Kebakaran Hutan Meluas, BNPB: Hukuman Pelaku Pembakaran Jangan Pandang Bulu

Kebakaran Hutan Meluas, BNPB: Hukuman Pelaku Pembakaran Jangan Pandang Bulu

Ilustrasi. (foto:ist/net)


BATAMNEWS.CO.ID, Pekanbaru - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau. Bahkan, titik panas (hotspot) di Riau terus bertambah.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berdasarkan pantauan satelit Modis sensor Terra Aqua dari NASA terdeteksi ada 45 titik panas di Provinsi Riau, pada Minggu (13/3/2016).

"Dari 45 hotspot di Riau tersebut  tersebar di Kabupaten Bengkalis 16 titik, Inderagiri Hulu 2, Kepulauan Meranti 20, Pelalawan 4, Rokan Hilir 1, dan Siak 2 titik," ujar Sutopo kepada Batamnews.co.id.

Menurut Sutopo, kondisi cuaca di Riau tergolong kering, sebab wilayah di Riau saat ini memasuki kemarau periode pertama hingga April mendatang. Namun, kata Sutopo, kemarau yang terjadi tidak sekering saat kemarau periode kedua pada Juli hingga September mendatang.

"Meskipun demikian kondisi air sumur dan air permukaan sudah mulai menipis sehingga menyulitkan petugas saat memadamkan api," ucapnya.

Sutopo menjelaskan, karhutla di Riau sudah berlangsung hampir tiga minggu terakhir dengan jumlah hotspot yang fluktuatif.  Dikatakannya, lokasi karhutla terjadi di di lahan masyarakat, perkebunan pada konsesi perusahaan, dan di hutan.  
 
Sutopo mengatakan, upaya mengantisipasi karhutla terus dilakukan oleh berbagai pihak terkait dengan masyarakat. Rapat koordinasi dan gelar kesiapsiagaan sudah dilakukan berulangkali.
 
Sutopo mengklaim, pembangunan sekat kanal sudah dibangun sebanyak ratusan unit di daerah-daerah rawan bencana. Sistem pengawasan juga ditingkatkan. Bahkan, lanjut Sutopo, Kepala BNPB Willem Rampangilei menggulirkan kebijakan insentif bagi desa-desa yang berhasil menjaga wilayahnya tidak terbakar dengan pola pemberdayaan masyarakat.

"BNPB pasti akan membantu BPBD dalam pengendalian Karhutla seperti pengerahan helikopter dan pesawat untuk water bombing, hujan buatan, bantuan pendanaan untuk operasional personil, aktivasi posko, dan lainnya," imbuh Sutopo.

Antisipasi Karhutla pada tahun ini lebih baik dibandingkan sebelumnya. Kejadian Karhutla tahun 2015, kemungkinan kecil tidak akan berulang. Sebab kondisi tahun 2016 tidak ada fenomena El Nino dan antisipasi sudah jauh lebih baik dilakukan.

"Memang Karhutla masih akan terus terjadi. Tidak mungkin menihilkan atau meniadakan sama sekali Karhutla di Indonesia. Tapi bisa kita kurangi skala dan intensitasnya," kata Sutopo.

Perilaku pembakaran hutan dan lahan adalah perilaku manusia yang membakar untuk membuka lahan, baik itu di tanah yang legal  atau di tanah ilegal dapat dari perorangan maupun perusahaan. Motivasi oknum masyarakat membakar lahan adalah faktor ekonomi, selain karena lebih murah dan mudah dilakukan bagi mereka untuk membuka lahan.

"Harus ada solusinya jika ingin masyarakat tidak membakar lahan, misalkan pemerintah menyediakan alat berat untuk membuka lahan, insentif yang menarik, penegakan hokum yang keras dan tanpa pandang bulu dan sebagainya. Perilaku ini terjadi karena alasan ekonomi, sosial dan budaya," lanjut Sutopo.

Masih menurut Sutopo, lemahnya penegakan hukum makin menyulitkan dalam penanggulangan Karhutla. Penyelesaian hukum terkait karhutla di Riau pada tahun 2013, 2014, dan 2015 hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Akhirnya tidak memberikan efek  jera dan menakutkan bagi para pelaku pembakaran.

Sutopo menegaskan, penegakan hukum harus dilakukan secara keras dan tegas bagi para pembakar, baik individu maupun korporasi yang secara sengaja maupun tidak sengaja berperan terjadinya Karhutla.

"Jika tidak, Karhutla akan berulang tiap tahun tanpa ada solusi permanen. Sementara itu kerugian yang ditimbulkan luar biasa," pungkasnya.

(ano)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews