Editorial

Bom Waktu itu Bernama Baloi Kolam

Bom Waktu itu Bernama Baloi Kolam

Ribuan warga Baloi Kolam saat turun ke jalan beberapa waktu lalu (Foto: Batamnews)

KEHENINGAN permukiman warga Baloi Kolam Sei Panas, Kecamatan Batam Kota, Batam, pecah pada Kamis, 22 September 2016, sore.

Niat tim terpadu yang terdiri dari sejumlah petugas termasuk aparat TNI, Satpol PP serta Ditpam BP Batam, untuk memberikan Surat Peringatan 2 (SP2) kepada warga Baloi Kolam, berujung bentrok.

Buntutnya seorang warga tertembak dan beberapa orang lainnya terluka. 

Warga memprotes pemberian SP2 itu. Mereka menyerang tim terpadu. Sebelumnya upaya memberikan SP1 juga gagal. Bahkan warga sempat mengejar seorang anggota tim terpadu hingga lari tunggang langgang.

Kondisi ini berpotensi besar menjadi bom waktu. Konflik berkepanjangan antara warga dengan pengusaha serta aparat dapat memicu masalah yang lebih besar.

Apalagi masalah ini minim sekali mendapat perhatian pemerintah kota Batam. Tidak ada upaya serius pemerintah untuk mencarikan jalan keluar dari masalah ini.

Begitu juga dengan DPRD Kota Batam. Negara seolah-olah benar-benar hilang di tengah kasus ini. Justru para warga yang telah tinggal belasan tahun di wilayah tersebut kini terintimidasi.

Bukan tidak mungkin konflik lebih besar siap meledak kapan saja. Pasalnya sebanyak 3.000 KK yang tinggal di sana adalah manusia semua. Jumlah jiwa diperkirakan mencapai 7.000 orang lebih.

Rata-rata berstatus sosial menengah ke bawah. Mereka tentu saja tak ingin begitu saja pergi tanpa solusi. 

Terlepas siapa yang benar soal lahan tersebut, namun permasalahan ini sudah menumbuhkan bibit-bibit konflik.

Para warga tampak satu tarikan napas untuk melawan segala bentuk upaya penggusuran. 

Tentu saja warga tersebut bukan warga ilegal. Mereka adalah orang-orang yang setiap pilkada ataupun pemilu diberi senyuman dan janji-janji surga para calon kepala daerah dan tim sukses, serta para calon wakil rakyat.

Dengan harapan kepala daerah yang terpilih kelak bisa memberikan solusi atas masalah tersebut. Namun nyatanya hal itu lebih banyak kecap bahkan omong kosong.

Para warga Baloi Kolam juga bersedia membayar UWTO seperti halnya pengusaha. 

Pihak BP Batam yang mengurus persoalan lahan di Batam, mengatakan, lahan tersebut sejauh ini masih bermasalah. Ada aset negara di dalamnya berupa dam dan bangunan yang belum diserah terimakan.

Lagi pula, pengusaha juga belum mendapatkan Surat Keputusan (SKEP) serta Surat Perjanjian (SPJ) untuk pengerjaan lahan tersebut.

Namun bagaimana pun pengusaha sudah membayar dan memenuhi sejumlah kewajiban, termasuk membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).

Belakangan BP Batam menyatakan akan mengembalikan UWTO yang telah dibayarkan. 

Namun ironinya, belum tuntas permasalah tersebut, justru tim terpadu ngotot melakukan penggusuran. 

Bila para pimpinan daerah di Batam tak jeli, masalah ini kelak akan menjadi jelaga yang siap-siap menutupi wajah.

Sudah saatnya para pimpinan daerah di Batam melakukan urun rembuk mencari jalan keluar.

Tidak saja baik bagi warga Baloi Kolam tentu saja harus sesuai dengan hitung-hitungan para pengusaha.

Bagaimana pun pengusaha juga ingin membangun kawasan tersebut. Kendati demikian, semua harus dituntaskan secara paripurna baik dari segi hukum, aturan, serta aspek sosial lainnya.

Karena, khawatirnya, bila masalah ini dibiarkan berlarut-larut, dan pemerintah menggunakan cara-cara kekerasan "mengusir" warga, bom waktu itu tinggal menunggu meledak. 

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews