Lahan Untuk Perumahan Veteran di Kelurahan Sambau Bersengketa

Lahan Untuk Perumahan Veteran di Kelurahan Sambau Bersengketa

Lokasi lahan yang bersengketa. (Foto: Juna/Batamnews)

Batam, Batamnews - Seluas 6 hektare lahan di Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam menjadi sengketa.

Konon lahan yang sudah digarap untuk kebun sejak 1986 silam oleh warga Nongsa bernama Sdihibahkan kepada MA pada 2016. Lahan tersebut notabenenya tidak untuk diperjualbelikan.

Konflik muncul pasca pemilik lahan berinisial MA meninggal dunia. Istri yang bersangkutan WU mengaku mendapat intervensi.

Klaim muncul dari pihak berinisial N yang dulunya merupakan rekan dari MA semasa hidup.

Pengacara WA, Ratna mengatakan jika mendiang suami dari kliennya, yakni MA merupakan mantan aparat.

MA awalnya berniat menjadikan lahan tersebut untuk kompleks TNI dan Polri seta veteran yang ingin membangun rumah. 

Bahkan beberapa mantan pejabat tinggi di Polda Kepri telah mendirikan rumah di lahan tersebut. Sementara sebagian besar lagi dijadikan lahan perkebunan.

"Ini tujuan mulia dari almarhum suami klien kami. Setelah mendapat hibahan lahan itu, rencana hendak dibagi untuk para TNI dan Polri serta veteran agar bisa membangun rumah. Namun, malah ada teman almarhum yang ingin menguasai untuk bisnis," kata Ratna, Selasa (29/3/2022).

MA meninggal karena sakit pada 2017 silam. Konflik muncul tiga tahun kemudian, yakni pada 2020.

"MA dulunya bergabung dengan organiasi mengataskanamakan keluarga TNI dan Polri. Saat itulah N juga bergabung dalam organisasi tersebut. Namun pada tahun 2020, N mendatangi istri MA, mengajak kerjasama agar lahan ini dijual kepada investor," ujar dia.

Namun WU menolak. Kini konflik di lahan itu justru terus melebar. "Selalu saja ada yang datang ke lokasi yang berujung cekcok mulut. Mereka akhirnya pergi. Kejadian ini terjadi sekitar 1 tahun," kata Ratna.

Pada 2021, N kembali mendatangi WU untuk menawarkan atau memberikan uang sebesar Rp 600 juta sebagai biaya pembelian lahan. Namun lagi-lagi ditolak oleh WU.

Konflik semakin memuncak pada Januari 2022. Puluhan orang berseragam dan bersenjata lengkap datang ke lokasi dengan tujuan mengamankan lahan. Atas kejadian itu, cek-cok mulut antara aparat dengan WU terjadi lagi. 

Saat itu kondisi masih bisa diatasi, sampai puluhan orang tersebut membubarkan diri. Namun pada Bulan Februari 2022, mereka kembali datang dengan jumlah yang lebih banyak dan membawa petugas yang mengaku dari BP Batam untuk mengukur tanah.

Saat itu, hanya ada Iwan Santoso, selaku penjaga kebun bersama satu rekannya lagi, dan mempertanyakan surat tugas ukur kepada orang yang mengaku dari BP Batam tersebut.

"Tapi orang itu tidak bisa menunjukkannya. Iwan mengatakan pada orang itu, jika belum bisa memperlihatkan surat tugasnya, lebih baik ngobrol dulu dengan WU, selaku pemilik lahan. Tapi tiba-tiba puluhan orang itu menegur Iwan, dan meminta jangan menghalangi tujuan mereka," kata Ratna.

Tak sampai di situ saja, lanjut Ratna, beberapa hari kemudian mereka datang kembali dan meratakan seluruh tanaman yang ada di kebun. 

"Yang kami sayangkan, kenapa mereka datang berseragam lengkap, tapi melakukannya dengan cara premanisme. Padahal kebun itu hanya dijaga dua orang. Malah sekarang penjaga kebun itu dilanggil polisi sebagai saksi. Ada yang membuat laporan telah mendirikan bangunan di lahan milik orang lain," kata dia.

Mengetahui hal ini, pihaknya mencoba mencari tahu ke BP Batam dan disebutkan lahan itu sekarang milik Arda Regency yang notabenenya adalah N.

"Kami kaget. Padahal sejak 2016, klien kami sudah mengajukan WTO ke BP Batam, namun tidak digubris. Tapi ini tiba-tiba lahan iti disebutkam milik Arda Regency. Kami mengetahui nama itu berdasarkan surat pemanggilan dari pihak kepolisian terkait laporan yang dibuat," ujarnya.

Ratna berharap, masalah ini bisa diselesaikan secara baik-baik. Jangan sampai berlarut-larut.

"Rumah klien kami juga berdiri di lahan itu. Anehnya, hanya klien kami yang dipanggil terkait kasus itu. Sementara ada 10 rumah di lahan itu, yang sebagiannya milik mantan pejabat di Polda Kepri," katanya.

"Jika mereka memang bisa memperlihatkan bukti kepemilikan, tentunya tidak sepanjang ini. Namun mereka tidak bisa menunjukkan. Harapan kami permasalahan ini bisa diselesaikan secara baik-baik, bukan dengan kekerasan," tambahnya. 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews