Warga Kampung Bersejarah Rempang Menolak Direlokasi

Warga Kampung Bersejarah Rempang Menolak Direlokasi

Warga Rempang berdialog dengan Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia saat kunjungan kerjanya ke Batam (Foto: Batamnews)

Batam, Batamnews.co.id - Ketegangan meningkat menjelang rencana pengosongan lahan di Rempang yang dijadwalkan pada 28 September mendatang. Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), sebagai perwakilan komunitas adat, telah menyatakan kekhawatirannya kepada Wakapolda Kepulauan Riau (Kepri) tentang potensi risiko keamanan.

Juru bicara Keramat, Suardi, mengatakan, “Alhamdulillah jika Pak Bahlil sudah merilis secara resmi.” Keputusan ini diambil setelah Menteri Bahlil melakukan dialog dengan perwakilan dari Keramat dan beberapa warga Rempang pekan lalu.

Pilihan untuk "Digeser"

Dalam dialog tersebut, pemerintah menawarkan opsi untuk warga Rempang "digeser" ke Tanjung Banun. Meski demikian, masih ada beberapa warga yang menolak untuk pindah. "Kita berharap ada solusi terbaik untuk ini; bagaimana semuanya berjalan sesuai rencana – baik itu rencana pemerintah maupun rencana masyarakat. Dua sisi," ujar Suardi.

Investasi vs Penggusuran

Masyarakat Rempang, menurut Suardi, pada prinsipnya tidak menolak investasi. Namun, mereka menolak jika kampung-kampung sejarah mereka digusur. "Pada intinya, masyarakat Rempang tidak pernah menolak adanya investasi. Mereka hanya menolak kampung-kampung sejarah mereka digusur. Itu saja," tambahnya.

Konfirmasi Belum Dapat Dilakukan

Suardi juga belum bisa mengonfirmasi pernyataan Menteri Bahlil bahwa sudah ada 300 KK yang menyatakan bersedia digeser. "Cuma yang belum [bersedia digeser] kalau saya perhatikan itu adalah kampung yang memang kampung sejarah," jelasnya.

Peringatan dari AMAN

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) turut memberikan peringatannya. Mereka mengingatkan pemerintah untuk tidak mengklaim persetujuan masyarakat tanpa benar-benar mendengarkan aspirasi mereka yang terdampak. Sikap ini dikhawatirkan dapat memicu saling curiga dan konflik horizontal.

Pola Lama, Masalah Baru?

AMAN juga menggarisbawahi bahwa taktik-taktik seperti ini telah berulang kali menjadi pemicu konflik lahan di berbagai proyek lain, termasuk pembangunan bendungan Wadas di Jawa Tengah, waduk Lambo di Nusa Tenggara Timur, dan IKN di Kalimantan Timur.

Dengan waktu yang semakin dekat, kedua belah pihak berharap menemukan solusi yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews