Gebrak Sukses Gelar Dialog Terbuka, Audiens Tersihir Pemaparan Prof Yusmar Yusuf

Gebrak Sukses Gelar Dialog Terbuka, Audiens Tersihir Pemaparan Prof Yusmar Yusuf

LSM Gebrak mengadakan dialog terbuka dengan tema "Kebudayaan dan Identitas". Kegiatan ini diselenggarakan sebagai persiapan menghadapi kont

Batam, Batamnews - LSM Gebrak mengadakan dialog terbuka dengan tema "Kebudayaan dan Identitas". Kegiatan ini diselenggarakan sebagai persiapan menghadapi kontestasi politik tahun 2024 yang semakin dekat.

Dialog tersebut diadakan oleh LSM Gebrak dengan tujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang politik identitas, politisasi identitas, dan kebudayaan. Acara ini digelar di Bandoeng Resto, Batam Center, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), pada Kamis (15/6/2023) malam.

Pemateri dalam dialog tersebut adalah Prof. Dr. Yusmar Yusuf, seorang Guru Besar dari Universitas Riau yang juga seorang budayawan Melayu, dan Uba Ingan Sigalingging, seorang Legislator dari Kepri. Hadir juga Anggota DPRD Kepri, Sirajudin Nur, dan perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kepri.

"Kehadiran saya berbicara di sini adalah sebagai bagian dari Gebrak. Kalau ibarat sebuah pertunjukan, saya ini adalah penyaji pembuka, pemain utamanya adalah Profesor Yusmar Yusuf," kata Uba, dalam pemaparannya.

Baca juga: Ketahuan Lagi, Andhi Pramono Beli Rumah Puluhan Miliar Pakai Tabungan Dolar Istrinya Nurlina

Menurut Uba, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam konteks kebudayaan, yaitu yang tampak (tangible) dan yang tak tampak (intangible). Hal yang tampak berkaitan dengan aspek fisik yang dapat dilihat dan diraba, sedangkan hal yang tak tampak mencakup nilai, makna, dan tata krama.

Selain itu, sering kali kebudayaan hanya dipahami sebagai bagian dari kesenian. Namun, menurut Uba, jika kebudayaan diartikan hanya sebagai masalah kesenian, maka kita tidak akan bisa memperoleh manfaat maksimal dari kebudayaan itu sendiri.

"Kami sangat menghargai keberadaan kebudayaan dalam konstitusi kita. Kebudayaan termasuk dalam salah satu pasal dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Selain itu, ada juga Undang-Undang Kemajuan Kebudayaan. Kita memiliki dasar konstitusional yang kuat," ujar Uba.

Sementara itu, pemaparan dari Profesor Yusmar Yusuf lebih fokus pada politik identitas. Menurutnya, politik identitas sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim. Seiring dengan perkembangan zaman, politik identitas sering disalahgunakan dan digunakan untuk kepentingan semata.

Baca juga: Pengusaha Money Changer yang Dirampok Hendak Bawa Dolar Singapura ke Jakarta via Hang Nadim

"Politik identitas tidak bersyarat dan tidak disengaja. Apakah ada yang ingin disebut sebagai orang Melayu, Jawa, Bugis, atau kelompok lainnya? Tidak ada. Bahkan dalam hal keyakinan pun begitu," papar Yusmar Yusuf.

Bagi Yusmar, politik dan kebudayaan adalah dua hal yang saling terkait. Politik merupakan kekuatan, sedangkan kebudayaan menjadi benteng.

"Kebudayaan ini adalah efek ilahi. Kita ini kitab ikhtisar. Manusia dibekali semacam chips yang disebut akal yang akan membentuk suatu kebudayaan," kata dia.

Tak sampai di situ saja, dia juga melarang identitas yang di politisasi. Ia mencontohkan itu seperti etnis suku lain tidak dibolehkan tinggal di tanah Melayu, itulah yang dinamakan politisasi identitas.

Namun, berbicara soal politik identitas tentu wajib dilakukan. Bahkan menurutnya, Provinsi Kepri lahir karena adanya politik identitas. Memisahkan diri dari Riau adalah bentuk dari politik identitas itu sendiri.

"Di dalam ini berhimpun seluruh latar belakang, bahasa, agama dan nilai yang berbeda-beda. Kepri ini lahir karena identitas dan dari semangat archipelago, memisahkan diri dari Riau," ujarnya.

Lebih jauh disampaikan Prof Yusmar, politisasi juga sampai kepada agama. Yang berlaku saat ini di beberapa daerah dan bahkan negara, kepercayaan selalu mengambil setting ke agama mayoritas. Harusnya mayoritaslah yang melindungi minoritas.

"Agama itu bukan pilihan, itu diberikan dan identitas itu bersyarat. Tidak baik mempolitisasi agama. Dengan agama, ada kekuasaan langit. Orang dimiskinkan, seolah-olah menjadi miskin masuk surga. Itu salah satu politisasi," terangnya.

Bahasa yang diramu oleh Prof Yusmar memang sangat dalam. Nyatanya para audiens menyimak hingga akhir dari apa yang ia paparkan pada dialog tersebut.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews