Fenomena Gadis di Probolinggo Hidup Lagi usai Dinyatakan Wafat

Fenomena Gadis di Probolinggo Hidup Lagi usai Dinyatakan Wafat

Ilustrasi.

Probolinggo - Fenomena seorang gadis yang meninggal lalu hidup lalu meninggal lagi di Probolinggo, Jawa Timur, ternyata dapat dijelaskan secara medis. Bahkan, terdapat ilmu kedokteran yang dapat dijadikan ukuran, apakah si gadis tadi memang benar-benar meninggal atau kah sebenarnya masih hidup.

Dr Edi Suyanto SpF SH MH Kes, Kepala Departemen Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr Sutomo FKUA Unair menjelaskan, ilmu yang dimaksud disebut sebagai ilmu Tanatologi. Ilmu tersebut, intinya menjelaskan tentang perubahan-perubahan pada jasad orang yang meninggal.

Ia pun menyebut, ada 3 sistem yang dapat dijadikan ukuran menyangkut hidup atau matinya seseorang. Ketiga sistem tersebut antara lain, sistem pembuluh darah atau kardiovaskuler, sistem pernafasan dan sistem saraf pusat.

"Tiga sistem itu lah yang menentukan orang dikatakan hidup atau mati. Yakni, berhentinya sistem pembuluh darah, berhentinya sistem pernafasan dan berhentinya sistem saraf pusat," ujarnya dilansir merdeka.com, Selasa (18/8/2020).

Ia menambahkan, selain 3 sistem tersebut, ada tanda lain yang dapat dilihat secara kasat mata. Tanda tersebut adalah, keluarnya lebam pada mayat, terhitung 30 menit ia meninggal. Ia pun mengingatkan, lebam yang dimaksud berbeda dengan memar.

"Orang kalau sudah meninggal tetap itu, dalam waktu 30 menit akan keluar yang namanya lebam mayat. Lebam tersebut timbul setelah sistem pembuluh darah mati, sistem pernafasan mati, dan sistem sarafnya mati," tambahnya.

Ia menyebut, letak lebam yang terjadi pada mayat ini memiliki letak yang dapat dipastikan, karena pengaruh grafitasi bumi. Ia mencontohkan, mayat dengan posisi tengkurap, maka akan ada lebam di area perut, demikian juga jika terlentang, maka lebam ada di area punggung atau yang paling dekat dengan tanah. Sedangkan memar, letaknya bisa ada dimana-mana.

"Kalau warnanya bisa mirip, biru kehitam-hitaman," tandasnya.

Terkait dengan fenomena yang terjadi di Probolinggo, ia menyebut dirinya sudah sering mengajarkan ilmu pada para tenaga kesehatan terkait dengan tanda-tanda orang bisa dikatakan mati tetap. Sehingga, ia cukup menyesalkan, jika fenomena di Probolinggo tersebut tidak diantisipasi oleh tenaga kesehatan setempat.

"Kalau belum 30 menit memang tidak bisa (keluar tanda lebam), harus lebih dari 30 menit. Kalau kurang 30 menit, itu memang harus punya keahlian khusus, atau pakai stetoskop. Atau pakai reflek matanya, pupilnya melebar atau tidak. Itu tenaga kesehatan semua harus bisa. Kalau gak tahu yok opo iso mengetahui pasiennya mati atau tidak," tegasnya.

 

Ia juga menjelaskan terkait dengan kondisi mati suri. Mati suri disebutnya ada yang bisa dibuat, seperti yang terjadi pada orang-orang yang ada di ICU, dengan bantuan respirator. Namun, mati suri jika dibiarkan akan dapat menjadi mati tetap.

Terkait dengan fenomena di Probolinggo, dirinya tidak dapat banyak memberikan banyak komentar karena tidak melakukan pemeriksaan sendiri. Namun ia memastikan ada beberapa hal seperti yang diuraikannya diatas yang dapat dijadikan indikator atau ukuran.

Sebelumnya, seorang gadis berumur 12 tahun bernama Siti Masfufah Wardah, di Probolinggo dinyatakan meninggal dunia setelah sempat mendapatkan perawatan di RSUD dr Mochammad Saleh. Namun, Ia sempat hidup lagi dari kematian selama 1 jam, lalu meninggal lagi.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews