Pola Perjalanan Global Penyebab Corona Masif Menyebar

Pola Perjalanan Global Penyebab Corona Masif Menyebar

Ilustrasi.

Jakarta - Pola perjalanan global yang semakin menguat dalam 10 tahun terakhir, menjadi penyebab masifnya pergerakan dan penyebaran virus Covid-19.

Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Dr. dr. Dwi Agustian, MPH, PhD mengatakan virus corona ini memang unik dan bukan yang pertama kali.

Berdasarkan sejarah, SARS Covid-19 pernah terjadi di Hong Kong tahun 2002-2003 yang lebih mengerikan dengan vatality rate mencapai 20%.

Hanya saja, kata Dwi, SARS CoV-2 sangat mudah tertular ditambah pola perjalanan global sangat kuat dibanding sepuluh tahun lalu. Rata-rata perjalanan penerbangan luar biasa berlipat-lipat dan itu menimbulkan kecepatan virus bergerak dari satu orang ke orang lain.

"Virus ini hanya bisa menimbulkan (sebaran yang sangat cepat) seperti ini di dunia modern pada saat teknologi bisa membuat orang berinsteraksi dengan cepat. Duapuluh tahun lalu virus ini tidak bisa menimbulkan efek biologis secara cepat," papar Dwi dalam talkshow "Titik Balik Penyintas Covid-19" di Media Center Satgas Penanganan Covid-19 Graha BNPB Jakarta pada Jumat (23/10/2020) sore.

Dwi menambahkan virus ini baru dan pengetahuan (tentang Covid-19) masih terakumulasi untuk memberikan pemahaman yang pasti. Berdasarkan data statistik untuk pengembangan terakhir dari populasi umum paling tinggi 5%.

Dwi mengungkapkan di Bandung, Jawa Barat, ada populasi yang tak bergejala melakukan testing secara massif dari 100 orang hanya 1 orang yang positif tanpa gejala. Artinya dengan kasus ini kita menunggu cukup waktu untuk mengumpulkan gejala-gejala dan risiko.

“Kita akan membahas lebih lanjut dan nantinya akan menjawab bagaimana karakteristik virus ini (Covid-19). Bukti-bukti ini dikumpulkan dan datanya dicatat dengan baik," jelas Dwi.

Motivator Tung Desem Waringin, yang juga penyintas Covid-19, mengatakan dirinya menduga tertular Covid-19 saat perjalanan di pesawat terbang pada 15 Maret 2020.

Saat itu penumpang pesawat penuh dan yang menggunakan masker hanya penumpang yang sakit.

Tiga hari kemudian, pada 18 Maret 2020, Tung mengalami demam hebat di malam hari namun kembali normal pada pagi harinya. Kejadian itu terus berulang selama beberapa hari. Kemudian dirinya sempat tak bisa nafas. Kemudian melakukan cek tes darah dan foto torax.

“Setelah itu saya 95% positif Covid-19. Pada saat itu swab test masih antri panjang dan lama, tidak seperti sekarang," ujar Tung Desem Waringin (TDW) yang mengaku sempat tiga kali ditolak rumah sakit.

TDW menambahkan dirinya merasakan efek luar biasa dari mengkonsumsi cukup air putih setiap harinya. Salah satunya adala pengambilan analisa gas darah (AGD) yang sebelumnya dua kali gagal menjadi lebih mudah.

“Mestinya, menurut saya, pasien Covid-19 diwajibkan minum air putih selama perawatan," ungkap TDW.

Penyintas Covid-19 Susi Satiwi Rudiati mengatakan dirinya sama sekali tidak mengalami gejala seperti pasien lainnya. Ia hanya merasakan sakit kepala luar biasa yang tak pernah dirasakan sebelumnya.

Susi yang hidup dengan satu ginjal selama 23 tahun itu mengalami tensi tinggi hingga 156. Padahal biasanya 120 paling tinggi. Dirinya hanya bisa teriak-teriak di dalam kamar. Malam harinya, dirinya tak bisa tidur.

"Saya sudah berpikir ini hari terakhir (dalam hidup saya). Tapi saya seperti mendapatkan mukjizat setelah berbagi rezeki dengan seorang petugas cleaning service. Esok harinya perbuatan baik saya berbagi kepada orang lain seolah langsung dijawab oleh Tuhan. Badan saya terasa segar dan tak lama kemudian saya dinyatakan sembuh dari Covid-19,” ungkap Susi yang sempat dirawat di sebuah rumah sakit di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, selama beberapa hari. 

Susi, suaminya, tiga anaknya, dan tujuh orang kerabatnya terinfeksi Covid-19 setelah kumpul pada saat lebaran Hari Raya Idul Fitri yang lalu.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews