Batam, Belajarlah dari Hongkong

Batam, Belajarlah dari Hongkong

(Foto: Telegraph)

BATAMNEWS.CO.ID, Hongkong - Naik bus hari ini. Di depan saya ada sepasang manula suami istri. Dua duanya menggunakan jam Rolex emas. Dari jenisnya, dua jam itu saya perkirakan harganya sekitar 700 jutaan. Kalungnya juga emas berat, juga gelangnya emas berat. Cincinnya penuh dengan berlian, saya perkirakan semua cincin mereka itu saja di atas 200 juta. Sabuknya Luis Vuitton.

Total perhiasan yang mereka pakai berdua mungkin di atas satu Milyar rupiah; dan mereka pakai bus, naik dari sekitar pasar tradisional.

Hal yang mustahil terjadi di Indonesia. Mustahil di Indonesia dengan perhiasan semahal itu bisa low profile menggunakan bus -kemungkinan besar akan pakai mobil mewah dan sopir pribadi. 

Dengan perhiasan senilai itu, mustahil mereka berani jalan-jalan di pasar tradisional di Indonesia menggunakan bus umum tanpa incaran copet dan rampok.

Di pasar tadi saya juga lihat sepasang pemuda pemudi yang berpenampilan anggun dan elegan sedang pacaran sambil menuntun anjing. Anjingnya lalu berak. Lalu si cowok memungut berak anjing itu dengan kertas koran yang sengaja ia bawa dari rumah. Aturan di HK empunya anjing diharuskan membersihkan kotoran anjing yang dibawanya. Dan aturan ini sudah menerap pada semua warga HK. 

Pulangnya saya naik kereta (railway line). Penumpang harus membayar tiket dengan cara "gesek" kartu, lalu naik. Lalu kartu ini didebet uangnya. Tak ada penjaga di sana. 

Hari sebelumnya saya menggunakan MTR (MRT kalo di Singapore) penuh sesak, tapi di gerbong itu hanya ada sepasang tempat duduk yang kosong, tak ada yang iseng ngisi -meski untuk berdiri saja nyaris sulit karena kereta penuh. Tempat duduk itu dibiarkan kosong karena diperuntukan khusus bagi orang tua, ibu hamil, dan disabled.

Tak ada pengawasan, hukum dan aturan berjalan dengan sendirinya dengan penuh kesadaran. Nyaris tak ada rasa ingin mencurangi aturan. 

Bisa saja pengguna railway ini tak usah bayar, menghindari gesek kartu supaya gratis. Namun mereka tak melakukan itu. Mereka dengan sabar antri menunggu untuk menggesek kartu masing-masing.

Bisa saja pemuda tadi tak memungut berak itu, jijay kan. Padahal sangat jarang pengawas yang lalu lalang untuk patroli berak anjing.

Orang tua itu naik bus dengan perhiasan mahal tanpa merasa khawatir akan keamanan dan keselamatannya. 

Seorang wanita berjalan sendirian jam dua malam di Hong Kong lebih aman daripada dua orang lelaki berjalan jam dua siang di Pasar Senen atau Tanah Abang.

Kapan masyarakat kita bisa seperti ini, seratus, dua ratus tahun ke depan?

Masyarakat Hong Kong tidak umum berbicara persoalan ahlak dan moralitas dogmatis, seperti kebanyakan masyarakat kita yang hobi sekali mengaitkan segala tindakan dengan ahlak dan moral, dan menilai serta menghakimi tindakan, ucapan, tulisan orang lain dengan parameter ahlak. (bulan puasa yang akan datang dijamin makin marak keusilan ini)

Masyarakat HK tidak melebay-lebaykan bahasanya dengan terminologi-terminologi agama, atau meniru-niru dan mengimpor bahasa dan penampilan timur tengah dalam sosial sehari-hari. 

Masyarakat HK menerjemahkan moralitas dan ahlak ini dalam BUKTI dan TINDAKAN NYATA/KONGKRIT, bukan hanya sekedar teori-teori normatif seperti kebanyakan masyarakat kita. Begitu sudah naik pada tataran bukti dan praktik, masyarakat kita banyak yang NOL besar dibanding teorinya. 

Kita ribut soal Dolly, kita ribut tentang haram halal, kita ribut tentang aliran A aliran B, kita ribut tentang ibadah keyakinan lain, dll. seolah semua orang kita ini adalah yang paling suci. 

Padahal bahkan di tempat suci saja (jangankan di tempat umum), sendal hilang di mesjid, lebih gila lagi kencleng juga ada yang bisa raib dengan isi-isinya. Luar biasa!

Dalam bukti? negara kita adalah salah satu negara paling korup di dunia. Ekonomi kita termasuk yang paling senjang dan rendah per-kapitanya di Dunia. Sistem pendidikan kita adalah tiga besar terburuk di dunia. Toleransi beragama kita termasuk yang paling sering berkasus di dunia. "Pencapaian" kita banyak yang mendunia, namun nyaris tak ada dalam hal yang positif. 

Jika mengamati kesenjangan antara "ngomong besar" tentang moralitas dan ahlak dan kesenjangannya dengan buktinya; apakah tepat jika dinamakan munafik? monggo masing-masing menilai sendiri.

Kita adalah bangsa yang meributkan tentang menu dan cara memasak yang paling benar, tetapi paling bego dan malas kalo disuruh memasak. 

Bangsa kita paling pinter diskusi tentang mobil dan sistem navigasi, tapi disuruh pergi ke tujuan tak pernah sampai bahkan saling tabrak menabrak.

Bangsa kita adalah paling pandai dalam teori tentang pupuk, tapi nyaris tak pernah menghasilkan buah dalam bercocok tanam.

Mari kita perbaharui terjemahan dari ahlak dan moralitas ini menjadi: BUKTI dan HASIL NYATA DARI tindakan yang berdampak produktif bagi sebanyak mungkin manusia, bukan hanya hafal teori dan kutipan.

 

Penulis: Hendra Hendarin, netizen.

 

 

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews