Sejarah Kelam VOC Terulang, Eropa Tega Lakukan Ini ke RI

Sejarah Kelam VOC Terulang, Eropa Tega Lakukan Ini ke RI

Seorang pria berjalan melewati tanda Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). (Photo by FABRICE COFFRINI/AFP via Getty Images)

Jakarta - Indonesia secara global dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan akan banyak sumber daya. Sebut saja seperti hasil pertambangan mineral seperti nikel, bauksit dan timah hingga tembaga. Kekayaan ini jelas menjadi incaran banyak negara di dunia untuk 'menghidupi' negaranya, tak terkecuali Eropa.

 

Atas dasar hal ini, Indonesia mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih mentah untuk melindungi kekayaan dan memaksimalkan pendapat negara melalui sumber daya alam yang dimiliki.

Kebijakan ini pun jelas mendapatkan respon dari dunia termasuk Uni Eropa (UE). Negara-negara yang tergabung dari Uni Eropa beramai-ramai langsung menggugat Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) sebagai buntut kesulitan mereka memperoleh hasil bijih mentah nikel dari RI.

Baca juga: Ekspor Batam Sektor Nonmigas Naik 18,8 Persen, PT Esun Ikut Berperan

Anggota Pokja Hilirisasi Mineral dan Batu Bara Kadin, Djoko Widajatno berpendapat bahwa apa yang dilakukan negara-negara Eropa itu disebut mirip seperti yang dilakukan VOC pada zaman penjajahan. Negara-negara Eropa tersebut dinilai hanya ingin menguasai hasil sumber daya alam dari Indonesia tanpa ingin memberikan nilai tambah.

"Waktu VOC mereka datang ke sini tujuannya berdagang setelah berdagang banyak untungnya memaksakan untuk menyerahkan hasil bumi kita ke Eropa karena mereka membutuhkan rempah-rempah dari Indonesia," ujarnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (8/1/2023).

Dia pun memandang penjajahan di masa VOC seperti terulang kembali dengan adanya intervensi negara-negara Uni Eropa. Utamanya terhadap melimpahnya sumber daya mineral Indonesia yakni nikel yang berasal dari Sulawesi, Maluku Tenggara, dan Papua.

Baca juga: Pria di Singapura Divonis Penjara Gegara Ekspor Bahan Makanan ke Korea Utara

Djoko menyebut, nikel sendiri diketahui bakal menjadi komoditas yang strategis di masa depan. Melalui sumber mineral ini, ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai akan terbangun.

"Jadi negara-negara yang mencoba untuk masalahkan ekspor nikel ini latar belakangnya sebenarnya ingin menguasai sumber daya alam kita demi kemakmuran mereka tetapi mereka melupakan bahwa Pak Jokowi juga menyampaikan mari kita membangun ekonomi dunia dengan semangat kerja sama," jelasnya.

Seperti diketahui, Indonesia telah resmi mengajukan banding atas putusan kekalahan gugatan di WTO yang menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel melanggar peraturan perdagangan internasional.

 

Belum lama ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan gambaran pada larangan ekspor nikel. Dia mengatakan, dalam penyetopan ekspor nikel, pendapatan negara melalui ekspor nikel yang sudah dihilirisasi melejit hingga US$ 30 miliar dari yang sebelumnya hanya US$ 1,1 miliar.

"Ada lompatan nilai tambah. Sebelumnya itu betapa kita dirugikan berpuluh puluh-tahun. Pajak gak dapat kalau kita ikut miliki dividen tidak dapat royalti gak dapet, bea ekspor juga gak dapet pembukaan lapangan kerja gak dapet. Hari ini kita tambah lagi nanti kita umumkan satu komoditas yang kita miliki setelah dari sini," ungkap Jokowi.

Adapun Presiden Jokowi juga siap pasang badan apabila kebijakannya melarangan ekspor bauksit nanti kembali digugat ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

"Nikel di gugat, nanti ini diumumkan (bauksit) digugat lagi tidak apa-apa suruh gugat lagi," pungkasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews