Coronasomnia, Gangguan Tidur Bukan Karena Virus Corona

Coronasomnia, Gangguan Tidur Bukan Karena Virus Corona

Andreas Prasadja, dokter kesehatan tidur, menuturkan banyak pasien datang dengan keluhan sulit tidur sejak kondisi pandemi termasuk coronasomnia (Istockphoto/bymuratdeniz)

Jakarta - Andreas Prasadja, somnologis atau dokter kesehatan tidur, menuturkan banyak pasien datang dengan keluhan sulit tidur sejak kondisi pandemi.

Namun yang menarik, dia mendapati para pasien membawa pertanyaan yang sama yakni, 'Apa karena virus terus jadi insomnia?' dan pertanyaan-pertanyaan serupa berkaitan dengan SARS-CoV-2 alias virus corona.

"Saya bilang bukan. Itu istilah populer, bukan diagnosis penyakit. Coronasomnia lebih disebabkan isolasinya, sama ada orang yang kerja di rumah, banyak yang mengalami insomnia," kata Andreas dalam webinar bersama Royal Philips, Selasa (16/3).

Keluhan insomnia selama pandemi pun tampaknya dialami banyak orang, tak hanya pasien Andreas. Dokter yang berpraktik di Snoring & Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Kemayoran ini berkata temuan yang diterbitkan di Journal of Clinical Sleep Medicine (Februari, 2021) menyebut Google Trends mendeteksi peningkatan pencarian soal insomnia selama pandemi.

Kecemasan, stres, rasa takut akan penularan virus corona memang membuat orang jadi susah tidur hingga insomnia. Namun Andreas mengingatkan ada penyebab lain yang tak disadari yakni gangguan irama sirkadian.

"Manusia itu makhluk irama. Biasanya punya irama dari bangun tidur, mandi, siap-siap berangkat kerja, dandan, ke lokasi kerja, macet-macetan, lalu kerja, pulang, sampai rumah lalu bersantai, istirahat. Saat pandemi, irama ini hilang [karena kerja dari rumah]," jelasnya.

Bayangkan, Anda melakukan segala sesuatu di lingkungan yang sama sepanjang waktu. Mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur, rasanya tidak ada bedanya atau tanpa 'irama'. Mungkin sebagian dari Anda tidak mandi sebelum bekerja, minim gerak dan hanya di depan layar, kerja terus dari kamar, pencahayaan yang kurang lebih sama baik siang maupun malam, jam kerja yang kerap bablas atau jam santai yang juga bablas, semua ini bisa mengganggu jam sirkadian tubuh.

"Perlu diingat, irama sirkadian tubuh peka terhadap cahaya. Kalau berada di lingkungan yang sama terus-menerus, otak jadi enggak bisa membedakan lingkungan lagi," imbuhnya.

Nah, bagaimana cara mengatasi coronasomnia?

Andreas mengatakan, mengatasi coronasomnia cukup sederhana. Anda hanya perlu membedakan siang dan malam. Namun jika dijabarkan, berikut tips-tipsnya.

1. Aktivitas dibedakan, Anda perlu menciptakan 'irama' aktivitas sehari-hari semisal waktu kerja dibedakan dengan waktu istirahat. Waktu kerja diatur misal pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore, bukan bablas hingga pukul 9 malam. Waktu santai juga dibedakan dan diatur agar tidak berlebihan.

2. Pakaian yang sesuai, kerja dari rumah membebaskan orang untuk berbusana sesantai mungkin. Namun coba untuk membedakan busana kerja dan busana selepas jam kerja. Usahakan tidak bekerja dalam balutan piyama atau daster semalam.

3. Lingkungan berbeda, bukan berarti Anda harus gonta-ganti kafe untuk menumpang bekerja. Cukup atur lingkungan yang akan Anda gunakan untuk bekerja. Gunakan kamar tidur hanya untuk istirahat.

4. Pencahayaan yang sesuai, Andreas berkata atur agar siang hari pencahayaan dibuat terang atau banyak memanfaatkan cahaya alami misal membuka jendela. Sedangkan malam juga disediakan pencahayaan tetapi diatur agar tidak lebih terang daripada pencahayaan siang.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews