Makna Idul Adha dan Pengorbanan Seorang Ibu

Makna Idul Adha dan Pengorbanan Seorang Ibu

Ketua KPKS Bintan-Lingga, Fatmawati. (Foto: istimewa)

Oleh: Fatmawati

KENDATI ada perbedaan perayaan Idul Adha pada 1444 Hijriah antara Indonesia dan negara lainnya tentu tidak mengurangi esensi atau maknanya. Saya sendiri memaknainya dari sudut pandang keibuan dan refleksi cinta Keluarga Nabi Ibrahim dan Ismail pada Allah SWT. Rabb semesta alam.

Hari Raya Idul Adha juga mengajarkan nilai-nilai pengorbanan dan keikhlasan, di mana seorang ibu sering kali menjadi tokoh sentral yang menggambarkan pengorbanan sejati. Dari momentum ini salah satu cerita yang membuat kita terkesan dan dikisahkan dalam Alquran adalah ketika Nabi Ibrahim (AS) mendapat perintah Allah untuk mengorbankan putra kesayangannya, Nabi Ismail (AS).

Dalam momen yang penuh ujian dan keberanian itu, Nabi Ibrahim (AS) menunjukkan kesediaan untuk mengorbankan apa pun demi Allah. Namun, Allah SWT mengirimkan seekor domba sebagai pengganti Nabi Ismail (AS), sebagai bukti pengujian iman Nabi Ibrahim (AS).

Baca juga: Pandangan Pancasila dan Pendidikan Pentingnya Demokrasi

Inilah awal kisah mengapa kemudian umat Islam dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban, seperti sapi, kambing, atau domba. Sembelihan ini dilakukan dengan tujuan untuk berbagi daging kurban kepada mereka yang membutuhkan, termasuk keluarga, tetangga, dan yang kurang mampu.

Aktivitas ini menunjukkan semangat saling berbagi dan pengorbanan, mengingatkan kita tentang nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam Islam.

Namun, di balik peristiwa sejarah yang begitu penting ini, kita juga dapat mengaitkannya dengan pengorbanan seorang ibu yang luar biasa. Dalam kisah Nabi Ibrahim, istri beliau, Siti Hajar, memainkan peran yang tak terpisahkan dalam pengorbanan tersebut.

Siti Hajar adalah seorang ibu yang penuh ketabahan dan kesabaran. Ketika Nabi Ibrahim menerima wahyu untuk mengorbankan putranya, beliau dengan berat hati menceritakan hal tersebut kepada Siti Hajar. Meskipun tentu saja ia juga merasa sedih dan bingung dengan perintah tersebut, Siti Hajar menghadapinya dengan ketenangan dan keyakinan.

Baca juga: Pengaruh Budaya Korea Terhadap Generasi Z di Indonesia

 

Pada saat itu, Nabi Ibrahim membawa Siti Hajar dan putra mereka, Ismail, ke padang gurun yang gersang di Makkah. Di sana, Nabi Ibrahim menunjukkan ketundukannya kepada Allah dan bersiap untuk melaksanakan perintah-Nya.

Siti Hajar yang bijaksana dan beriman mengatakan kepada suaminya, "Jika Allah memerintahkan mu untuk melakukannya, maka lakukanlah. Aku yakin Allah pasti akan melindungi kami."

Dengan penuh keberanian, Nabi Ibrahim mempersiapkan diri untuk mengorbankan putranya. Namun, sebagai bukti kesetiaan dan pengabdiannya kepada Allah, Allah mengirimkan malaikat Jibril (Gabriel) untuk menggantikan Ismail dengan seekor domba yang akan dikorbankan sebagai gantinya.

Pengorbanan Siti Hajar juga terlihat ketika setelah keluarga mereka ditinggalkan di padang pasir Makkah. Ketika persediaan air yang mereka bawa mulai habis, Siti Hajar mencari air dengan tidak henti-hentinya. Ia berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah tujuh kali untuk mencari tanda-tanda air. Ia tidak menyerah dan tetap berdoa kepada Allah untuk pertolongan.

Akhirnya, ketabahannya diuji dan doanya didengar oleh Allah. Air zamzam yang mukjizat tiba-tiba muncul di bawah kaki Ismail, mengalir dan mengisi sumur yang kemudian dikenal sebagai sumur Zamzam. Sumur itu menyediakan air yang berlimpah untuk keluarga Nabi Ibrahim dan menjadi salah satu sumber air yang tak pernah kering hingga saat ini.

Dari cerita di atas selain bisa kita maknai sebagai pengorbanan seorang ibu, paling tidak kalau mau kita detilkan, ada lima hal penting hikmah atau pelajaran yang bisa kita ambil pelajaran diantaranya.

Pertama, pengorbanan dan kesetiaan kepada Allah: Hikmah utama dari Idul Adha adalah mengajarkan nilai pengorbanan dan kesetiaan kepada Allah. Kisah Nabi Ibrahim yang siap mengorbankan putranya atas perintah Allah merupakan contoh nyata kesetiaan dan kepatuhan yang tinggi terhadap kehendak Allah.

 

Perayaan ini mengingatkan umat Muslim untuk senantiasa taat dan patuh kepada perintah Allah dalam segala aspek kehidupan.

Kedua, kepedulian dan berbagi dengan sesama: Idul Adha juga mengajarkan pentingnya berbagi dan peduli terhadap sesama. Ketika umat Muslim menyembelih hewan kurban, sebagian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Hal ini merupakan bentuk kepedulian sosial dan solidaritas dalam membantu meringankan beban kaum fakir dan miskin di sekitar kita.

Ketiga, ketahanan dan ketabahan dalam Menghadapi Cobaan: Kisah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar dalam menghadapi ujian yang berat mengajarkan kita tentang ketahanan dan ketabahan dalam menghadapi cobaan hidup. Ketika kita dihadapkan pada kesulitan dan tantangan, Idul Adha mengingatkan kita untuk tetap tegar, berserah diri kepada Allah, dan meyakini bahwa Dia akan memberikan pertolongan-Nya.

Keempat, Ketaqwaan dan Kesucian Hati: Perayaan Idul Adha merupakan momen yang mengingatkan kita untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Melalui ibadah kurban, umat Muslim diajak untuk membersihkan hati dan menghadirkan kesucian dalam diri. Kurban tidak hanya sekadar penyembelihan hewan, tetapi juga simbolisasi dari sikap rendah hati, taat, dan ketulusan hati dalam beribadah kepada Allah.

Kelima, menjaga hubungan keluarga dan persaudaraan: Idul Adha juga menjadi kesempatan bagi keluarga dan saudara-saudara Muslim untuk berkumpul dan merayakan bersama. Dalam suasana kebersamaan ini, penting untuk menjaga hubungan keluarga dan memperkuat persaudaraan sesama umat Muslim. Idul Adha mengajarkan nilai-nilai tolong-menolong, kebersamaan, dan saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari.

Selamat hari raya Idul Adha bagi umat Islam dimanapun berada, semoga memberikan kebaikan bagi kita semua. Amin YRA.

Penulis adalah Ketua Komunitas Peduli Kampung Sendiri (KPKS) Bintan-Lingga.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews