Kiamat Kontainer Serius, Pabrik-Pabrik Furnitur Bertumbangan

Kiamat Kontainer Serius, Pabrik-Pabrik Furnitur Bertumbangan

Dermaga peti kemas Pelabuhan Yangshan di Shanghai, China Timur (23/4/2017). (Ding Ting/Xinhua via AP)

Jakarta, Batamnews - Ongkos logistik kontainer terus melonjak karena kelangkaan sehingga memberatkan pengusaha furnitur dan mebel melakukan ekspor. Imbas seriusnya banyak pelaku UMKM produk furnitur yang bangkrut atau tutup sementara karena tidak bisa melakukan ekspor.

Dari data yang di himpun Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) kenaikan ongkos kontainer mencapai 900%. Dimana ongkos kirim kontainer 40 kaki ke AS mencapai US$ 19.100, padahal pada 2020 lalu hanya US$ 2.000.

Baca juga: Pelabuhan Batu Ampar Dilengkapi Container Crane Percepat Proses Bongkar Muat Barang

Sementara untuk kontainer 20 kaki menjadi US$ 15.100 atau naik 907% dari tahun 2020 lalu yang hanya US$ 1.500. Kenaikan biaya juga terjadi ke Eropa 900%, Timur Tengah 400%, Jepang 350%, Australia 500%.

Kenaikan harga kontainer terjadi karena ketidakseimbangan aktivitas ekspor impor yang terjadi secara global imbas pandemi. Sehingga kegiatan bongkar muat di kontainer terhambat. Bahkan ada indikasi permainan harga dari shipping line global.

Ketua Presidium HIMKI Abdul Sobur, mengatakan bentuk ekspor furnitur yang besar atau bulky membuat kebutuhan ruang kontainer yang besar. Dengan kondisi kelangkaan kontainer membuat banyak pemesanan tersendat dari negara pengimpor, efeknya pelaku usaha tak bisa jualan.

"Pengiriman kesulitan kontainer, khususnya ke Amerika. Biaya terlalu tinggi sehingga barang tidak terangkut," jelasnya via CNBC Indonesia, Kamis (27/1/2022).

Sampai saat ini perusahaan industri mebel terus meminta bantuan dari pemerintah, karena permasalahan ini terus berlarut dari tahun tahun lalu. Dimana perusahaan perkapalan kontainer kebanyakan dari luar negeri sehingga ada indikasi permainan harga.

Imbasnya, banyak perusahaan mebel yang menunda untuk melakukan pengiriman barang. Produksi juga terhambat karena tidak terjual. Sehingga ada juga perusahaan kecil yang menutup tokonya menunggu solusi.

Baca juga: Rudi Ungkap Keuntungan Pelabuhan Baru Internasional Batam di Tanjungpinggir

"Yang tutup itu UMKM, karena mereka pasti masalah nggak dapat. Perusahaan macam-macam bernilai Rp 1 miliar itu tutup lemah cash flow-nya. Kalau yang besar-besar justru malah tumbuh," jelasnya.

Dari hitungannya ada 25% UMKM furnitur dan kerajinan bangkrut yang terdaftar dari anggotanya sebanyak 2.500 usaha. Artinya secara hitungan kasar ada sekitar 600-an UMKM yang terdampak kenaikan biaya jasa akibat 'kiamat' kelangkaan kontainer.

"Banyak yang tutup, khususnya UMKM dari hitungannya ada sekitar 25%," jelasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews