Ekonom: Rupiah Melemah diangka Rp15.888 Tapi Indonesia Tetap Kuat, Tidak Akan Krisis

Ekonom: Rupiah Melemah diangka Rp15.888 Tapi Indonesia Tetap Kuat, Tidak Akan Krisis

Chatib Basri Ekonom yang juga mantan Menteri Keuangan RI (Foto: Facebook Sri Mulyani)

Jakarta, Batamnews - Pagi ini, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah, mencapai angka Rp15.888,-. Meskipun tren pelemahan ini menjadi perhatian, ekonom senior Chatib Basri menilai bahwa publik tidak perlu panik. 

Menurutnya, pelemahan Rupiah tidak secara otomatis mengindikasikan bahwa Indonesia akan mengalami krisis finansial.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia pada Senin, (23/10/2023), mantan Menteri Keuangan ini menyatakan bahwa di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia sebenarnya masih dalam kondisi yang relatif baik. 

Chatib Basri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5% untuk tahun depan, angka yang jauh di atas prediksi pertumbuhan ekonomi global yang berkisar antara 2,9 hingga 3%. Inflasi di Indonesia juga dinilainya masih dalam batas yang rendah.

Baca juga: Peningkatan Penggunaan QRIS Dorong Bank Indonesia Kepri Menetapkan Target 2 Kali Lipat pada 2024

Meski begitu, Chatib Basri mengakui bahwa masih ada trauma terkait dengan krisis finansial Asia pada tahun 1998. Krisis tersebut membuat kurs Rupiah merosot hingga 185%, disertai lonjakan inflasi hingga 77% dan kontraksi ekonomi sebesar 13,7%.

Menurutnya, trauma ini masih menghantui banyak orang, terutama ketika mereka melihat nilai tukar Rupiah melemah seperti yang terjadi saat ini. 

Dia mengingatkan bahwa pada tahun 2013, ketika terjadi taper tantrum, dirinya pernah ditanya oleh Gubernur Bank Sentral Meksiko mengenai alasan Indonesia terus melakukan intervensi terhadap nilai tukar Rupiah. 

Saat itu, Chatib menjelaskan bahwa intervensi tersebut diperlukan untuk menjaga kestabilan, sebab jika tidak dilakukan, orang akan panik dan khawatir bahwa krisis seperti tahun 1998 akan terulang.

Namun, dia menekankan bahwa pada saat taper tantrum, meskipun nilai Rupiah telah merosot sekitar 15%, Indonesia tidak mengalami krisis. Chatib menggarisbawahi bahwa yang seringkali menjadi masalah adalah persepsi. Jika orang menganggap situasi tersebut sebagai krisis, hal itu dapat memengaruhi pasar dan ekonomi negara.

Lebih lanjut, Chatib Basri mencatat bahwa tidak hanya masyarakat Indonesia yang mengalami trauma terhadap pelemahan nilai tukar Rupiah, tetapi juga investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. 

Baca juga: Kenaikan Harga Minyak Hari ini Turun Setelah Pembebasan Sandera AS oleh Hamas di Gaza

Mereka sering kali bertanya apakah Indonesia akan menghadapi krisis serupa dengan yang terjadi pada Asian Financial Crisis. Namun, menurut Chatib, hal tersebut tidak relevan, mengingat kondisi ekonomi Indonesia saat ini cukup kuat.

"Dalam proyeksi, nilai tukar Rupiah, terutama NDF (Non Deliverable Forward), dalam 12 bulan ke depan, tidak akan mencapai level Rp 16.000. Jika pun nilai Rupiah mencapai angka tersebut, ekonomi Indonesia masih akan tetap berada dalam kondisi yang baik. Ingatlah bahwa kita pernah menghadapi situasi lebih buruk dalam waktu yang lalu," ujar Chatib Basri.

Jadi, meskipun nilai tukar Rupiah mengalami pelemahan, Chatib Basri menekankan bahwa tidak ada indikasi kuat bahwa Indonesia akan menghadapi krisis finansial. Persepsi dan pandangan positif terhadap ekonomi negara ini adalah hal yang penting untuk dipertahankan di tengah ketidakpastian global saat ini.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews