Rempang Memanas: Warga Desak Pertemuan Bersama untuk Pembangunan Pulau Rempang

Rempang Memanas: Warga Desak Pertemuan Bersama untuk Pembangunan Pulau Rempang

Warga Rempang memblokade jalan di Jembatan IV Barelang, Batam, Senin (21/8/2023) (ist)

Batam, Batamnews  - Suasana di Pulau Rempang semakin tegang. Pada Senin (21/8/2023), puluhan warga melakukan aksi demonstrasi dengan memblokade jalan di Jembatan IV Barelang, Batam. Mereka bertujuan untuk menghadang tim BP Batam yang akan melakukan pengukuran lahan.

Aksi demonstrasi tersebut merupakan bentuk kekecewaan warga terhadap kurangnya keterlibatan mereka dalam rencana pembangunan di pulau tersebut. Pasalnya, mereka berasal dari 16 kampung tua di Pulau Rempang dan Pulau Galang, menolak rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City oleh PT MEG.

Penolakan ini bukan karena mereka menentang pembangunan, melainkan karena mereka tidak pernah diajak untuk ikut serta dalam perencanaan pengembangan kawasan tersebut.

Baca juga: Akhirnya Tomy Winata Garap 17.000 Hektare Lahan di Rempang-Galang Batam

Suwardi, salah satu tokoh masyarakat Pulau Rempang, menyatakan bahwa mereka berharap untuk diadakan pertemuan tiga pihak antara BP Batam, pengembang, dan masyarakat sebelum pembangunan dilaksanakan.

"Kami ingin BP Batam, pengembang, dan masyarakat berkumpul dan duduk bersama. Kami tidak menolak pembangunan, selama kami terlibat dari awal," ujar Suwardi.

Suwardi menegaskan bahwa mereka hanya ingin menjaga eksistensi kampung mereka.

"Selama belum ada kejelasan mengenai masa depan kampung kami, kami akan terus berjuang dan menghadang siapa pun yang mencoba merampas warisan nenek moyang kami," tegasnya.

Baca juga: Suku Terasing di Pedalaman Batam: Nasib Orang Darat Terakhir di Tengah Megaproyek Tomy Winata

Pendapat dari Peneliti BRIN

Dedi Arman, seorang peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkapkan bahwa wajar jika masyarakat dari Kampung Tua menolak rencana Rempang Eco City.

"Jauh sebelum ada Otorita dan BP Batam seperti sekarang, mereka sudah tinggal di pulau itu sejak abad ke-19. Siapa yang rela tanah tempat mereka bermukim selama ini digusur demi alasan investasi," ujar Dedi Arman kepada batamnews pada Selasa (22/8/2023).

Menurut Dedi, Pulau Rempang adalah tempat yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. "Sebelum zaman Belanda, mereka sudah tinggal di Rempang. Bahkan pada abad ke-19, orang Belanda seperti Elisa Netscher yang pernah menjadi Residen Riau sudah pernah mengunjungi Rempang. Pada saat itu, sudah ada masyarakat Melayu, Cina, orang laut, dan orang darat," tambahnya.

Disebutkan bahwa tidak tepat untuk menanyakan legalitas lahan kepada warga Pulau Rempang.

Baca juga: 199 Hektar Lahan di Pulau Galang Disiapkan BP Batam untuk Relokasi Warga Dampak Pembangunan di Pulau Rempang

"Mereka telah lama mendiami daerah tersebut. Pemerintah hadir belakangan. Mereka dahulu berada di bawah Kecamatan Bintan Selatan, pada zaman Kabupaten Kepri," ujar penulis buku "Orang Darat di Pulau Rempang, Tersisih Dampak Pembangunan Kota Batam."

Dedi Arman juga menyatakan bahwa karena Rempang Eco City memiliki beberapa kluster pembangunan, termasuk kluster cagar budaya, sebaiknya pemukiman masyarakat asli dimasukkan ke dalam kluster cagar budaya.

Belum Ada Rencana Penggusuran

Sementara itu, Wali Kota Batam Muhammad Rudi, yang juga menjabat sebagai Kepala BP Batam, menegaskan bahwa saat ini belum ada rencana untuk melakukan penggusuran.

Baca juga: Pulau Rempang, Bakal Disiapkan Sebagai Kawasan Industri Hilirisasi Energi di Batam

"Saya belum pernah menyatakan niat untuk melakukan penggusuran sekarang," katanya.

Terkait rencana relokasi warga, pihaknya masih dalam tahap perencanaan. Sebagai Kepala BP Batam dan Wali Kota, Rudi berkomitmen untuk memberikan yang terbaik dalam hal relokasi.

"Saya akan berusaha memberikan yang terbaik, jika relokasi memang perlu dilakukan. Saya masih menunggu keputusan dari Presiden," tambahnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews