Dahului Indonesia, Singapura dan Vietnam Lepas dari Resesi

Dahului Indonesia, Singapura dan Vietnam Lepas dari Resesi

Ilustrasi. (Foto: Depositphotos)

Jakarta, Batamnews - Singapura akhirnya mampu lepas dari resesi di kuartal I-2021. Produk domestik bruto (PDB) kuartal I-2021 negara itu tumbuh 0,2% year-on-year (YoY), setelah mengalami kontraksi sepanjang tahun lalu.

Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 2 kuartal beruntun secara tahunan (year-on-year/YoY).

Artinya, Singapura kini sudah sah lepas dari resesi. Sementara jika dilihat secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), PDB Singapura tumbuh 2%, dan sudah dalam tren positif dalam 3 kuartal beruntun.

Rilis PDB tersebut, sesuai dengan proyeksi bank ING, demikian dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (15/4/2021).

Selain Singapura, negara yang mengucapkan selamat tinggal pada resesi adalah Vietnam. Negara sosialis itu mencatatkan pertumbuhan ekonominya mencapai 4,48% kuartal I-2021. 

Keberhasilan Vietnam dalam ekonomi tidak lepas dari upayanya menahan laju penyebaran kasus covid.

Sebagai negara tetangga, pemulihan ekonomi Indonesia untuk kembali ke zona positif pun kembali dipertanyakan. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 diperkirakan -1% sampai -0,1% yang artinya masih resesi.

Tapi sebenarnya kontraksi ekonomi Singapura bahkan lebih dalam dibandingkan Indonesia. Kontraksi ekonomi Singapura pada tahun lalu yang terburuk adalah -5,4%. Sedangkan Indonesia kontraksi terdalamnya adalah -5,32% di kuartal II-2020.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, untuk Indonesia bisa keluar dari jurang resesi paling cepat di kuartal II-2021. Di kuartal I ini perekonomian diperkirakan masih akan negatif.

"Sepertinya paling cepat di kuartal ke II atau ke III. Bisa tumbuh 1%-2% saja sudah cukup baik," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Menurutnya, untuk bisa keluar dari resesi ini Pemerintah harus mempertajam stimulus fiskal khususnya berubah dari berorientasi pada korporasi menjadi pada konsumen akhir. Ia mencontohkan, seperti penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% ke 5% untuk bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga.

Kemudian, melanjutkan program perlindungan sosial yang tepat sasaran seperti bantuan subsidi upah untuk sektor formal dan informal. Juga mendorong inklusivitas pembangunan ekonomi digital.

"Misalnya ada subsidi ongkir Rp 500 miliar via e-commerce, itu bagus tapi alangkah lebih baik kalau spesifik mendorong produk UMKM dibanding impor," kata dia.

Selanjutnya, selain stimulus fiskal, yang juga penting untuk mendorong perekonomian adalah penanganan masalah pandemi dari sisi kesehatannya.

"Penanganan pandemi yang lebih fokus dan serius, serta memastikan vaksinasi berjalan sesuai target," tegasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews