Pasir Berdarah di Lumajang

Ganggu Usaha Pasir Kepala Desa, Aktivis Lingkungan Disiksa Hingga Tewas

Ganggu Usaha Pasir Kepala Desa, Aktivis Lingkungan Disiksa Hingga Tewas

Salim Kancil yang terkapar tak bernyawa setelah dianiaya sejumlah preman. (Foto: LBH Jakarta)

BATAMNEWS.CO.ID, Lumajang - Tak ada yang menyangka Sabtu (26/9) pekan lalu menjadi hari terakhir bagi keluarga melihat sosok Salim Kancil. Dia meregang nyawa lantaran dianiaya hingga tewas oleh sekelompok orang.

Jauh-jauh hari pertikaian ini coba dihindari. Salim dan kawannya, Tosan, memang giat menolak penambangan pasir liar di tepi pantai dekat tempat tinggal mereka, di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Keduanya bergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa. Mereka merasa penambangan pasir itu tidak membawa berkah apapun. Justru sebaliknya. Jalanan di desa mereka rusak akibat truk-truk pengangkut pasir hilir mudik. Abrasi pun mengancam pantai jika pasir itu terus dikeruk. Meski demikian, keduanya mungkin sudah bersiap perjuangan mereka bakal membahayakan nyawa.

Penambangan pasir liar itu konon melibatkan sang kepala desa. Raja kecil itu terusik dengan aspirasi disuarakan Salim, Tosan, serta kawan-kawan mereka yang lain. Guna membungkam para pegiat, dia diduga mengerahkan para preman.

Gelagat bakal adanya tindakan kekerasan sudah terlihat beberapa waktu sebelumnya. Saat itu, Salim dan Tosan serta beberapa tetangga mereka sedang kerja bakti membersihkan lingkungan didatangi sekelompok orang. Mereka diancam menggunakan senjata tajam supaya tidak melakukan kegiatan menolak penambangan pasir liar. Adu mulut sempat terjadi.

Puncaknya pada Sabtu pekan lalu. Sekelompok orang menganiaya Tosan hingga kritis. Sementara Salim disiksa hingga tewas.

Dari penyelidikan dilakukan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, saat itu Salim dan Tosan dikeroyok 40 orang. Salah satu anggota tim investigasi KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, penganiayaan itu lebih dulu dilakukan kepada Tosan. Dia didatangi rombongan orang yang sudah gelap mata di rumahnya sekitar pukul 07.00 WIB.

"Tosan dijemput paksa di rumahnya. Tanpa banyak bicara, puluhan orang yang membawa pentungan kayu, celurit dan batu itu mengeroyok Tosan," kata Fatkhul di Surabaya kemarin.

Saat dipukuli, Tosan berusaha menyelamatkan diri dan lari dengan sepeda motornya. Sayang, sepeda motor Tosan langsung ditabrak.

"Kemudian Tosan diseret ke lapangan dan dihajar membabi-buta. Tubuhnya juga dilindas beberapa kali dengan motor para pelaku. Akibatnya, Tosan mengalami luka berat," lanjut Fatkhul.

Selanjutnya
Puas menganiaya Tosan, kumpulan orang itu lantas pergi. Karena mengalami luka berat, Tosan langsung dilarikan ke Puskesmas Pasiran, tetapi kemudian dirujuk ke RSUD Lumajang dan RS Bhayangkara Lumajang.

Selesai mengeroyok Tosan, gerombolan itu menuju ke rumah Salim Kancil. Pagi itu, Salim sedang menggendong cucunya. Lantaran murka sudha di ubun-ubun, kelompok itu tak pandang bulu. Mereka langsung menghajar Salim. Tangan Salim lantas diikat, sementara dia diseret menuju Balai Desa Selok Awar-Awar, yang berjarak sekitar dua kilometer dari rumahnya.

Selama perjalanan diseret, Salim dihajar dengan pukulan, kayu, serta disabet senjata tajam. Bisa dibayangkan saat Salim menahan sakit akibat penganiayaan itu.

"Sepanjang perjalanan menuju balai desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata yang mereka bawa. Ironisnya, penganiayaan ini juga disaksikan warga sekitar, yang ketakutan dengan aksi brutal ini," ujar Fatkhul.

Sesampainya di Balai Desa, gerombolan itu makin menggila. Mereka menyiksa Salim tanpa ampun.

"Di balai desa, tanpa peduli ada anak-anak yang tengah mengikuti pendidikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), gerombolan ini terus melakukan adegan brutal kepada Salim. Di dalam balai desa, Salim disetrum dengan alat listrik yang sudah disiapkan kelompok tersebut," ucap Fatkhul.

Meski berada di dalam ruangan balai desa, lanjut Fatkhul, tak satupun perangkat desa yang keluar menghentikan aksi penyiksaan itu. Salim Kancil pun akhirnya mengembuskan napas terakhir di tangan para preman. Salim tewas dalam kondisi telungkup di antara batu dan kayu berserakan di dalam ruangan balai desa.

Penolakan warga atas penambangan pasir liar di Lumajang ini sudah berlangsung lama. Penambangan pasir liar juga terjadi di beberapa daerah di Lumajang, seperti di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun. Kemudian di Desa Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh. Semua aktivitas penambangan ini memicu konflik hingga saat ini. Sementara itu, pemerintah dan aparat setempat seolah membiarkan konflik penambangan pasir besi di Lumajang selatan ini.

"Tambang-tambang pasir ini sudah diketahui ilegal dan merusak lahan pertanian di pesisir pantai. Tapi oleh pemerintah dan aparat setempat dibiarkan. Tak ada tindakan tegas," ucap Fatkhul.

 sumber: merdeka.com

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews