Ikuti Omnibus Law, MUI Ubah Tata Cara Penetapan Produk Halal

Ikuti Omnibus Law, MUI Ubah Tata Cara Penetapan Produk Halal

Ilustrasi.

Jakarta, Batamnews - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengubah sejumlah aturan tata kelola produk halal. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am mengatakan perubahan ini sejalan dengan Omnibus Law.

Omnibus Law diketahui turut melakukan sejumlah perubahan yang cukup signifikan pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 (UU JPH) mengenai Jaminan Produk Halal.

"Ini penting untuk dikonsolidasikan terlebih setelah diundangkannya undang-undang cipta kerja dan juga peraturan pelaksanaannya yang memberikan regulasi baru secara administratif mengenai masa berlaku sertifikat halal," ujar Niam dalam Acara Silaturahmi LPPOM MUI dan perusahaan bersertifikat MUI, Senin (31/5/2021).

Meski ada sejumlah perubahan berkaitan dengan masa berlaku serifikasi halal, Niam menyebut fatwa halal jadi satu-satunya hal yang tidak berubah dalam aturan tersebut. Hal itu dikarenakan fatwa jadi salah satu tolok ukur penting khususnya dalam menentukan layak tidaknya suatu produk dikonsumsi khususnya untuk umat muslim.

Baca: MUI Terbitkan Fatwa Halal Vaksin Covid-19 Sinovac

"Kalau terkait dengan fatwa, karena dia terminologi dan juga kidung keagamaan maka penyelesaiannya dan juga lembaga yang menetapkan itu adalah ajeg, tidak berubah baik sebelum maupun setelah undang-undang jaminan produk halal," ucap Niam.

Auditing Sebelum Keluarkan Label Halal

Karena fatwa pada hakikatnya merupakan penetapan kepatutan sesuai unsur keagamaan, kata Niam, maka pada konteks sertifikasi halal penetapan kehalalan suatu produk itu terlebih dulu harus didahului proses auditing, pemeriksaan oleh MUI.

Proses pemeriksaan halal tidaknya suatu produk dilakukan dengan menggunakan standar yang juga telah ditetapkan oleh fatwa MUI. Sehingga keluaran dari MUI yang pertama adalah fatwa terkait dengan standar halal yang di atas standar inilah kemudian proses auditing, proses produksi, dan juga proses pengukuran.

Yang kedua adalah fatwa terkait dengan produk. Perlu dipahami oleh seluruh pelaku usaha pengembangan produk halal itu meniscayakan adanya suatu proses pemeriksaan produk sebelum nantinya dapat beredar luas.

"Di atas sistem itulah kemudian LPH melakukan proses Auditing terhadap proses produksi dan juga ingredient-nya dan hasil auditing itu kemudian disampaikan ke Majelis Ulama Indonesia untuk dilakukan pembahasan guna menetapkan kehalalan produk," ungkap dia.

Oleh karena itu sebelum menciptakan suatu produk, kata Niam, penting untuk melakukan pemeriksaan apakah produk itu berguna, berkhasiat, serta halal statusnya untuk dikonsumsi atau digunakan.

"Adanya penyesuaian dengan dua aspek ini sekaligus ya yang pertama adalah aspek standar yang kemudian nanti mengejawantah di dalam bentuk sistem jaminan halal atau sistem jaminan produk halal dan karenanya ketika kita hendak mengembangkan produk halal harus direncanakan sejak awal, sejak proses riset dan development dengan menginventarisir serta memedomani sistem jaminan produk halal yang ada," tutupnya.
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews