjadi di Karimun, Bintan dan Natuna .

“Benar beberapa waktu lalu kita tunda,” ujar Aunur Rafiq Bupati Karimun, Kamis (23/8/2018). Sehingga penyebaran imunisasi MR di Karimun hanya 10 persen, kata Aunur.

Hasilnya, 15 hari pelaksanaan imunisasi MR di Kepri hanya 23 persen terlaksanakan dan tidak sesuai target.

Kepala Dinas Kesehatan Kepri, Tjetjep Yudiana mengatakan, jika 15 hari pelaksanaan baru di angka 23 persen, dia memprediksi dalam dua bulan hanya 70 persen yang akan terealisasi. 
“Padahal untuk melindungi kita semua, seluruh anak-anak di Kepri harus diberi minimal 95 persen,” kata Tjetjep.

Kekhawatiran itu muncul apalagi semakin masifnya isu kehalalan beredar, apalagi banyak saat ni video dan cerita-cerita imunisasi membuat penyakit lain. Padahal setelah diselidiki bukan vaksin MR penyebabnya.

Tjetjep mengatakan, jika memang penyebaran pada akhirnya hanya sampai 70 persen secara epitimologi belum bisa melindungi warga dari bahaya virus yang menyebabkan kematian dan difabel permanen itu.  

"Ini kemungkinan karena imbauan MUI, ditambah lagi ada pemerintah daerah yang menunda," imbuh dia.

Ia melanjutkan, secara nasional saat ini Kepri berada pada urutan ke 9 paling sedikit penyebaran imunisasi. "Kita khawatir nanti tidak sesuai target, kasihan anak-anak kita," katanya. 

Begitu juga yang terjadi di Kota Batam. Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi khawatir penyebaran imunisasi MR tidak mecapai target 95 persen. "Padahal virus ini sangat berbahaya," kata Didi, Selasa (14/8/2018).

Ia mengatakan, mulai 1 Agustus 2018 lalu sampai hari Selasa (14/8/2018) diperkirakan hanya 20 persen yang terlaksana. "Data terakhir sekitar 20 persen dari 380 ribu anak-anak yang mendapat imunisasi," ujar dia.

Didi mengatakan, padahal imunisasi MR berlangsung Agustus dan September. "Jadi kalau pertengahan bulan baru 20 persen, diprediksi sampai akhir proses sekitar 78 persen atau 80 persen saja,"  kata Didi.

Padahal target setiap daerah 95 persen dari seluruh jumlah anak-anak yang akan diberi imunisasi.  "Di Jawa tahap pertama aman-aman saja tidak ada isu itu, di kita aja seperti ini, saya takut bahayanya ini kalau nggak imunisasi bisa difabel dan lainnya, ini kan untuk masa depan," ujarnya.

 

Kemenkes dan MUI Sepakat MR Dilanjutkan

Silang pendapat dan kontroversi mengenai imunisasi MR ini akhirnya mengerucut. Tepat pada Kamis (23/8/2018), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan MUI sepakat pemberian imuniasasi itutetap dilanjutkan. 

Alasannya, meskipun belum terverifikasi halal tetapi kondisi darurat maka imunisasi boleh dilakukan. 

Kesepakatan tersebut berdasarkan hasil pertemuan yang berlangsung sejak pagi yang dihadiri pengurus MUI dan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) se-Indonesia. 

Tjetjep ikut hadir dalam pertemuan itu. Ia mengatakan, hasil pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Kemenkes dan MUI sepakat imunisasi MR dilanjutkan. "Pasalnya sekarang ini sudah darurat," kata  Tjetjep.

Ia mengatakan, bahwa fatwa MUI terbaru nomor 33 tahun 2018 itu sudah memperbolehkan imunisasi MR dilanjutkan. "Meskipun banyak persepsi yang muncul, sekarang sudah jelas dibolehkan karena MUI paham dalam keadaan darurat," katanya.

Pada poin keempat fatwa, juga disebutkan vaksin MR yang saat ini ada bisa tidak digunakan jika yang sudah tersertifikasi halal tersedia. "Hasil pembahasan tadi kalau pengurusan halal itu makan waktu 15 tahun, sedangkan pengganti tidak ada," katanya.

 

Warga Tak Usah Khawatir Lagi

Tjetjep juga menghimbau daerah yang menunda seperti Karimun, Bintan dan Natuna untuk melanjutkan imuniasasi. Ia mengatakan, saat ini keadaannya sudah darurat. Salah satu parameter yang disebut Tjetjep adalah meningkatnya jumlah murid Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kepri.

"Salah satu faktornya Rubella itu," ujar Tjetjep.

Ia berencana akan melakukan pertemuan dengan MUI se-Kepri dan Dinas Kesehatan untuk melanjutkan proses imunisasi tersebut.  "Senin depan akan kita adakan pertemuan," katanya.

Mengenai virus MR, Tjetjep menyebut saat ini di Eropa sudah darurat. Jumlahnya, kata dia, sudah 41 ribu orang yang terkena virus ini.

Dia mengilustrasikan, Kepri sebagai daerah tujuan wisata, di mana banyak orang Eropa yang berkunjung, perlu membentengi diri dari persebaran virus MR. 

"Makanya anak anak di Kepri ini perlu dilakukan pencegahan dengan imunisasi MR," imbuh dia,

Sementara, Sekretaris MUI Provinsi Edy Syafrani membenarkan hal itu. MUI sepakat imuniasasi MR tetap dilanjutkan karena darurat. "Tadi juga kita bahas, kalau di Tanjungpinang, Karimun sudah ada yang menderita Rubella jadi tidak mungkin kita tunggu 10 sampai 20 orang (terjangkit virus) baru diimunisasi," kata Edy.

Adanya lampu hijau dari MUI dan Kemenkes, diharapkan program imunisasi MR di Kepri dapat berlangsung lancar sekaligus bisa menghapuskan keraguan para orang tua dari bayang-bayang halal-haram serta efek samping yang ditimbulkan. Semoga. 

(Yogi Eka Sahputra)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews