Kisah Hakim Cantik Yona Lamerossa, Diburu Hingga Diintimidasi

Kisah Hakim Cantik Yona Lamerossa, Diburu Hingga Diintimidasi

Yona Lamerosaa Ketaren. (Foto: Johannes Saragih/Batamnews)

Setiap hal baik yang kita lakukan, pasti akan kembali dengan kebaikan kepada diri kita. Begitu prinsip teguh yang dipegang Yona Lamerossa Ketaren. Hakim 38 tahun ini sadar betul profesi yang dijalaninya penuh tanggungjawab yang besar.

Jarum jam hampir menunjukan pukul 18.00 WIB. Suasana Pengadilan Negeri Batam terasa mulai sepi. Beberapa pegawai berangsur pulang.

Senja mulai menyapa hari itu. Seorang wanita tampak masih setia di depan meja kerjanya yang berada di lantai dua PN Batam. Senyum ramah tersimpul dari sudut bibir Yona Lamerossa Ketaren saat disambangi batamnews.co.id.

Meja kerjanya tampak ditutupi berkas-berkas. Beberapa buku tersusun rapi di lemari bagian belakang kursi kerja Yona. Ia segera merapikan posisi buku yang berada di atas mejanya saat dihampiri.

Bincang-bincang santai pun membumbui silaturahmi dengan Yona sore itu. Tidak mudah bagi Yona menggapai profesi yang dijalaninya saat ini. Jalan terjal berliku nan penuh tantangan dihadapinya

Sejak kecil Yona, mengenang kehidupannya yang familiar dengan suasana pengadilan. Mungkin aroma ruang tahanan, narapidana, hingga proses sidang akrab dengan dirinya. Tak semua anak-anak seumurannya kala itu bisa berada di tempat seperti itu. Ia beruntung memiliki ibu seorang hakim.

Hal itu yang akhirnya memicu ketertarikannya dengan hukum. "Dulu pulang sekolah jalan kaki sering ke pengadilan, sudah nggak asing," cerita Yona.

Jebolan Univesitas Sumatera Utara (USU) Jurusan Hukum International ini menyelesaikan kuliahnya pada tahun 2002. "Waktu itu saya ambil SNMPTN IPC dua jurusan ambil dokter satu lagi baru hakim, yang lulus jadi hakim," sebut ibu dua anak ini.

Wanita berparas cantik dan hidung mancung itu langsung mencoba mendaftar menjadi calon hakim hingga kejaksaan. Usahanya berbuah hasil kelulusan. Padahal saat itu ia bersaing dengan ribuan pendaftar dari seluruh Indonesia.

Setelah lulus calon hakim, Yona harus menjalankan magang di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi, Medan, Sumatera Utara. "Padahal planning di Jakarta, kan biar dibilang anak metropolitan," katanya sedikit tertawa.

Saat pertama kali magang, wanita kelahiran Medan ini ditempatkan di posisi kepaniteraan Pidana Umum dan lainnya.

Setelah berjalan magang dua bulan, Yona tidak ingin sendiri ia memutuskan untuk melepas masa lajangnya. Sekitar Mei 2003 wanita tamatan SMA Negeri 1 Medan itu menikah dengan pria pujaan hatinya yang merupakan seorang anggota kepolisian dari Tanjungpinang.

Akhir 2003 ia pindah dinas ke Tanjungpinang. Dua tahun dijalaninya di kota Gurindam. Tak lama Yona hijrah ke Kota Batam. 

Namun sebelumnya sudah banyak pengadilan yang ditapakinya mulai dari Pengadilan Negeri Simalangun, Sidi Kalang, Stabat dan lainnya. "Penetapan jadi hakim pertama di Simalungun," kata Yona. 

Diintimidasi

Menjadi hakim bukanlah perkara mudah apalagi ketika memutuskan persidangan. Bagi Yona jika menanam kebaikan, pasti yang dipetik juga kebaikan.  Ia tegas pada pendiriannya apalagi soal penetapan hukum seorang narapidana. 

Tidak jarang bagi seorang Hakim pekerjaan ini memiliki banyak resiko mulai dari intimidasi, ancaman dan lainnya. Itu dialami langsung oleh Yona ketika ia menjadi hakim di Stabat.

Kejadian berawal ketika Yona menjadi ketua hakim dalam persidangan yang cukup sulit yaitu kasus pemerkosaan oleh empat orang pria yang mengakibat korban meninggal.

Ia mendapat kesulitan ketika keempat terdakwa didakwakan dihukum pasal pembunuhan berencana 20 tahun atau pembunuhan biasa maksimal 15 tahun. 

Setelah putusan. Suasana kemudian ribut di ruang pengadilan korban tidak terima dengan putusannya. "Sampai sampai saya dikawal pulang," katanya.

Pada esok harinya beberapa orang menunggunya di Pengadilan Negeri Batam mereka menuntut terkait putusan. "Saya bilang, biarin aja, yang penting saya harus kerja," katanya.

Tidak hanya resiko ancaman, intimidasi suap dan lainnya pernah mendekati hakim wanita ini.

Bahkan bermacam modus dari ingin mendekati suaminya, sampai ada yang mengaku menjadi wartawan dan meminta menyelesaikan perkara sesuai permintaannya. 

"Yang penting berbuat baik, jangan melakukan yang membuat seseorang sakit hati, kalau hidup saya baik saya dapat berkatnya," ujarnya

Bagi anak kedua dari tiga bersaudara ini, seorang hakim hanya boleh berbicara melalui putusan, bukan sebelum dan sesudah itu. 

Meskipun awalnya bercita-cita sebagai dokter namun garis tangan Yona berkata lain. Wanita berambut sebahu itu ternyata harus menjalani kehidupannya dimana tempat ia bermain dimasa anak-anak.

Tetapi Yona mengakui memiliki prinsip yang jelas. Apapun resikonya, jika hati berkata baik semua akan baik-baik saja.

(Yogi Sahputra)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews