Rupiah Diawal Oktober Capai Rp15.575 dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Indonesia

Rupiah Diawal Oktober Capai Rp15.575 dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Indonesia

Ilustrasi

Jakarta, Batamnews - Mata uang Garuda, Rupiah, telah mencatatkan kinerja yang mengejutkan dan sekaligus mengecewakan dalam beberapa waktu belakangan ini. Hal ini terutama terkait dengan pelemahan Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) setelah bank sentral AS, The Fed, memberikan sinyal bahwa suku bunga akan tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan. 

Pelemahan Rupiah ini dapat memiliki dampak buruk yang signifikan pada ekonomi Indonesia, bahkan bisa membawa 'Tsunami' ke dalam perekonomian negara ini.

Pada perdagangan kemarin, Selasa (3/10/2023), Rupiah berakhir melemah sebesar 0,32% ke posisi Rp 15.575/US$ terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). 

Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa sepanjang perdagangan kemarin, Rupiah sempat melemah hingga titik terendahnya ke posisi Rp 15.610/US$, meskipun akhirnya ditutup di bawah level psikologis Rp 15.600/US$. Ini adalah posisi terendah sejak 6 Januari 2023, alias sekitar sembilan bulan terakhir.

Baca juga: HIPKI Dukung Pemerintah Evaluasi Perizinan Pasir Kuarsa

Sementara itu, indeks Dolar Amerika Serikat (DXY) pada Selasa (3/10/2023) berada di posisi 107,02 pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak November 2022, atau 10 bulan lebih.

Dampak dari pelemahan Rupiah yang terus berlanjut dapat merambah berbagai sektor ekonomi Indonesia. Ini termasuk kenaikan harga barang impor, lonjakan suku bunga deposito dolar, dan peningkatan utang perusahaan.

Sejak awal tahun ini, Rupiah telah melemah sekitar 0,06%. Jika melihat pergerakan Rupiah sepanjang 2023, posisi Rupiah saat ini memang bukan yang terendah. Posisi terlemahnya tercatat pada 6 Januari 2023, yakni Rp 15.630/US$1, sementara posisi terkuatnya terjadi pada 1 Mei, yakni Rp 14.665 per US$1.

Selama tahun ini, Rupiah hanya menguat empat kali, yakni pada Februari, Maret, Mei, dan Juni. Selebihnya, Rupiah terus mengalami penurunan. Pada Agustus lalu, mata uang Garuda bahkan mengalami penurunan sebesar 1,49% dalam satu bulan.

Baca juga: TikTok Resmi Menutup TikTok Shop di Indonesia Mulai Besok

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelemahan Rupiah ini, termasuk melemahnya ekonomi China, sikap hawkish (cenderung tinggi) Suku Bunga AS, dan ketidakpastian politik menjelang pemilihan presiden pada tahun 2024. 

Investor tampaknya cenderung menunggu dan melihat perkembangan lebih lanjut, terutama karena dua dari bakal calon presiden belum mengumumkan pasangan yang akan mereka pilih untuk maju dalam pilpres tersebut.

Mengingat situasi ini, pemerintah dan bank sentral Indonesia perlu mempertimbangkan langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas mata uang dan mencegah dampak negatif yang lebih besar pada perekonomian negara ini.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews