Tiba-Tiba Buruh Ralat Soal Demo Besar-Besaran, Kenapa?

Tiba-Tiba Buruh Ralat Soal Demo Besar-Besaran, Kenapa?

Ilustrasi.

Jakarta - Serikat buruh meralat soal rencana waktu aksi demo besar-besaran mereka menolak UU Omnibus Cipta Kerja. Ancaman demo besar-besaran ini berlangsung pada 2 November 2020, diubah dari pernyataan sebelumnya 1 November 2020.

 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, bilamana UU Cipta Kerja ditandatangani presiden dan sudah ada nomornya, berdasarkan informasi yang berkembang bahwa akan ditandatangani 28 Oktober 2020, maka KSPI dan beberapa serikat buruh akan melakukan aksi serentak nasional untuk menolak UU Cipta Kerja.

Di Jakarta, aksi akan melibatkan puluhan ribu buruh dan dipusatkan di Mahkamah Konstitusi dan Istana, dilaksanakan pada hari Senin tanggal 2 November 2020.

"Sebelumnya saya mengatakan tanggal 1 November 2020. Ternyata tanggal satu adalah hari Minggu, jadi yang benar adalah 2 November, hari Senin," kata Said Iqbal dalam pernyataan resminya, Senin (26/10/2020).

KSPI memperkirakan, Jokowi akan menanda tangani UU Cipta Kerja dan penomorannya paling lambat 28 Oktober. Sementara tanggal 29 - 31 Oktober ada libur panjang, sehingga KSPI, KSPSI AGN, dan 32 federasi/konfederasi serikat buruh akan menyerahkan berkas judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 2 November 2020.

Pada saat penyerahan berkas judicial itulah, buruh melakukan aksi nasional dengan tuntutan agar Mahkamah Konstitusi membatalkan omnibus law UU Cipta Kerja dan meminta Presiden untuk mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut.

"Aksi nasional buruh pada 2 November tersebut dilakukan serempak di 24 provinsi dan 200 kab/kota yang diikuti ratusan ribu buruh. Sedangkan aksi di Istana dan Mahkamah Konstitusi diikuti puluhan ribu buruh," kata Said Iqbal.

Selain itu, KSPI juga akan melakukan aksi nasional serempak di 24 provinsi pada tanggal 9 - 10 November yang diikuti ratusan ribu buruh dengan tuntutan DPR RI harus melakukan pencabutan omnibus law UU Cipta Kerja melalui proses legislative review sesuai mekanisme UUD 1945 pasal 20, 21, dan 22A serta UU PPP.

Selain meminta pencabutan omnibus law UU Cipta Kerja, dalam aksi pada tanggal 9-10 November 2020 juga akan disampaikan tuntutan buruh lainnya yaitu meminta kenaikan upah minimum 2021 sebesar 8% di seluruh Indonesia dan menolak tidak adanya kenaikan upah minimum 2021.

Dijelaskan Said Iqbal, aksi nasional tersebut serempak dilakukan di 24 propinsi dan melibatkan 200 kab/kota, antara lain: Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung Raya, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Semarang, Kendal, Jepara, Surabaya, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Gresik.

Selain itu, aksi juga akan dilakukan di Jogja, Banda Aceh, Medan, Deli Serdang, Batam, Bintan, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorontalo, Bitung, Kendari, Morowali, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Lombok, Ambon, Papua, dan sebagainya.

"Aksi KSPI dan serikat buruh lainnya ini adalah aksi anti kekerasan 'non violence'. Aksi ini diselenggarakan secara terukur, terarah dan konstitusional. Aksi tidak boleh anarkis dan harus damai serta tertib," katanya.

Sebelumnya Said Iqbal mengatakan serikat butuh akan kembali menggelar aksi demo besar-besaran pada 1 November 2020.

"Kalau tanggal 28 Oktober Presiden, Pak Joko Widodo menandatangani UU Cipta Kerja, 29 tanggal merah, 30 Oktober hari Sabtu, 31 hari Minggu, maka tanggal 1 November bisa dipastikan buruh KSPI melakukan aksi nasional, di seluruh Indonesia, 24 provinsi, lebih dari 200 kabupaten/kota. Kami akan aksi besar-besaran," ungkap Said dalam konferensi pers virtual, Sabtu (24/10/2020).


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews