Malaysia Deportasi 1.086 Warga Negara Myanmar

Malaysia Deportasi 1.086 Warga Negara Myanmar

Kapal AL Myanmar yang dikirim ke Malaysia untuk angkut warganya yang dideportasi. (Foto: Lim Huey Teng/Reuters)

Kuala Lumpur - Malaysia mendeportasi 1.086 warga negara Myanmar, walaupun pengadilan memerintahkan agar pemulangan dihentikan sementara di tengah kondisi Myanmar yang memanas setelah militer kembali berkuasa melalui kudeta awal Februari lalu.

Dirjen di Departemen Imigrasi Malaysia, Kairul Dzaimee Daud, menyampaikan pada Selasa, kelompok tersebut setuju untuk kembali ke negaranya secara sukarela dan dikirim dengan tiga kapal milik Angkatan Laut Myanmar.

Langkah tersebut dilaksanakan setelah Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur memberikan izin tinggal sementara, melarang pemulangan 1.200 orang sampai pukul 10.00 waktu setempat pada Rabu.

Perintah tersebut diterbitkan sebagai tanggapan atas permintaan peninjauan kembali dari Amnesty International dan Asylum Access, yang mengatakan nyawa orang dalam kelompok tersebut berisiko dan lebih dari puluhan tahanan tersebut merupakan anak-anak dengan setidaknya salah satu orang tuanya berada di Malaysia.

Daud menyampaikan, mereka yang dipulangkan adalah warga negara Myanmar yang ditangkap tahun lalu dan tidak termasuk pencari suaka atau pengungsi Rohingnya.

“Semua yang dideportasi itu setuju untuk pulang atas kemauan bebas mereka tanpa dipaksa,” jelasnya dalam pernyataannya, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (24/2).

Dalam pernyataannya, Daud tak menyinggung putusan pengadilan atau menjelaskan mengapa hanya 1.086 orang yang dideportasi, bukan 1.200.

Direktur Eksekutif Amnesty International Malaysia, Katrina Jorene Maliamauv mengatakan sebelumnya bahwa pengadilan akan menyidangkan tuntutan mereka pada Rabu dan mendesak Malaysia memberikan akses bagi badan pengungsi PBB, UNHCR kepada kelompok tersebut untuk memvefirikasi kelompok suaka.

“Pemerintah harus menghormati perintah pengadilan dan memastikan tidak satu pun dari 1.200 orang itu dideportasi hari ini,” jelasnya dalam sebuah pernyataan.

Direktur Eksekutif Asylum Access, Tham Hui Ying, mengatakan memulangkan anak-anak akan melanggar komitmen Malaysia atas Konvensi Hak-Hak Anak, dan UU Anak Malaysia sendiri yang berisi komitmen pertanggungjawaban untuk melindungi anak-anak.

 

Surati Perdana Menteri

Amnesty International juga mengirimkan surat banding kepada Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin pada Selasa, berisi tuntutan masyarakat untuk membatalkan rencana deportasi tersebut. Amnesty menerima lebih dari 1.000 surat yang menyerukan Malaysia untuk menghentikan deportasi itu.

Malaysia adalah rumah bagi jutaan migran dari berbagai negara - baik berdokumen maupun tidak - yang sering bekerja dalam jenis pekerjaan bergaji rendah.

Menurut UNHCR, ada hampri 180.000 pengungsi dan pencari suaka di negara tersebut. Sebagian besar berasal dari Myanmar, termasuk 102.250 Rohingya, serta puluhan ribu dari kelompok etnis minoritas lainnya yang melarikan diri dari konflik di tanah air mereka.

Mereka juga berisiko ditahan sebagai migran “tidak berdokumen” karena Malaysia bukan penandatangan Konvensi PBB tentang Pengungsi. UNHCR belum bisa mengunjungi pusat penahanan imigrasi di negara itu sejak Agustus 2019.

“Ini adalah waktu untuk memperluas perlindungan bagi orang-orang yang melarikan diri dari Myanmar dan memberikan akses kepada PBB, bukan menyerahkan mereka ke tangan junta militer dengan rekam jejak panjang pelanggaran hak asasi manusia yang serius,” jelas Amy Smith, Direktur Eksekutif Fortify Rights, dalam sebuah pernyataan yang menyerukan Malaysia untuk menghentikan deportasi tersebut.

“Rencana ini membahayakan nyawa dan memberikan legitimasi yang tidak layak untuk kudeta militer yang kejam di Myanmar.”


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews