Lestarikan Mangrove, Laut Bukan Tong Sampah

Lestarikan Mangrove, Laut Bukan Tong Sampah

Mahasiswa KKN Unrika saat menanam pohon mangrove di Pulau Panjang (foto : ist/Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - "Laut Bukan Tong Sampah". Hal ini hampir cocok disematkan untuk Kota Batam. Sebab, hampir seluruh hutan mangrove (bakau) dibabat habis oleh orang-orang yang tidak memperdulikan kelestarian lingkungan.

Dari data terakhir, hutan bakau atau mangrove di Batam hanya tersisa 4 persen yang semula berjumlah 24 persen diseluruh wilayah Batam. 

Penyebab habisnya hutan mangrove di Batam disebabkan seperti banyaknya aktivitas reklamasi di berbagai daerah.

"Laut Bukan Tong Sampah dan Lestarikan Hutan Mangrove" tema diangkat mahasiswa Universitas Riau Kepulauan (Unrika) dalam rangka kegiatan KKN di Pulau Panjang, Kecamatan Sembulang, Batam

Sebanyak 609 orang mahasiswa Unrika dari Fakultas Hukum, Sospol, Manajemen melakukan penanaman mangrove di 26 titik yang ada di daerah Barelang, Batam. 

Ditemani oleh Dekan, Wakil Dekan, Dosen, dan aktivis lingkungan para mahasiswa tersebut melakukan penanaman mangrove dengan penuh semangat.

Ide penghijauan ini muncul karena mahasiswa melihat keberadaan tempat mencari nafkah masyarakat setempat semakin sempit. Lebih kurang 125 Kepala Keluarga (KK) kehilangan mata pencaharian.

"Menebang bakau berarti membunuh manusia, karena bakau menunjang mata pencaharian warga, dan bakau juga merupakan penghasil oksigen," ujar Wakil Dekan Fakultas Hukum Unrika, Rumbadi Dalle S.H, M.H, Minggu (4/12/2016) disela-sela kegiatan penanaman mangrove.

Menurut pria yang akrab disapa Babe ini, warga setempat perlu memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, terutama pohon bakau yang dapat menjaga biota laut.

Sebab, kata dia, pohon bakau merupakan penghasil atau penyaring sehingga menghasilkan udara segar, untuk itu mari kita bersama menjaga bakau yang sekaligus dapat menahan abrasi pantai.

"Pohon bakau juga merupakan tempat hidupnya biota lainya seperti ikan, udang, sotong dan terumbu karang lainnya," kata mantan wartawan senior Tempo ini.

Hal yang sama juga disampaikan Aktivis lingkungan Batam, Rizaldi. Ia mengatakan bahwa menjaga kelestarian bakau itu menjaga kelangsungan hidup manusia, karena bagi nelayan merupakan tumpuan tempat mencari makan, karena kepiting bakau, udang itu hidup di hutan bakau.

Selain itu sebagai penyedia oksigen bagi umat manusia. "Jagalah bakau, jangan hanya untuk kepentingan sesaat," kata Rizaldi.

Ditempat sama, Dekan Fakultas Hukum Unrika, Rustam S.H, M.H menyampaikan bahwa kegiatan KKN mahasiswa Unrika kali ini bertujuan mempraktekkan langsung ilmu yang didapat selama mereka belajar di kampus.

"Kami sangat bahagia sambutan masyarakat disini menerima mahasiswa belajar meminplentasikan apa yang didapat di kampus ," kata Rustam di ruang kelas SD 005 Pulau Panjang saat aksi penghijauan berlangsung. 

Sementara itu, Ketua RT02/RW 02 Pulau Panjang, Kecamatan Bulang, Usman mengatakan, pihaknya selama ini bersama warganya meresa kecewa terhadap pemerintah daerah yang tidak pernah menghiraukan adanya pembabatan hutan bakau oleh oknum pendatang.

"Sungai Sranggong saat ini sudah direklamasi dan bakaunya dibabat habis oleh oknum pengusaha sehingga kami tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.

Sehingga, kata dia, penghasilan mereka sebagai nelayan jauh berkurang, dan dampaknya mereka mengalami kesulitan melanjutkan pendidikan lebih tinggi.

Bahkan, kasus pengerusakan bakau dan reklamasi yang dilakukan PT. Batam Balindo Jaya (BBJ) diduga milik Sanjaya atau Acai masuk keranah DPRD Batam, namun berakhir tidak jelas.

"Kami tak percaya Dewan lagi karena tidak berpihak terhadap warga lagi, dahulu pernah hearing tapi sampai saat ini tidak jelas solusinya padahal kami warga pulau telah dirugikan oleh pengusaha," ucap Usman menambahkan.

 

ISKANDAR


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews